Senin, 20 Desember 2010

MAKALAH SEJARAH PERADABAN ISLAM

BAB I

Pendahuluan

A. Latar belakang masalah

Dalam sejarah kebudayaan ummat manusia proses tukar-menukar dan interaksi (intermingling) atau pinjam meminjam konsep antara satu kebudayaan dengan kebudayaan lain memang senantiasa terjadi, seperti yang terjadi antara kebudayaan Barat dan peradaban Islam. Dalam proses ini selalu terdapat sikap resistensi dan akseptansi. Namun dalam kondisi dimana suatu kebudayaan itu lebih kuat dibanding yang lain yang tejadi adalah dominasi yang kuat terhadap yang lemah. Istilah Ibn Khaldun, "masyarakat yang ditaklukkan, cenderung meniru budaya penakluknya".

Ketika peradaban Islam menjadi sangat kuat dan dominan pada abad pertengahan, masyarakat Eropa cenderung meniru atau "berkiblat ke Islam". Kini ketika giliran kebudayaan Barat yang kuat dan dominan maka proses peniruan itu juga terjadi. Terbukti sejak kebangkitan Barat dan lemahnya kekuasaan politik Islam, para ilmuwan Muslim belajar berbagai disiplin ilmu termasuk Islam ke Barat dalam rangka meminjam. Hanya saja karena peradaban Islam dalam kondisi terhegemoni maka kemampuan menfilter konsep-konsep dalam pemikiran dan kebudayaan Barat juga lemah.

B. Perumusan masalah

Adapun masalah yang akan dibahas adalah seputar pengertian peradaban islamdan juga peradaban islam sebagai ilmu pengetahuan dan dasar-dasar peradaban islam serta sedikit menyinggung tentang perekembangan perdaban islam

C. Pembatasan Masalah

Adapun didalam pembahasan yang akan didiskusikan tidak keluar dan menyimpang dari semua yang ada tertulis didalam makalah ini yang ruang lingkupnya hanya seputar pengantar peradaban islam.

KISAH SEJARAH SAHABAT NABI

Pendahuluan

Seiring dengan permulaan penulisan dan pembukuan hadits Nabi saw., segala informasi yang berhubungan dengan para sahabat Nabi saw. menjadi salah satu materi yang sangat penting.

Bahkan, para penulis dan kompilator hadits mengkhususkan bab tertentu yang memuat seluk beluk mereka, terutama para sahabat yang tergolong al-sabiqun al-awwalun, yang mereka namakan Bab Fadha’il al-Shahabah, Manaqib al-Shahabah atau redaksi sejenisnya.

Penulisan tentang para sahabat terus berkembang, tidak hanya kesaksian Rasulullah saw. kepada mereka sebagai orang-orang terbaik umat ini atau status mereka sebagai sumber berita seputar peristiwa yang meliputi kehidupan Nabi saw., tapi pandangan-pandangan mereka pun mendapat sorotan tersendiri. Penjelasan-penjelasan mereka terhadap sekian banyak nash dan terobosan-terobosan ijitihad yang mereka lakukan, terutama setelah kepergian Nabi saw., dalam pelbagai bidang kehidupan, menjadi sebuah model yang terus memberi inspirasi kepada generasi-generasi berikutnya.

Karya-karya seperti Muwaththa’ Malik dan Musnad Ahmad banyak memuat pandangan dan praktik para sahabat yang lebih dikenal dalam istilah Ilmu Hadits sebagai riwayat dengan sanad al-Mauquf. Lebih jauh lagi, Ibn Jarir al-Thabari berusaha menghimpun dan mengulas dengan menonjolkan aspek-aspek fiqih yang cukup kompleks dalam riwayat-riwayat mauquf tersebut. Upaya al-Thabari dalam kitab Tahdzib al-Atsar ini sebenarnya mendapat apresiasi luar biasa dari ulama-ulama besar sekaliber al-Khathib al-Baghdadi dan al-Dzahabi, namun semuanya menyayangkan al-Thabari tidak sempat merampungkannya.

Prolog di atas hanya sekelumit dari persoalan kesejarahan yang terkait dengan periode sahabat Nabi saw., yang menegaskan sebenarnya masih banyak aspek yang tidak ditonjolkan dalam penulisan dan pengkajian sejarah periode emas ini. Buku-buku sejarah kontemporer yang mengulas para sahabat masih lebih menonjolkan aspek individual (biografi) dan perpolitikan. Padahal, konstruksi peradaban Islam yang mereka menjadi fondasi utamanya membutuhkan elaborasi lebih banyak materi yang sangat kompleks ketimbang dua aspek tersebut.

Fakta ini mendesak kita semua untuk berpikir ulang dan merenung lebih dalam, bahwa masih terlalu banyak aspek kesejarahan periode para sahabat Nabi saw. yang belum tergali. Bahkan, masih banyak hikmah dan ibrah yang masih terpendam, yang jika ditemukan, akan sangat berguna sebagai penunjuk umat menuju jalan kebangkitan dan kejayaannya kembali.

Urgensi Historiografi Periode Sahabat
Sejak lebih seribu tahun, umat Islam memandang para sahabat Nabi saw. sebagai generasi terbaik yang dilahirkan peradaban Islam. Dasarnya jelas, Al-Qur’an berkali-kali memuji mereka, baik dalam kapasitas individu maupun genarasi yang utuh. Merekalah yang paling pantas menyandang predikat umat terbaik (khayr ummah) yang dikeluarkan Allah untuk menyampaikan risalah-Nya kepada seluruh manusia. “Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah”. (Ali `Imran: 110). Predikat yang sama diberikan oleh Rasulullah saw. dalam sabdanya,

“Manusia terbaik adalah generasiku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari seluruh sahabat Nabi saw., para sahabat yang lebih dulu memeluk Islam dan berjuang menegakkannya bersama Rasulullah saw. memiliki kedudukan yang sangat istimewa. Merekalah al-sabiqun al-awwalun yang telah dipastikan meraih keridhaan Allah swt., seperti dinyatakan dalam firman-Nya, “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar”. (al-Taubah: 100).

Kedudukan sangat istimewa juga diberikan Rasulullah saw. Bagi beliau, tingkat kesalehan dan kualitas amal para sahabat tersebut tidak dapat disetarakan dengan siapa pun juga, meskipun yang dikerjakan generasi berikutnya tampak lebih besar. Karenanya, Rasulullah saw. melarang mencibir dan mencaci karya para sahabat utamanya itu,

“Janganlah kalian mencaci sahabat-sahabatku. Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya seorang di antara kalian bersedekah dengan emas sebesar gunung Uhud, maka tidak akan setara dengan satu mudd atau setengahnya dari sedekah mereka”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Demikianlah kedudukan para sahabat Nabi saw. yang telah digariskan Al-Qur’an dan al-Sunnah. Karya-karya besar mereka mendapat penghargaan abadi dari dua sumber yang sedikit pun tidak diragui kebenarannya. Perjalanan hidup mereka, dengan segala keragaman kondisi dan dinamikanya sebagai manusia yang terbatas, adalah teladan yang paling ideal bagi seluruh manusia dan sepanjang masa. Karena itulah, Allah swt. menggariskan takdir mereka harus mengalami berbagai kondisi yang lazim dialami oleh seluruh manusia baik dalam skalaindividu maupun masyarakat. Fenomena kaya dan miskin, krisis ekonomi dan kemajuannya, suhu politik yang normal dan kekacauan pun mereka alami semuanya. Namun yang pasti, dalam semua kondisi tersebut mereka menunjukkan kapasitasindividu dan masyarakat ideal yang berusaha sekuat tenaga menggabungkan antara idealisme wahyu dan realitas.

Keutuhan keteladanan ini dipahami betul oleh sosok Abdullah ibn Umar ra., seorang sahabat utama yang banyak mengalami peristiwa besar hingga periode Bani Umayyah (wafat 73H). Kepada murid-muridnya dari generasi Tabi`in, Ibn Umar ra. berpesan,

“Siapa yang mencari teladan, hendaklah meneladani orang-orang yang telah meninggal, yaitu sahabat-sahabat Muhammad saw. Merekalah genarasi terbaik umat ini, hati mereka lebih bersih, ilmu mereka lebih dalam, dan mereka sangat jauh dari sikap berlebihan. Merekalah generasi yang dipilih Allah untuk menyertai Nabi-Nya saw. dan menyampaikan agama-Nya. Maka teladanilah akhlaq dan jejak hidupnya, karena mereka adalah sahabat-sahabatMuhammad saw. dan telah mendapat petunjuk yang lurus”.

Demikianlah pemahaman umat Islam tentang masalah ini. Namun seiring dengan memudarnya tradisi keilmuan Islam, pemahaman ini perlu penyegaran kembali. Kredibilitas para sahabat sebagai fundamen aktif peradaban Islam, tidak hanya dipertanyakan, melainkan sedang diruntuhkan dengan cara yang sistematis. Seandainya langkah-langkah destruktif ini dilakukan oleh non muslim (baca: orientalis), barangkali akan lebih mudah disikapi. Tapi ketika pelakunya adalah orang Islam sendiri maka tak pelak akan menimbulkan dampak yang luar biasa besar. Setidaknya, umat menjadi bingung dan mulai meragukan kebenaran sejarahnya sendiri. Akhirnya, umat akan mengidap amnesia sejarah dan kehilangan jati diri, karena tidak lagi dapat bercermin dan mengambil pelajaran dari model generasi paling ideal sepanjang zaman.

Framework Kajian Sejarah Periode Sahabat

Sebagai periode yang sangat menentukan perjalanan sejarah Islam, wajar jika peristiwa-peristiwa yang melibatkan para sahabat Nabi saw. terekam dengan cukup detail dalam karya-karya besar sejarawan klasik. Namun, banyaknya karya sejarah klasik tidak serta merta dapat menampilkan wajah sejarah Islam sebenarnya. Banyak faktor yang menjadi penyebabnya yang tidak dapat diulas lebih jauh di sini.

Bagi umat Islam masa kini, persolan ini semakin menyedihkan. Buku-buku sejarah Islam yang banyak beredar saat ini menjadi buktinya. Aspek perselisihan diberi porsi yang lebih besar dari semestinya, bahkan cenderung mengesankan sejarah Islam penuh dengan intrik-intrik politik dan kekuasaan yang berkuak darah. Padahal, jika dilihat dari cakrawala yang lebih luas, sejarah Islam merupakan implementasi utuh dari nilai-nilai Islam dan pengejawantahan ajaran-ajaran wahyu. Dan,periode Rasulullah saw. dan para sahabat adalah priode paling ideal yang mencerminkan nilai-nilai agung tersebut. Karena itu, dapat disimpulkan secara sederhana bahwa penulisan sejarah Islam saat ini tidak komprehansif, bahkan data-data yang digunakannya pun lebih banyak yang tidak valid.

Ada tiga faktor yang sangat menentukan kajian sejarah periode sahabat, sejarah Islam secara umum. Faktor-faktor ini membentuk framework kajian sejarah yang saling terkait dan terintegrasi. Jika semua atau salah satu faktor ini tidak terpenuhi maka kekeliruan dalam menampilkan sejarah tidak mungkin terelakkan.

1. Cara Pandangan Islam

Islam memandang sejarah sebagai satu kesatuan penciptaan (al-khalq) sebagai ruang ujian (al-ibtila’) untuk mengusung risalah Allah swt. (al-taklif). Karenanya, kedatangan Islam adalah rangkaian tak terpisahkan dari dakwah para nabi dan rasul sepanjang masa. Lahirnya generasi sahabat merupakan bukti keberhasilan penerapan nilai-nilai wahyu dalam tatanan kehidupan nyata. Al-Qur’an tidak jarang memuji dan menyanjung para sahabat, bahkan Allah swt. menyatakan langsung keridhaan-Nya kepada mereka. Karenanya, apa pun yang terjadi pada mereka, termasuk perselisihan yang memicu peperangan, dan lain sebagainya, tidak mengeluarkan para sahabat dari garis keridhaan Allah swt. Mereka tetap mendapat ridha, dan tentu saja, surga-Nya.

“Dan kalau ada dua golongan dari orang-orang yang beriman itu berperang, hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil”. (al-Hujurat: 9).

Dalam catatan sejarah, dua golongan (kubu) yang pertama kali berhadapan dan terlibat peperangan adalah kubu `Aisyah dan kubu Ali dalam perang Jamal, lalu kubu Mu`awiyah yang juga berhadapan dengan kubu Ali dalam perang Shiffin. Dengan demikian, meskipun mereka bentrok dan perang, tidak satu pun keluar dari garis keimanan, karena Al-Qur’an menyebut kedua kelompok tersebut sebagai orang yang beriman. Karena itulah, pandangan kelompok Khawarij dan Syi`ah ekstrem yang mengkafirkan mereka gara-gara perang tersebut tidak dapat dibenarkan.

2. Kritik Berita (Riwayat) Sejarah

Sebelum masuk tahap kritik riwayat sejarah, sumber-sumber (rujukan) kajian sejarah Islam mesti lebih dulu menjadi perhatian. Sumber-sumber yang dimaksud terbagi dua kategori; 1). Sumber yang digunakan untuk menimbang bobot berita atau riwayat sejarah; 2). Sumber yang digunakan untuk menafsirkan sejarah. Termasuk kategori pertama adalah buku-buku Musthalah al-Hadits, kritik sumber berita (al-Jarah wa al-Ta`dil), dan biografi sumber berita (al-Thabaqat dan al-Rijal). Sedangkan untuk membangun penafsiran sejarah, maka sumber-sumbernya sama dengan sumber pandangan hidup Islam, yaitu Al-Qur’an dan hadits-hadits shahih yang tersebar dalam sekian banyak karya hadits; al-Shahih, al-Sunan, al-Jami`, al-Musnad, al-Mushannaf, al-Mu`jam dan lain-lain. Juga, karya-karya yang menjelaskannya (al-Syuruh).

Buku-buku tersebut harus menjadi framework kajian sejarah Islam. Sedangkan buku-buku yang memuat materi-materi sejarah, seperti al-Sirah al-Nabawiyyah karya Ibn Ishaq, al-Maghazi karya al-Waqidi, Futuh al-Buldan karya al-Baladzuri, al-Thabaqat al-Kubra karya Ibn Sa`ad, al-Akhbar al-Thiwal karya al-Dinawari, Tarikh al-Thabari, Jamharat al-Ansab karya al-Kalbi, Nasab Quraisy karya al-Zubairi dan lain-lain, tidak dapat dijadikan acuan kajian sejarah. Buku-buku tersebut memuat berita-berita yang masih harus dikritisi dan diteliti kebenarannya.

Dengan mengenal sumber-sumber tersebut maka proses verifikasi dan kritik riwayat sejarah dapat dilakukan dengan tepat. Meskipun kaedah yang akan digunakan untuk mengkiritik riwayat sejarah adalah kaedah kritik hadits, namun penerapannya mesti lebih fleksibel. Penerapan metode kritik riwayat hadits sendiri menjaga aspek fleksibelitas ini. Ulama hadits menyeleksi riwayat-riwayat tentang hukum dan aqidah dengan kaedah yang sangat ketat, tapi riwayat-riwayat tentang al-Raqaq, al-Targhib wa al-Tarhib, sejarah dan sastera diseleksi dengan kaedah yang lebih longgar.

Penerapan metode kritik ini tampaknya sulit diwujudkan, karena harus melibatkan sekian disiplin ilmu dan rujukan yang tidak lagi populer dalam kajian kontemporer, terlebih lagi di Indonesia. Tapi pada kenyataannya, hingga kini telah lahir puluhan karya sejarah yang menerapkan metode tersebut. Memang, dibutuhkan kesungguhan yang luar biasa untuk dapat melahirkan satu karya yang menerapkan metode ini. Tapi hasilnya sangat efektif dalam menampilkan wajah sejarah Islam yang ideal.

Misalnya karya Dr. Muhammad al-Ghabban, Fitnat Maqtal `Utsman ibn `Affan ra. Buku yang mulanya adalah tesis master di Universitas Islam Madinah ini dapat dirampungkan al-Ghabban setelah meneliti lebih dari 2000 riwayat dari puluhan sumber yang mencantumkannya. Seluruh riwayat tersebut diverifikasi dan diklasifakasikan sesuai tingkat kualitasnya; shahih, dha`if (lemah) dan maudhu` (palsu). Hasilnya cukup mencengangkan, fitnah (kekacauan) yang berakhir dengan pembunuhan Usman ra. ternyata terlalu dibesar-besarkan hingga melebihi proporsinya, banyak riwayat palsu yang memperburuk gambarannya, banyak distorsi dan penafsiran miring atas riwayat-riwayat yang benar. Kuatnya pemberitaan fitnah tersebut menutup sekian banyak nilai-nilai luhur yang ditunjukkan Usman ra. dan para sahabat, sehingga kebanyakan orang hanya mengenal masa pemerintahan Usman ra. sebagai masa fitnah.

3. Penafsiran Sejarah

Setelah memastikan kebenaran fakta sejarah, penafsiran baru dapat dilakukan. Artinya, penafsiran mesti berdasarkan fakta yang benar. Penafsiran sejarah Islam mesti dibingkai pandangan hidup Islam, karena pandangan hidup tersebutlah yang mendorong perilaku orang-orang yang meyakininya. Gerakan futuhat (perluasan wilayah Islam) yang berkembang pesat sejak akhir masa pemerintahan Abu Bakar dan dilanjutkan Umar ra. tidak dapat ditafsirkan sebagai perluasan imperialisme ala Eropa. Futuhat adalah upaya perluasan pengaruh dakwah untuk menyebarkan nilai-nilai tauhid, menghapus kezaliman dan membangun dunia yang berkeadilan. Buktinya jelas, tidak ada pemiskinan daerah untuk memperkaya pusat (Madinah). Jizyah (pajak) hanya dibebankan kepada warga non muslim laki-laki yang produktif dan besarannya disesuaikan tingkat kemakmuran ekonomi setempat.

Contoh Penyimpangan dan Pelurusannya

Berikut adalah beberapa contoh penyimpangan pada penulisan sejarah periode sahabat Nabi saw. yang dilakukan oleh sejarawan kontemporer. Sebagian datanya diambil dari rujukan-rujukan klasik, tapi tidak jarang membeberkan suatu ‘fakta’ tanpa menjelaskan rujukan, melainkan memulainya dengan asumsi dan mentupnya dengan interpretasi spekulatif.

Pertemuan Saqifah Bani Sa`idah

Saqifah adalah tempat berteduh yang juga biasa digunakan sebagai balai pertemuan sebuah keluarga besar. Bani Sa`idah adalah salah satu klan Khazraj atau dari kalangan Anshar. Di Saqifah Bani Sa`idah inilah terjadi pertemuan sangat penting yang berakhir dengan keputusan besar, Abu Bakar ra. ditetapkan sebagai suksesor Rasulullah saw. atau Khalifah. Peristiwa ini mendapat sorotan sangat tajam dari berbagai kalangan, terutama Syi`ah yang memang doktrin kepemimpinan Islam ditetapkan berdasarkan teks (nash/washiyah) dari Rasulullah saw. kepada Ali ra.

Selain itu, peristiwa ini juga sering dikaitkan dengan kasus friksi pertama dalam tubuh umat Islam, mengingat ada beberapa kubu yang dianggap berkepentingan dengan kekuasaan dan tidak mungkin dikompromikan. Detailnya, Philip K. Hitti menjelaskan setidaknya umat Islam terbagi menjadi empat kubu sesaat setelah Rasulullah saw. wafat. Motif perpecahan ini, jelas Hitti, adalah kepentingan kekuasaan. Empat kelompok yang dimaksud adalah,
a. Muhajirin, dengan argumen mereka satu suku dengan Nabi saw.
b. Anshar, dengan argumen mereka adalah peribumi yang melindungi Rasulullah saw.
c. Kaum Legitimis yang meyakini kepemimpinan telah ditetapkan secara langsung dan tekstual oleh Nabi saw. kepada Ali ra.
d. Banu Umayyah sebagai klan paling berpengaruh pada masa pra Islam yang kemudian menegaskan hak mereka sebagai penerus Nabi saw.

Untuk menjelaskan masalah sepenting ini, Hitti tidak menyebut satu pun rujukan yang dikutipnya. Hal ini tentu terlalu janggal, apalagi persepsi yang akan terbangun menimbulkan dampak yang sangat krusial.

Friksi senada dinyatakan oleh O. Hashem dalam bukunya, Saqifah; Awal Perselisihan Umat, “Jelas bahwa pencalonan Abu Bakar mendapat perlawanan hebat dari kaum Anshar maupun Ali bin Abi Thalib serta pengikutnya. Sesuai dengan peryataan Umar itu, ada tiga kelompok yang muncul ke permukaan, tepat setelah wafatnya Rasul Allah saw.”. Tiga kelompok yang dimaksud O. Hashem adalah kelompok Ali ra., kelompok Umar ra. dan Kelompok Anshar.

Uniknya, pengelompokan ini menurut O. Hashem sudah terbentuk sejak Rasulullah saw. masih hidup dengan tujuan yang sama, meraih kekuasaan setelah beliau wafat. Kelompok-kelompok ini telah mengangkat calon masing-masing untuk memangku kursi kepemimpinan yang kelak kosong dan keberadaannya diketahui dengan baik oleh Rasulullah saw.

Karena itu, menurut O. Hashem, ada kolerasi yang sangat erat antara pengiriman pasukan Usmah bin Zaid ra. ke Syam di akhir hayat Nabi saw. dengan suksesi yang ‘dikehendaki’ beliau. Gejalanya jelas, Nabi saw. menyuruh seluruh sahabat utama bergabung dengan pasukan ini, termasuk Abu Bakar ra. dan Sa`ad bin `Ubadah, ‘calon’ dari kelompok Umar ra. dan Anshar. Sementara Ali ra. diminta untuk tetap berada di Madinah. Perjalanan pasukan ini setidaknya akan menghabiskan masa satu bulan, sehingga akan memudahkan Ali ra. untuk mengambil alih kekuasaan setelah Nabi saw. wafat yang memang terjadi hanya beberapa hari setelah mengumumkan misi militer tersebut. “Banyak ulama berpendapat bahwa tindakan Rasul Allah saw mengirim pasukan ini ke Suriah ialah untuk memudahkan Rasul Allah saw mengangkat Ali bin Abi Thalib menjadi pengganti beliau”. Demikian kesimpulan O. Hashem.

Perdebatan di Saqifah memang adalah fakta yang diriwayatkan oleh sumber-sumber yang kuat. Tapi friksi atau perpecahan umat seperti yang digambarkan oleh Philip K. Hitti dan O. Hashem di atas adalah hipotesa interpretatif dari teks-teks yang terdapat dalam sumber-sumber tersebut.

Suksesi kepemimpinan Islam adalah satu keniscayaan yang tentu disadari oleh semua sahabat kala itu, tapi siapa dan bagaimana suksesi itu dilakukan tidak pernah dibicarkan sebelumnya. Persoalan teknis inilah yang mengundang Umar ra. dengan beberapa tokoh Muhajirin untuk segera menemui Anshar yang dikabarkan sedang mengadakan pertemuan di Saqifah untuk memilih suksesor setelah Rasulullah saw. wafat. Prinsip syura’ menjadi alasan utama, sehingga pemimpin yang kelak ditunjuk benar-benar legitimate.

Umar ra. memandang, jika suksesi kepemimpinan tidak dilakukan dengan melibatkan seluruh elemen umat maka akan menimbulkan kekacauan politik dan keamanan yang sangat berbahaya. Inilah alasan yang dikemukakannya kemudian hari ketika menceritakan mengapa dia merespons pertemuan Saqifah dengan begitu cepat, “Siapa yang membai`at pemimpin tanpa bermusyawarah dengan kaum muslim, maka jangan diterima pembai`atannya agar keduanya tidak jadi korban pembunuhan”. (HR. al-Bukhari, 6830).

Memang keputusan pertemuan Saqifah untuk membai`at Abu Bakar ra. terkesan ‘terburu-buru’ karena masih banyak tokoh-tokoh sahabat utama yang tidak terlibat, termasuk Ali ra. dan lain-lain. Umar ra. pun mengakui proses pembai`atan Abu Bakar ra. di Saqifah tidak ideal, tapi ada dua alasan mengapa itu dilakukan dan tetap legitimate,
Pertama; Pembai`atan harus dilakukan secepat mungkin karena mempetimbangakan kondisi internal kaum muslim di Madinah yang membutuhkan pemimpin baru secepatnya untuk mengatur segala sesuatu, termasuk pemakaman Rasulullah saw. dan kondisi eksternal untuk menutup spekulasi-spekulasi politik di wilayah-wilayah baru Islam. Gejalanya jelas, al-Aswad al-Anasi di Yaman dan Musailimah al-Hanafi di Yamamah telah mendeklarasikan dirinya sebagai nabi, jauh-jauh hari sebelum Nabi saw. wafat.
Kedua; Faktor individu Abu Bakar ra. yang terlalu istimewa di mata umat Islam sehingga semua pihak dipastikan akan menerima kepemimpinannya. Umar ra. mengingatkan hal ini kepada segenap sahabat di kemudian hari, “Pembai`atan Abu Bakar terjadi secara spontan. Memang itulah yang terjadi, tapi Allah telah menghindarkan dampak buruknya. Soalnya, tidak ada seorang pun di antara kalian yang bisa diterima oleh semua orang, selain Abu Bakar”. (HR. al-Bukhari, 6830).

Pertemuan Saqifah dan perdebatan yang akhirnya menghasilkan pembai`atan Abu Bakar ra. merupakan bukti paling kuat, bahwa tidak ada nash atau wasiat yang secara definitif menunjuk pemimpin pengganti Rasulullah saw. Ini jelas membantah hipotesa Philip K. Hitti yang menyebut ada kelompok legitimis yang meyakini keberadaan nash tersebut. Jika ada, berarti seluruh sahabat termasuk Ali ra. sendiri dan ‘kelompoknya’ termasuk yang berkhianat terhadap ketetapan wasiat Rasulullah saw. tersebut. Dan, kesimpulan ini jelas tidak dapat diterima.

Polarisasi atau pengelompokan itu sendiri merapakan hipotesa yang dangkal, apalagi keberadaan kelompok Bani Umayyah seperti dinyatakan Philip K. Hitti dan pengakuan O. Hashem bahwa kelompok-kelompok itu sudah terbentuk sejak Nabi saw. masih hidup. Umar ra. sendiri menyatakan dalam pidatonya di hadapan para sahabat, yang tentu saja masih banyak di antara mereka adalah pelaku dan saksi peristiwa Saqifah, bahwa pembai`atan Abu Bakar ra. terjadi secara spontan (faltah) karena faktor-faktor aktual yang sangat mendesak.

Di sisi lain, pidato Umar ra. ini juga menggugurkan hipotesa adanya ‘pencalonan’ yang diusung masing-masing kubu. Apalagi jika dilihat dari pernyataan langsung Abu Bakar ra. terkait siapa yang sepatutnya diba`at di Saqifah, “Aku telah meridhai yang akan menjadi pemimpin kalian adalah salah satu dari dua orang ini yang paling kalian kehendaki”. Sambil memegang tangan Umar ra. dan Abu `Ubaidah ra. yang menyertainya dalam pertemuan tersebut.

Kesimpulan O. Hashem berkenaan dengan kekelompokan ini sangat naif dan sulit dicerna logika, apalagi iman. Bagaimana tidak, Rasulullah saw. sudah mengetahui keberedaan kelompok-kelompok itu berikut ‘calon-calon’ yang diusung untuk memperebutkan kekuasaan setelah beliau wafat. Lalu, celakanya, beliau sengaja menyuruh Sa`ad bin `Ubadah ra. dan Abu Bakar ra. untuk bergabung dengan pasukan Usamah ke Syam, agar setidaknya mereka berdua tidak berada di Madinah saat beliau wafat dan memuluskan jalan Ali ra. menuju tampuk kekuasaan sebagai penggantinya?!

O. Hashem sepertinya tidak sadar kalau kesimpulannya itu memberi citra yang sangat buruk terhadap para sahabat utama, termasuk Ali ra. bahkan Rasulullah saw. Mereka digambarkan sebagai manusia yang tidak punya moralitas politik dan kemaruk kekuasaan sehingga menggunakan intrik-intrik yang lazim digunakan para politisi busuk!

Bagaimanapun, Saqifah menghasilkan konsensus politik yang berakhir dengan pembai`atan Abu Bakar ra. sebagai Khalifah pertama yang menggantikan Rasulullah saw. Tidak ada seorang pun yang menolak hasil ini, karena besoknya dilakukan pembai`atan umum di Masjid Nabawi.

Sementara Ali ra., menurut Ibnu Hibban dan ulama hadits lainnya membai`at pada pertemuan umum tersebut, meskipun ada riwayat yang jelas lebih kuat baru membai`at beberapa bulan berikutnya, setelah Fathimah ra. wafat. Keterlambatan Ali ra. bukan karena tidak menerima kekhalifahan Abu Bakar ra. tapi karena alasan-alasan kekeluargaan terkait dengan silang pendapa Fathimah ra. dan Abu Bakar ra. berkenaan dengan ‘warisan’ Nabi saw. Hal ini dikemukakan dengan jelas oleh Ali ra. sendiri kala hendak berbai`at, “Kami tahu betul keistimewaan dan kelebihan yang diberikan Allah kepadamu. Kami sama sekali tidak bermaksud menyaingimu dalam kebaikan yang dianugerahkan Allah kepadamu. Akan tetapi keputusan harga matimu dalam masalah itu (waris, penj.). Kala itu kami memandang punyak hak atasnya karena hubungan kekeluargaan kami dengan Rasulullah saw.”

KONSEP ISLAMISASI SAINS DAN KAMPUS

I. PENDAHULUAN

“Alqur’an is always one step ahead of science”, Alqur’an selalu selangkah di depan penemuan-penemuan sains modern masa kini. Setiap kali ada penemuan hebat pada setiap abad, ternyata Alqur’an sudah menjelaskannya terlebih dahulu. Di dalam Alqur’an banyak berisi tentang ayat-ayat mutasyabihat yang menjelaskan tentang sains, baik yang tersurat secara jelas maupun yang tersamar di dalamnya.

Begitu banyak ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang memerintahkan manusia untuk memperhatikan alam semesta dengan menggunakan akalnya sehingga mencapai kesimpulan bahwa di balik keteraturan alam semesta terdapat Al-Khaliq, Tuhan sang Maha Pencipta segala sesuatu, yaitu Allah Swt. Hal ini dapat kita perhatikan dari firman-firman Allah Swt sebagai berikut :

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لِّأُوْلِي الألْبَابِ

”Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (QS Ali Imran (3) : 190)

إِنَّ فِي اخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَمَا خَلَقَ اللّهُ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ لآيَاتٍ

لِّقَوْمٍ يَتَّقُونَ

“Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagiorang-orang yang bertakwa”. (QS Yunus (10) : 6)

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنزَلَ اللّهُ مِنَ السَّمَاء مِن مَّاء فَأَحْيَا بِهِ الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِن كُلِّ دَآبَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخِّرِ بَيْنَ السَّمَاء وَالأَرْضِ لآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda tanda keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan” (QS. Al Baqarah (2) : 164)

Ide atau gagasan Islamisasi sains muncul di dunia Islam dan menjadi wacana di kalangan intelektual muslim, sebagai hasil dari kritik sarjana muslim terhadap sifat dan waktu ilmu-ilmu alam dan sosial yang bebas nilai. Konferensi Internasional pertama tentang Pendidikan Islam di Mekkah pada tanggal 31 Maret sampai dengan 8 April 1977, yang salah satu tujuannya adalah untuk mendiskusikan masalah-masalah dalam Pendidikan Islam dan mencari cara-cara untuk memasukan konsep-konsep Islami serta menciptakan metodologi Islami.[1] Di antara tokohnya adalah Naqib Alatas (ilmuan Malaysia), Ismail Raji Al Faruqi (ilmuan Mesir kelahiran Palestina) dan lain-lain. Gagasan tersebut juga lahir sebagai akibat adanya pandangan bahwa ilmu pengetahuan (sains) produk modern tidak berhasil membawa manusia pada citra ilmu itu sendiri. Hal ini terjadi karena ilmu telah bebas nilai dan lepas dari akar transendental.[2] Kritik terhadap paradigma ilmu bebas nilai justru dilontarkan oleh para orientalis, seperti oleh Huston Smith dan Robert Kiely.

Namun demikian, integritas Alqur’an, kerasulan Nabi Muhammad Saw, kebenaran sunnahnya, kesempurnaan syari’ah, prestasi-prestasi gemilang yang dicapai kaum muslimin di dalam kultur dan kebudayaan tidak satupun lepas dari serangan. Maksudnya adalah untuk menanamkan kerguan di dalam diri seorang muslim terhadap dirinya sendiri, terhadap ummatnya, terhadap agamanya dan terhadap leluhurnya.[3]

Oleh karena itu, Islamisasi ilmu pengetahuan (sains) mutlak diperlukan. Selain untuk mengejar ketertinggalan Ummat Islam, juga sebagai jawaban terhadap kritik terhadap perkembangan ilmu pengetahuan modern yang selama ini telah bebas nilai dan terlepas dari akar transcendental.

Terdapat beberapa ungkapan yang sering digunakan untuk melambangkan konsep ini, seperti (1) “Isalamisasi ilmu” dan (2) “Islamisasi ilmu pengetahuan kontemporer”. Ungkapan ini pertama agak mengelirukan, sebab ia membawa konotasi semua ilmu termasuk ilmu sains Islam berdasarkan Alqur’an dan Sunnah yang dibangun oleh sarjana Islam zaman tersebut tidak islami dan oleh sebab itu harus diislamkan. Ungkapan kedua, merujuk kepada ilmu barat modern. Al Faruqi menggunakan ungkapan “Islamisasi ilmu pengetahuan modern”. Namun demikian, yang dimaksud sebenarnya adalah ilmu pengetahuan kontemporer yang merujuk kepada ilmu yang berdasarkan pandangan barat sekuler, yang ditemui dan disebarluaskan oleh peradaban barat.

Selain islamisasi terhadap ilmu pengetahuan (sains), yang tidak kalah pentingnya adalah islamisasi terhadap lembaga, dalam hal ini adalah kampus sebagai pusat kajian dan berkembangnya sains itu sendiri, juga mutlak diperlukan untuk mendukung dan menjalankan islamisasi ilmu pengetahuan tersebut.

Dalam Makalah ini akan penulis bahas tentang beberapa hal yang berkaitan dengan konsep Islamisasi Sains dan Kampus, yaitu :

1. Konsep Islamisasi Sains, yang meliputi : Definisi, Prinsip-prinsipnya, tujuannya, langkah-langkahnya dan alat bantu lainnya untuk mempercepat islamisasi sains serta tantangan dalam islamisasi ilmu pengetahuan.
2. Konsep Islamisasi Kampus, yang meliputi : Moral akademik di lingkungan kampus, moral mahasiswa dan dosen, fasilitas dan sarana/prasarana.

Sebelum kepada pembahasan, penulis akan menjelaskan beberapa arti kata yang tercantum pada judul makalah ini, yaitu sebagai berikut :

1. Konsep, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti rancangan, pemikiran, rencana dasar, ide/pengertian yang diabstrakan, proses untuk memahami hal-hal lain.[4]
2. Islamisasi, berarti proses pengislaman
3. Sains, adalah ilmu pengetahuan pada umumnya, ilmu pengetahuan alam, pengetahuan sistematis tentang alam dan dunia fisik lainnya.
4. Kampus, adalah lingkungan atau kompleks gedung perguruan tinggi (institusi, universitas dan lain-lain) tempat dimana semua kegiatan akademis berlangsung.

II. PEMBAHASAN

A. Konsep Islamisasi Sains

1. Definisi dan Pendekatan Islamisasi Sains

a. Definisi dan Pendekatan Al Attas

Islamisasi adalah pembebasan manusia mulai dari magic, mitos, animisme dan tradisi kebudayaan kebangsaan dan dari penguasaan sekuler atas akal dan bahasanya. Ini bermakna ummat Islam adalah seorang individu yang memiliki akal dan bahasa yang bebas dari magic, mitos, animisme, tradisi kebangsaan dan kebudayaan serta sekulerisme.

Lebih lanjut, Al Attas menyifatkan islamisasi sebagai proses pembebasan atau memerdekakan, sebab ia melibatkan pembebasan roh manusia yang mempunyai pengaruh atas jasmaninya, dan proses ini menimbulkan keharmonisan dan kedamaian dalam dirinya sesuai dengan fitrahnya.Islamisasi juga membebaskan manusia dari sikap tunduk kepada keperluan jasmaninya yang condong menzhalimi dirinya sendiri, sebab sifat jasmaniyahnya lebih condong untuk lalai terhadap tabiatnya sehingga menjadi jahil tentang tujuan asalnya. Islamisasi bukanlah proses evolusi, tetapi satu proses pengembalian kepada fitrah.[5]

Islamisasi diawali dengan isalamisasi bahasa, dan ini dibuktikan di dalam Alqur’an ketika diturunkan kepada orang Arab. Bahasa, pemikiran dan rasionalitas terkait erat dan saling bergantung dalam membayangkan world view atau visi hakikat (reality) kepada manusia.

b. Definisi dan Pendekatan Ismail Raji Al Faruqi

Islamisasi ilmu sebagai usaha untuk mengacukan kembali ilmu, yaitu mendefinisikan kembali , menyusun ulang data, memikirkan kembali argument dan rasionalisasi, menilai kembali kesimpulan dan tafsiran, membentuk kembali tujuan dan melakukannya secara yang membolehkan disiplin itu memperkayakan visi dan perjuangan Islam. Sebagaimana Al Attas, Al Faruqi menekankan kepentingan mangacu dan membangun kembali disiplin sains sosial, sains kemanusiaan dan sain tabi’i dalam kerangka Islam dengan memadukan prinsip-prinsip Islam ke dalam tubuh ilmu tersebut.

Islamisasi dapat dicapai melalui integrasi ilmu baru ke dalam khasanah warisan Islam dengan membuang, menata, menganalisa, menafsir ulang dan menyesuaikannya menurut nilai dan pandangan Islam.

Dari segi metodologi, Al Faruqi mengemukakan ide Islamisasi ilmu bersandarkan tauhid. Metodologi tradisional tidak mampu memikul tugas ini, karena beberapa kelemahan, yaitu : Pertama : ia menyempitkan konsep utama seperti fiqih, faqih, ijtihad dan mujtahid. Kedua : kaidah tradisional ini memisahkan wahyu dan akal, yang selanjutnya memisahkan pemikiran dan tindakan. Ketiga : kaidah ini membuka ruang untuk dualisme, sekuler dan agama.

2. Prinsip Yang Mendasari Islamisasi Ilmu Pengetahuan

Secara ontologi, Islamisasi sains memandang bahwa dalam realitas alam semesta, realitas sosial, dan historis ada hukum ciptaan Allah Swt yang disebut dengan sunnatullah . sebagai ciptaan Allah Swt, hukum tersebut tidak netral, tetapi mempunyai tujuan sesuai dengan tujuan Allah Swt yang menciptakannya.[6]

Al Faruqi menggariskan beberapa prinsip dasar dalam pandangan Islam sebagai kerangka pemikiran, metodologi dan cara hidup Islam, yaitu :

1. Keesaan Allah Swt ( tauhid )
2. Kesatuan Penciptaan
3. Kesatuan kebenaran
4. Kesatuan Ilmu
5. Kesatuan kehidupan
6. Kesatuan kemanusiaan

3. Tujuan Islamisasi Sains

Tujuan islamisasi ilmu, sebagaimana yang dikemukakan Al Attas adalah :

1. untuk melindungi orang Islam dari ilmu yang sudah tercemar yang menyesatkan dan menimbulkan kekeliruan
2. untuk mengembangkan ilmu yang hakiki yang dapat membangunkan pemikiran dan rohani pribadi muslim yang akan menambahkan keimanannya kepada Allah Swt.
3. Melahirkan keamanan, kebaikan, keadilan dan kekuatan keimanan

Selanjutnya, Al Faruqi menguraikan tujuan yang mengacu kepada rencana kerja islamisasi ilmu pengetahuan (sains) adalah sebagai berikut :

1. Penguasaan disiplin ilmu modern
2. Penguasaan khasanah Islam
3. Penentuan relevansi Islam bagi masing-masing bidang ilmu modern
4. Pencarian sintesa kreatif antara khasanah Islam dengan ilmu modern
5. Pengarahan aliran pemikiran Islam ke jalan-jalan yang mencapai pemenuhan pola rencana Allah Swt.

4. Langkah-Langkah Yang Dilakukan Dalam Islamisasi Sains

Untuk merealisir tujuan-tujuan tersebut, menurut Al Faruqi terdapat beberapa langkah menurut urutan logis yang menentukan perioritas masing-masing langkah tersebut. Adapun langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai proses islamisasi pengetahuan (sains), sebagaimana yang dikemukakan oleh ilmuan Mesir kelahiran Palestina Ismail Raji Al Faruqi adalah sebagai berikut :[7]

Langkah Pertama : Penguasaan Disiplin Ilmu Modern; Penguraian Kategoris.

Disiplin ilmu dalam tingkat kemajuannya sekarang di Barat harus dipecah-pecah menjadi kategori-kategori, prinsip-prinsip, metodologi-metodologi, problem-problem dan tema-tema. Penguraian tersebut harus mencerminkan daftar isi sebuah buku pelajaran dalam bidang metodologi disiplin ilmu yang bersangkutan, atau silabus kuliah disiplin ilmu tersebut seperti yang harus dikuasai oleh mahasiswa tingkat sarjana. Pengraian tersebut tidaklah berbentk bab dan tidak pula ditulis dalam istilah teknis.

Langkah Kedua : Survei Disiplin Ilmu

Setiap disiplin ilmu harus disurvei dan esei-esei harus ditulis dalam bentuk bagan mengenai asal-usul perkembangannya beserta pertumbuhan metodologinya, perluasan cakrawala wawasannya, dan tak lupa sumbangan-sumbangan pemikiran yang diberikan oleh para tokoh utamanya. Bibliografi , dengan keterangan singkat, karya-karya terpenting di bidang itu harus dicantumkan sebagai penutup dari masing-masing disiplin ilmu.

Langkah ini bertujuan untuk memantapkan pemahaman seorang muslim akan disiplin ilmu yang dikembangkan di dunia barat. Survei disiplin ilmu yang cukup berbobot dan dilengkapi dengan catatan pustaka dan catatan kaki akan merupakan dasar pengertian bersama bagi para ahli yang akan melakukan islamisasi disiplin ilmu tersebut.

Langkah Ketiga : Penguasaan Khasanah Islam, Sebuah antologi

Sebelum menyelami seluk-beluk relevansi Islam bagi suatu disiplin ilmu modern, perlu ditemukan sampai berapa jauh khasanah ilmiah Islam menyentuh dan membahas obyek disiplin ilmu tersebut. Warisan ilmiah para ilmuan Islam nenek moyang kita, ini perlu untuk dipakai sebagai titik awal usaha untuk mengislamisasikan ilmu-ilmu modern. Proses islamisasi ilmu-ilmu modern akan menjadi miskin jika kita tidak menghiraukan khasanah dan memanfaatkan pandangan-pandangan tajam para pendahulu kita tersebut. Meskipun demikian, kontribusi khasanah ilmiah Islam tradisional pada suatu disiplin ilmu modern tidak mudah diperoleh, dibaca, dipahami oleh seorang ilmuan muslim dewasa ini, karena ilmuan muslim masa kini tidak dipersiapkan untuk menelusuri sumbangan-sumbangan khasanah Islam pada disiplin ilmu yang ditekuninya. Langkah ini meliputi : persiapan penerbitan beberapa jilid antologi bacaan-bacaan pilihan dari khasanah ilmiah Islam untuk setiap disiplin ilmu modern. Antologi-antologi ini akan memberi kemudahan bagi para ilmuan muslim modern untuk mengetahui sumbangan khasanah ilmiah Islam di bidang keilmuan yang menjadi spesialisasi mereka. Antologi ini akan disusun menurut topik sesuai urutan yang dikenal dan berisi sumbungan terbaik dari khasanah ilmiah Islam yang menyangkut sejumlah persoalan yang merupakan objek disiplin ilmu modern

Langkah Keempat : Penguasan KhasanahIlmiah Islam Tahap Analisa

Analisa sumbangan khasanah ilmiah Islam tidak bias dilakukan sembarangan. Daftar urut prioritas perlu dibuat, dan para ilmuan muslim dihimbau untuk mengikutinya. Prinsip-prinsip pokok, masalah-masalah pokok dan tema-tema abadi yaitu tajuk-tajuk yang mempunyai kemungkinan relevansi kepada permasalahan masa kini harus menjadi sasaran strategi penelitian dan pendidikan Islam.

Langkah Kelima : Penetuan Relevansi Islam yang Khas Terhadap Disiplin Ilmu

Keempat langkah di atas harus member informasi kepada mereka dengan otoritas dan kejelasan sebesar mungkin mengenai sumbangan khasanah Islam dalam bidang-bidang yang dipelajari, dan pada tujuan-tujuan umum disiplin ilmu modern. Bahan-bahan ini akan dibuat lebih spesifik dengan cara menerjemahkannya ke prinsip-prinsip yang setara dengan disiplin ilmu modern dalam tingkat keumuman, teori, referensi, dan aplikasinya. Dalam hal ini hakekat disiplin ilmu modern beserta metode-metode dasar, prinsip, problema, tujuan dan harapan, hasil-hasil capaian dan keterbatasan-keterbatasannya. Semuanya harus dikaitkan kepada khasanah Islam. Begitu pula relevansi-relevansi khasanah Islam yang spesifik pada masing-masing ilmu harus diturunkan secara logis dari sumbangan umum mereka. Tiga persoalan pokok yang harus diajukan dan jawabannya harus diusahakan adalah : Pertama : “Apakah yang telah disumbangkan oleh Islam mulai dari Alqur’an hingga para modernis masa kini, kepada keseluruhan permasalahan yang dilingkup oleh disiplin-disiplin ilmumodern” ? Kedua : “Bagaimanakah besar sumbangan itu jika dibandingkan dengan hasil-hasil yang dicapai oleh ilmu-ilmu Barat tersebut”? atau “Sampai dimanakah tingkat pemenuhan, kekurangan serta kelebihan khasanah Islam itu dibandingkan wawasan dan lingkup disiplin ilmu Barat modern tersebut” ? dan yang ketiga : “Apabila ada bidang-bidang masalah yang sedikit disentuh atau bahkan di luar jangkauan khasanah Islam, merumuskan kembali permasalahannya dan memperluas cakrawala wawasan disiplin ilmu tersebut “?

Langkah Keenam : Penilaian Kritis Terhadap Disiplin Ilmu Modern, Tingkat Perkembangannya di Masa Kini

Ini adalah suatu langkah utama dalam proses islamisasi sains. Semua langkah sebelumnya merupakan langkah pendahuluan sebagai suatu persiapan. Sudahkah disiplin ilmu tersebut memenuhi harapan manusia dalam tujuan umum hidupnya? Sudahkah disiplin ilmu tersebut dapat menyumbang pemahaman dan perkembangan pola penciptaan ilahiah yang harus diwujudkannya ? jawaban pertanyaan ini harus terkumpul dalam laporan sebenarnya mengenai tingkat perkembangan disiplin ilmu modern dilihat dari sudut pandang Islam. Dan harus dapat memberikan kecerahan di beberapa bidang permasalahan yang memerlukan perbaikan, penambahan, perubahan atau penghapusan Islami.

Langkah Ketujuh : Penilaian Kritis Terhadap Khasanah Islam, Tingkat Perkembangannya Dewasa ini

Yang dimaksud dengan khasanah Islam pertama-tama adalah Qur’an sebagai kitab suci, firman-firman Allah Swt, dan sunnah Rasulullah Saw, ini bukan sasaran kritik atau penilaian. Status ilahiah dari Al Qur’an dan sifat normatif dari sunnah adalah sesuatu yang tidak untuk dipertanyakan. Walaupun begitu pemahaman seorang muslim mengenai kedua hal tersebut boleh dipertanyakan. Bahkan selalu harus dinilai dan dikritik berdasarkan prinsip-prinsip yang bersumber pada kedua sumber pokok Islam yang disebut terdahulu, begitu pula segala sesuatu yang berupa karya manusia yang walaupun berdasarkan kedua sumber utama tersebut tetapi melalui usaha intelektual manusia. Relevansi pemahaman manusia tentang wahyu ilahi di berbagai bidang permaslahan ummat dewasa ini harus dikritik dari tga sudut peninjauan : pertama.

Langkah Kedelapan : Survey Permasalahan yang Dihadapi Ummat Islam.

Secara bersamaan, perhatian kita harus diarahkan terhadap masalah-masalah utama di semua bidang, yang meliputi : masalah politik, sosial, ekonomi, intelektual, budaya, moral dan spiritual yang dihadapi ummat Islam.

Langkah Kesembilan : Survey Permasalahan yang Dihadapi Ummat Manusia.

Selain melakukan survey terhadap permasalah-permasalahan yang dihadapi ummat Islam, para pemikir Islam juga dipanggil untuk menghadapi maslah-masalah yang dihadapi dunia dewasa ini dan untuk membuat penyelesaian masalah tersebut sesuai dengan Islam. Ummat Islam yang memiliki wawasan yang diperlukan untuk kemajuan peradaban manusia sesuai dengan yang dikehendaki Allah Swt, karena manusia diciptakan sebagai khalifah atau wakil Allah Swt di muka bumi. Sesuai dengan firman Allah Swt :

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi“. [8]

Langkah Kesepuluh : Analisa Kreatif dan Sintesa

Setalah memahami dan menguasai ilmu modern dan ilmu-ilmu Islam tradisional, menimbang kekuatan dan kelemahan masing-masing, setelah menentukan relevansi Islam bagi pemikiran ilmiah tertentu pada disiplin ilmu modern, setelah mengidentifikasi dan memahami permasalahan yang dihadapi ummat Islam dalam lintas sejarahnya khalifah Allah di muka bumi, memahami permasalahan yang dihadapi ummat manusia dan sebagainya. Sebuah jalan baru harus ditempuh agar dapat membuat kembali kepemimpinannya di dunia dan untuk melanjutkan peranannya sebagai penyelamat dan pengangkat peradaban manusia. Sintesa kreatif harus dicetuskan di antara ilmu-ilmu Islam tradisional dan disiplin ilmu modern untuk dapat mendobrak kemandegan selama beberapa abad terakhir ini. Sintesa kreatif ini harus dapat menjaga relevansi dengan realitas ummat Islam dengan memperhatikan permasalahan yang telah dikenali sebelumnya. Sintesa tersebut harus memberikan penyelesaian tuntas bagi permaslahan dunia, di samping memerhatikan permaslahan yang selalu muncul di hadapan Islam.

Langkah Kesebelas : Penuangan Kembali Disiplin Ilmu Modern ke Dalam Kerangka Islam : Buku-Buka Dars Tingkat Universitas.

Berdasarkan wawasan baru tentang makna Islam serta pilihan-pilihan kreatif bagi realisasi makna Islam tersebut itulah sejumlah buku dars di tingkat perguruan tinggi akan ditulis di semua bidang keilmuan modern.

Islamisasi disiplin tersebut tidak mungkin terealisasi melalui sebuah buku dars, walaupun sebuah buku tersebut memenuhi semua persyaratan dengan sempurna. Oleh karena itu, sejumlah buku-buku dars diperlukan untuk membina daya tahan intelektual para pemikir muslim dan untuk pegangan di perguruan tinggi.

Langkah Keduabelas : Penyebarluasan Ilmu-ilmu yang Telah Diislamisasikan. Adalah sesuatu yang sia-sia apabila hasil karya para ilmuan muslim hanya disimpan, atau hanya diketahui oleh segelintir kawan-kawan penulis, atau hanya satu lembaga, atau satu Negara saja. Karya apapun yang dibuat berdasarkan Lillahi Ta’ala adalah milik seluruh ummat Islam. Pemanfaatan karya-karya tersebut tidak akan keberkahan dari Allah Swt, kecuali jika dilaksanakan untuk sebanyak-banyak mungkin makhluk-Nya.

Selayaknya karya intelektual yang dibuat berdasarkan langkah-langkah yang diuraikan sebelumnya dimaksudkan untuk membangkitkan, mencerahkan dan memperkaya ummat Islam, bahkan ummat manusia di dunia.

Selanjutnya, produk atau hasil rencana kerja tersebut harus secara resmi disajikan di semua perguruan tinggi muslim dunia dengan harapan agar mereka mempertimbangkan produk tersebut sebagai bahan bacaan wajib di fakultas yang sesuai.

Sedangkan menurut Al Attas, proses islamisasi ilmu melibatkan 2 (dua) langkah utama, yaitu :

Langkah Pertama : proses mengasingkan unsure-unsur dan konsep-konsep utama barat dari ilmu tersebut.

Langkah Kedua : menyerapkan unsur-unsur dan konsep-konsep utama Islam ke dalamnya. Jelasnya, ilmu hendaklah diserapkan dengan unsur-unsur dan konsep pokok Islam setelah unsur-unsur dan konsep pokok asing dikeluarkan dari setiap ranting.

Yang dimaksud dengan unsur-unsur dan konsep-konsep pokok Islam adalah : (1) manusia, (2) din, (3) ilmu dan ma’rifah, (4) hikmah, (5) “adl, (6) amal adab, dan (7) konsep universitas (kuliyyah jami’ah) mengambil unsur -unsur dan konsep-konsep asing tersebut. Semua unsur dan konsep ini hendaklah ditambahkan kepada konsep tauhid, syari’ah, sirah, sunnah dan tarikh.

Unsur-unsur dan konsep-konsep pokok asing yang dimaksud adalah : (1) Konsep dualisme yang meliputi hakikat dan kebenaran, (2) Doktrin humanisme, (3) Ideologi sekuler, dan (4) Konsep tragedi, khususnya dalam kesusastraan.

Konsep islamisasi ilmu pengetahuan (sains) sebagaimana dikemukakan dalam langkah-langkah tersebut di atas akan melahirkan beberapa paradigma integrasi pendidikan Islam, yaitu :

1. Menjadikan Tauhid sebagai landasan dan tujuan keilmuan.
2. Paradigma islamisasi ilmu pengetahuan oleh Azhar Arsyad disebutnya sebagai “sintesis sel antara sains dan ilmu agama”
3. Menurunkan konsep teoritik ilmiah dari ideologi yang bersumber dari konsep agama.
4. Menguatkan hasil temuan ilmiah dengan ajaran Agama.

5. Alat-Alat Bantu Lain Untuk Mempercepat Islamisasi Sains

Alat bantu lain untuk mempercepat Islamisasi ilmu pengetahuan (sains) antara lain melalui :

1. Konfrensi-Konferensi dan Seminar-Seminar

Hal ini harus diselenggarakan untuk melibatkan berbagai ahli di berbagai bidang ilmu yang sesuai dalam merancang pemecahan masalah-masalah.

1. Lokakarya-Lokakarya Untuk Pembinaan Staf
2. Para guru/dosen/ustadz/kiyai dan sebagainya untuk mengislamkan sains di dalam segala kegiatannya.

6. Tantangan Islamisasi Sains

Tantangan utama dalam Islamisasi ilmu pengetahuan (sains) datang dari kalangan cerdik sendekiawan Islam itu sendiri. Mereka terdiri dari beberapa golongan, yaitu :

Pertama : golongan yang sependapat dengan gagasan ini secara teori dan konsepnya, dan berusaha untuk merealisasikan dan menghasilkan karya yang menepati maksud islamisasi dalam disiplin ilmu mereka.

Kedua : golongan yang sependapat dengan gagasan ini secara teori dan konsep tetapi tidak mengusahakannya secara praktis.

Ketiga : golongan yang tidak sependapat dan sebaliknya mencemooh, mengejek dan mempermainkan gagasan ini. Biasanya golongan ini berargumen bahwa semua ilmu datangnya dari Allah, dan justru semua ilmu adalah benar dan secara tabiatnya sudah Islam.

Keempat : golongan yang tidak mempunyai pengetahuan terhadap isu islamisasi sains. Mereka lebih suka mengikuti perkembangan yang dirintis oleh sarjana lain atau bahkan mereka tidak memperdulikannya.

B. Konsep Islamisasi Kampus

Untuk menahan sekulerisme, organisasi profesi dan cendekiawan yang sekarang ada perlu dimanfaatkan, forum-forum formal atau informal dapat digunakan untuk bermujadalah (berdialog) secara intelektual. Demikian juga media massa yang memadai akan dapat menjelaskan secara teoritik tentang permasalahan sosial budaya dari sudut pandang integral Islami. Sementara itu, lembaga-lembaga yang ada dapat dimanfaatkan untuk menautkan agama dengan berbagai sektor kehidupan. Untuk itu, sejumlah pikiran utama mengenai bidang-bidang yang strategis harus sudah disiapkan, sehingga orang Islam yang tidak mempunyai akses ke dalam kelompok perjuangan Islampun akan dapat memetik ide-ide tersebut. Untuk keperluan ini dibutuhkan lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan yang mampu menampilkan ide-ide strategis untuk menawarkan alternatif-alternatif dalam menghadapi permasalahan modern.[9] Di sinilah tantangan terbesar bagi Perguruan tinggi Agama Islam, yakni melahirkan intelektual muslim yang mampu melahirkan konsep-konsep Islami yang aplikatif dalam masyarakat Islam yang hidup di era globalisasi.

1. Moral Akademik di Lingkungan Kampus

a. Moral Mahasiswa

Sebagaimana diketahui tujuan studi di perguruan tinggi Islam adalah untuk mencetak sarjana muslim yang bertakwa, berprestasi, berakhlak mulia serta setia kepada Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itu, secara moral setiap mahasiswa harus mampu menanamkan sikap-sikap, sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam Al Ghazali sebagai berikut :[10]

1) Mengutamakan kesucian jiwa dari sikap dan sifat yang tercela. Hal ini sangat penting, sebab ilmu merupakan ibadah hati dan merupakan pendekatan batin kepada Allah Swt.

2) Mengurangi hal-hal keduniaan, dan menjauhkan diri dari keluarga dan tanah air. Hal ini dimaksudkan agar konsentrasi dalam studi.

3) Menghindarkan diri dari sikap sombong dan merendahkan diri kepada guru. Termasuk di dalamnya keinginan belajar kepada guru-guru yang termasyhur dan terkenal, karena hikmah atau ilmu adalah benda hilang orang-orang mukmin, ia harus mencari dan mendapatkannya dari siapa saja, sebab ilmu itu diberikan kepada siapa saja.

4) Bagi yang baru memasuki wilayah kajian keilmuan, hendaknya menghindarkan diri dari perdebatan pendapat tentang suatu disiplin ilmu, baik iilmu dunia maupun ilmu akhirat.

5) Menerapkan prinsip belajar seumur hidup

6) Mampu membuat skala prioritas tentang disiplin ilmu yang akan dipelajarinya.

7) Menghindarkan diri dari menekuni disiplin ilmu yang baru sebelum ia menguasai disiplin ilmu yang dipelajari sebelumnya.

8) Memiliki kemampuan untuk menemukan dasar kemuliaan ilmu, yakni kemuliaan akan buah ilmu, dan kepercayaan akan landasan teori dan kekuatan epistimologinya.

9) Menanamkan niat yang kuat untuk mencapai keridhaan Allah Swt dalam menuntut ilmu dan menghiasi batinnya dengan keutamaan-keutamaan.

10) Kemampuan untuk menemukan kaitan antara suatu disiplin ilmu dengan tujuannya, baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang.

Dalam pembinaan mahasiswanya, perguruan tinggi Islam mengacu pada pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi dari segi keislaman, yakni menempatkan agama sebagai model penggerak pembangunan nasional. Dalam upaya untuk mencapai generasi yang memiliki kepribadian tangguh, berwawasan keagamaan dan kebangsaan yang luas dan mampu menempatkan agama sebagai motivator pembangunan, maka mahasiswa harus memiliki sifat-sifat :

1) Takwa dan tawakkal kepada Allah Swt

2) Sadar dan menghayati nilai-nilai Islam

3) Percaya diri dan menghargai orang lain

4) Terbuka terhadap ide dan gagasan baru

5) Berorientasi pada masa depan bangsa dan ummat

6) Bersifat demokratis dan adil

7) Efesien

Sebagai masyarakat akademik mahasiswa harus memiliki tradisi dan kebebasan akademik yang bercirikan :

Pertama : Masyarakat ilmiah, yang mempunyai ciri-ciri : kritis, objektif, analitis, kreatif dan konstruktif, terbuka untuk menerima kritik, menghargai waktu dan prestasi akademik, bebas prasangka, kemitraan di antara civitas akademik, dialogis, memiliki dan menjunjung tinggi norma dan susila akademik serta tradisi ilmiah, dinamika dan berorientasi ke masa depan.

Kedua : Tradisi dan kebebasan akademik. Tradisi akademik ditandai dengan : tidak pernah merasa dirinya sebagai orang yang paling benar atau pintar, hasil penelitiannya selalu terbuka terhadap kritik dan penelitian lebih lanjut, proses belajar-mengajar selalu dalam suasana dialogis. Sedangkan kebebasan akademik meliputi : kebebasan dalam menyatakan pikiran dan pendapat, mengajar dan belajar, penelitian dan mimbar akademik.

Selanjutnya, sebagai masyarakat yang merupakan bagian dari civitas akademik, mahasiswa mempunyai hak dan kewajiban, yaitu :

1) Menjaga nama baik pimpinan, dosen dan almamaternya

2) Setiap permasalahan yang dihadapi mahasiswa disalurkan secara hirarkis dan diusahakan diselesaikan di tingkat fakultas, jika tidak bias diselesaikan di tingkat fakultas, maka pimpinan fakultas berhubungan dengan pimpinan institut.

3) Menghargai dan mentaati setiap keputusan musyawarah lembaga kemahasiswaan dan ketentuan lainnya yang berlaku bagi mahasiswa.

4) Memelihara keamanan, ketertiban, kebersihan dan keindahan kampus serta fasilitas prasarana lainnya.

5) Membina kerjasama yang harmonis antara sesama mahasiswa dan berusaha menghindarkan pertentangan.

6) Bertingkah laku yang sopan dan berbudi pekerti yang mencerminkan akhlaqul karimah di dalam kehidupan sehari-hari.

7) Menjauhkan diri dari perbuatan tercela yang dapat mencemarkan nama baik pribadi, almamater dan agama.

1. b. Moral Dosen

Menurut Al Ghazali terdapat delapan sikap yang harus dimilki guru atau dosen, yaitu sebagai berikut :[11]

1) Memperlakukan mahasiswa dengan penuh kasih sayang sebagaimana ia memperlakukan anaknya sendiri. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw :

اِنَّمَا اَنَا لَكُمْ مِثْلُ الْوَالدِ لِوَلَدِهِ

“sesungguhnya aku bagimu adalah seperti orang tua kepada anaknya”

2) Mengajarkan ilmu dengan penuh keikhlasan, sebagaimana para Nabi yang tidak pernah meminta imbalan apapun dari ilmu yang diajarkannya kecuali hanya mengharapkan keridhaan Allah Swt.

3) Membimbing mahasiswa agar dalam menuntut ilmu selalu mematuhi nasehat-nasehat dosen

4) Mencegah mahasiswa dari perbuatan-perbuatan tercela.

5) Seorang dosen yang menguasai satu bidang disiplin ilmu hendaknya bersikap terbuka pada berbagai disiplin ilmu lain.

6) Mendidik mahasiswa sesuai dengan tingkat kemampuannya, sebab jika ilmu diajarkan tidak sesuai bidang atau kemampuannya ilmu tersebut akan sia-sia. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw :

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلىَ كُلِّ مُسْلِمٍ وَوَاضِعُ الْعِلْمِ عِنْدَ غَيْرِ أَهْلِهِ كَمُقَلِّدِ الْخَنَازِيْرِ الْجَوْهَرَ وَالُّؤْلُؤَ وَالذَّهَبَ (رواه ابن ماجه)

“Mencari ilmu itu adalah wajib bagi stiap muslim, memberikan ilmu kepada orang yang bukan ahlinya (tidak tepat) seperti orang yang mengalungi bab dengan permata, mutiara atau emas” (HR. Ibnu Majah no. 220)

7) Menjelaskan pelajaran atau mata kuliah dengan sejelas-jelasnya, hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesalah pahaman.

8) Mengamalkan ilmu pengetahuan yang dikuasainya. Hal ini mutlak penting, sebab dosen merupakan panutan bagi para mahasiswa. Jika seorang dosen enggan mengamalkan ilmunya atau mengamalkan sesuatu yang bertentangan dengan ilmunya, termasuk dosa besar dan hasilnya ilmu yang dipelajari tidak akan menghasilkan kebajikan melainkan kebatilan. Firman Allah Swt.

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ

“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab ? Maka tidakkah kamu berpikir?” (QS. Al Baqarah (20) : 44)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ كَبُرَ مَقْتًا عِندَ اللَّهِ أَن تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? (3)Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan” (QS. Asshaf (61) : 2-3)

1. 2. Fasilitas dan Sarana di Lingkungan Kampus

Selain pelaku akademis, yang di dalamnya terdapat mahasiswa dan dosen, tidak kalah penting adalah fasilitas dan sarana/prasarana yang terdapat di dalam kampus itu sendiri perlu diislamkan. Fasilitas dan sarana yang ada di dalam masyarakat Islam harus digunakan, terlebih lagi perguruan tinggi agama Islam. Simbol-simbol yang terdapat di dalam kampus perlu diislamisasi.

III. KESIMPULAN

Dari uraian di atas yang berkaitan dengan konsep islamisasi sains dan kampus dapat disimpulkan bahwa :

1. Konsep islamisasi ilmu pengetahuan (sains), baik menurut Al Attas maupun Al Faruqi pada dasarnya adalah sama yaitu menjadikan ilmu pengetahuan (sains) tidak netral atau bebas nilai, bertujuan yang sama, dan konsep islamisasi sains yang mereka bawa berpegang kepada prinsip metafisik, ontologi, epistimologi dan aksiologi Islam yang berdasarkan kepada konsep Tauhid.
2. Islamisasi ilmu pengetahuan (sains) mutlak diperlukan, karena selain untuk mengejar ketertinggalan Ummat Islam, juga sebagai jawaban terhadap kritik terhadap perkembangan ilmu pengetahuan modern yang selama ini telah bebas nilai dan terlepas dari akar transendental.
3. Selain islamisasi sains, lembaga dalam hal ini adalah kampus juga mutlak diperlukan untuk mendukung proses dan keberhasilan islamisasi ilmu pengetahuan itu sendiri, baik dari segi civitas akademik dalam hal ini adalah mahasiswa dan dosen maupun fasilitas dan sarana/prasarana.

والله أعلم بالصوّاب

Catatam Kaki :

[1] Ismail SM dkk, Paradigma Pendidikan Islam, Semarang: Pustaka Pelajar, 2001, hal

[2] Marwan Saridjo, Mereka Bicara Pendidikan Islam Sebuah Bunga Rampai, Jkt : Raja Grafindo Persada, 2009, hal 333

[3] Ismail Raji Al Faruqi, Islamisasi Pengetahuan, Jakarta : Pustaka, 1984, hal 23

[4] Tim Pustaka Phoenix, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru ( Jakarta : Media Pustaka Phoenix, 2008, hal 482

[5] Rosnani Hashim, Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer : sejarah Perkembangan dan Arah Tujuan, (Islamia Thn II No.6/Juli-September, 2005), hal. 34

[6] Marwan Saridjo, hal 334

[7] Ismail Raji Al Faruqi, Islamisasi Pengetahuan, Jakarta : Pustaka, 1984, hal

[8] Depag RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, Surabaya : CV Jaya Sakti, 1997, hal 13

[9] H.A. Yakub Matondang. Et.al. Perguruan Tinggi Islam di Era Globalisasi, (Yogya : Tiara Wacana, 1998), h. 17

[10] Imam Ghazali, Ringkasan Inya’ Ulumuddin, (terj), ( Jakarta : Sahara Intisains, 2009), h. 47

[11] Imam Al Ghazali, hal 51

Kamis, 09 Desember 2010

LEMBAGA EKONOMI INTERNASIONAL dan REGIONAL

BAB II
LEMBAGA EKONOMI INTERNASIONAL dan REGIONAL

A. Konferensi Bretton Woods dan Keputusan
Pada Tahun 1944 tepatnya tanggal 22 Juli diadakanlah pertemuan internasional membahas masalah ekonomi dunia pasca perang dunia ke-2. Pertemuan itu dikenal dengan The United Nations Monetary and Financial Conference, atau biasa dikenal dengan Bretton Woods conference yang dimana salah satu tamunya adalah John Maynard Keynes. Konferensi ini merupakan bagian dari upaya terorganisir untuk mendanai restrukturisasi Eropa pasca Perang Dunia II dan untuk menyelamatkan dunia dari depresi seperti The Great Depression pada 1930an.
Dari konferensi ini menghasilkan tiga lembaga internasional, yaitu:
1. International Monetary Fund (IMF),
2. International Bank for Reconstructions and Development (IBRD), dan
3. International Trade Organization (ITO) yang akan dijadikan sebagai pilar-pilar ekonomi internasional.
Tetapi ITO tidak berhasil dibentuk, karena Kongres Amerika Serikat tidak meratifikasi rancangannya karena dipandang dapat menggerogoti kedaulatan bangsa. Kemudian didirikan General Agreement on Tariff and Trade (GATT), sebuah format kerjasama yang lebih longgar pada tahun 1947. Baru berubah menjadi World Trade Organization (WTO) formalnya pada tanggal 1 Januari 1997 dan sudah dibahas sebelumnya pada Putaran Uruguay (1986 – 1994), dengan begitu menandai kelengkapan produk konferensi Bretton Woods selain IMF dan World Bank. Fungsi dari IMF dan World Bank sendiri adalah untuk menciptakan stabilisasi global dan mendanai pembangunan dunia. Sedangkan WTO sendiri merupakan lembaga internasional yang bertujuan untuk menciptakan stabilitas perdagangan dan berfungsi sebagai wasit dalam perdagangan internasional.



B. Pentingnya Sistem Moneter
Sistem Moneter Internasional atau juga biasa disebut sebagai
Regime Moneter Internasional berhubungan dengan aturan-
aturan, kebiasaan, instrumen-instrumen, fasilitas-fasilitas dan
organisasi untuk mempengaruhi pembayaran internasional.




Evaluasi Sistem Moneter Internasional

•Sistem Moneter Internasional yang baik
adalah yang dapat memaksimalkan aliran
perdagangan internasional dan investasi serta
membawa pada kondisi pemerataan
keuntungan perdagangan bagi negara-negara
di dunia.
•Sistem Moneter Internasional dapat
dievaluasi berdasarkan aspek-aspek
penyesuaian, likuiditas, dan kepercayaan.




• Penyesuaian menunjuk kepada proses dimana
ketidakseimbangan neraca pembayaran (balance
of payment) dapat diperbaiki.

• Likuiditas menyangkut jumlah assets cadangan
internasional yang tersedia untuk menanggulangi
sementara neraca pembayaran yang tidak
seimbang.

• Kepercayaan mengacu kepada pengetahuan
bahwa mekanisme penyesuaian bekerja secara
memadai dan cadangan internasional akan
terjaga nilai absolut dan relatifnya.

C. IMF dan peranannya dari masa ke masa
IMF didirikan pada tahun 1945, dengan ditandatanganinya pasal-pasal didalam pejanjian yang merupakan hasil dari konferensi Breetoon Woods tahun 1944 oleh 29 negara dan mulai beroperasi pada 1947. Peran IMF diantaranya yaitu:
1. Meningkatkan kerja sama moneter internasional menuju institusi yang permanen yang menyediakan jasa pelayanan konsultasi dan kolaborasi bagi masalah moneter internasional.
2. Memfasilitasi upaya perluasan dan pertumbuhan yang seimbang dari perdagangan internasional dan mendorong peningkatan derajat buruh dan memasukan sector rill dan mendorong sumber daya yang produktif sebagai objek utama bagi kebijakan ekonomi setiap Negara.
3. Meningkatkan stsbilitas nilai tukar dengan tujuan mengetur nilai tukar diantara para anggota serta mencegah terjadinya persaingan untuk melakukan depresiasi terhadap nilai tukar.
4. Membantu pembentukan system pembayaran yang bersifat multilateral yang bertujuan untuk memudahkan transaksi antar Negara anggota serta menghapus hambatan pertukaran asing yang akan mencegah pertumbuhan terhadap perdagangan dunia.
5. Kesempatan untuk memperbaiki persoalan dalam neraca pembayaran tanpa menggunakan langkah-langkah yang memperburuk kesejahteraan nasional dan internasional.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, IMF bertujuan untuk mempercepat penyelesaian krisis yang disebabkan oleh ketidakseimbangan neraca pembayaran Negara-negara anggota.
D. BANK DUNIA dan Peranannya


Bank Dunia sering disebut sebagai institusi “Breeton Woods”, karena didalam konferensi yang diselenggarakan di New Hampshire AS itulah Bank Dunia pertama kali dibentuk 66 tahun silam. Klien pertamanya adalah Prancis yang digelontori pinjaman senilai USD 250 miliar untuk rekonstruksi pasca perang. Bank Dunia bernama panjang International Bank for Recontruction and Development (IBRD) . Bank Dunia menitikberatkan pada pembangunan perekonomian. Fungsi utama Bank Dunia ialah memberikan pinjaman untuk proyek-proyek produktif dari rehabilitas demi pertumbuhan ekonomi di Negara-negara sedang berkembang yang menjadi anggotanya. Bank Dunia memiliki dua keanggotaan dalam menjalankan perannya, yaitu :
1. IFC (International Finance Corporation)
2. IDA (International Development Assosiation)
Keanggotaan Bank Dunia merupakan persyaratan keanggotaan IFC dan IDA. IFC didirikan pada tahun 1956 sebagai badan apilasi Bank Dunia dan mulai beroperasi pada tahun 1957. Tujuan pembentukan lembaga ini adalah:
1. Mengadakan kerja sama dengan investor swasta
2. Membantu membiayai perusahaan swasta untuk menunjang pembangunan.
3. Menghimpun kesempatan investasi bagi modal swasta (asing dan dalam negeri) dan memyediakan manajemen yang berpengalaman .
4. Mengendalikan dan meningkatkan arus modal swasta ke investasi yang produktif di Negara berkembang.

E. GATT sampai WTO
Pasca perang Dunia II,kperekonomian dunia mengalami keterlambatan yang cukup signipikan.Perbedaan pandangan politik ditengah terbentuknya dua blok baru antara kapitalisme dan komunisme,menyebabkan semakin mengutnya upaya proteksinisme perdagangan yang semakin menekan upaya perbaikan ekonomi pasca perang dunia.Kondisi ini mendorong beberapa negara yang memiliki tingkat perdangan dunia yang besar untuk menyusun sebuah sistem perdagangan multilateral yang kemudian memghasilkan sutu kesepakatan yang dikenal sebagai General Agreement on Tariff and Trade (GATT) pada tahun 1947.
Pada awalnya GATT ditujukan untuk membentk internasional Trade organization (ITO), suatu badan khusus PBB yang merupakan bagian dari sistem Bretton Woods (IMF dan Bank Dunia). Meskipun piagam ITO akhirnya disetujui dalam UN conference on treade development di Havana pada bulan Maret 1948, proses ratifikasi oleh lembaga-lembaga legislatif negara anggota tidak berjalan lancar. Tantangan serius berasal dari kongres AS, yang walauoun sedagai pencetus, AS memutuskan tinak meratifikasi piagam Havana, sehingga ITO secara efektif tidak dapat dilaksanakan. Meskipun demikian GATT tetap merupakan instumen multilateral yang mengatur perdagangan internasional.
Bersama berjalannya waktu,GAT semakin membuka diri kepada negara-negara lain untuk menjadi anggota.Pada tahun 1947,anggota GAT tercatat sebanyak 23 negara dan akhirnya terus berkembang menjadi 123 negara yang terlibat dalm putaran Uruguay pada tahun 1994.Dalam putaran Uruguay itu pulalah para negara anggota GAT sepakat untuk membentuk suatu lembaga baru yakni WTO.Setelah melewati masa transisi untuk memberikan kesempatan ratifikasi di tingkat nasional anggota,WTO secara resmi berdiri pada tanggal 1 januari 1995.Walau telah terbentuk organisasi baru dibidang perjanjian perdagangan internasional,GAT masih tetap ada sebagai “Payung perjanjian”di dalam WTO berdampingan perjanjian lain seperti General Agreemnt on Trade in Service(GATS) dan Agreement o Trade Related Aspect of intellectual Proparty Right (TRIPS).













Daftar Pustaka
Baswir, Revrisond. 2006. Mafia Berkeley. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Chossudovsky, Michel. 1998. The Globalisation of Poverty: Impact of IMF and World Bank Reform. Sidney: Pluto Press.
Gie, Kwik Kian. 2006. Kebijakan Ekonomi Politik dan Hilangnya Nalar. Jakarta: Kompas.
Hancock. Graham. 2005. Dewa-Dewa Pencipta Kemiskinan. Yogyakarta: Cindelaras
International Forum of Globalization. 2003. Globalisasi kemiskinan dan ketimpangan. Yogyakarta: Cindelaras.
Justice and Piece Institute. 2003. Fair Trade: Sebuah Alternatif Positif. Surakarta: Yayasan Samadi.
Khudori. 2004. Neoliberalisme Menumpas Petani: Menyingkap Kejahatan Industri Pangan. Yogyakarta: Resist Book.
Mubyarto. 2000. Membangun Sistem Ekonomi. Yogyakarta: BPFE.
Stiglitz, Joseph. 2003. Globalisasi dan Kegagalan Lembaga-Lembaga Keuangan Internasional. Jakarta: Ina Publikatama.
____________. 2006. Dekade Keserakahan: Era ’90-an san Awal Mula Petaka Ekonomi dunia. Tangerang: Marjin Kiri.

Zona Ekonomi Islam–Ada benang merah antara Stiglitz, pemenang Nobel ekonomi 2001, dengan Indonesia dan ekonomi syariah. Melalui buku-bukunya, Stiglitz banyak mengungkap berbagai persoalan yang secara langsung dan tidak langsung dihadapi Indonesia. Melalui bukunya pula, terkuak pemikiran Stiglitz yang entah disadarinya atau tidak, memiliki sudut pandang yang sama dengan ekonomi syariah.
Joseph E. Stiglitz adalah pemenang Nobel bidang ekonomi tahun 2001. Kemenangannya diraih atas penciptaan cabang teori baru yang disebut The Economics of Information yang banyak mengulas dampak asimetri informasi. (more…)
Pencarian yang terkait :
teori ekonomi syariah, apakah sistem nilai tukar uang bebas di indonesia mengikuti imf, cara efektif mengatasi kerugian dalam bank, cadangan devisa dalam perbankan syariah, mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia, teori penawaran kredit, TEORY BANK CENTRAL INDONESIA, pentingnya Indonesia untuk perekonomian dunia, pentingnya kredit, pentingnya perdagangan dalam ekonomi, penjelasan stiglitz toward, pengaruh ekonomi dunia terhadap pasar bebas, pentingnya sistem ekonomi, utang indonesia stiglitz, penetapan sistem kurs dalam kebijakan ekonomi indonesia, pendapat stiglitz tentang paradigma baru pembangunan ekonomi, peluang globalisasi, Menyiasati globalisasi dalam moneter, menguraikan sistem ekonomi indonesia dalam era global arah kebijakan ekonomi indonesia, Mekanisme transmisi syariah pada sistem moneter ganda di indonesia
Sektor Keuangan Syariah Perlu Lebih Banyak Regulasi
Filed under News Ekonomi Islam by Choir on 27 September 2010 at 06:15 no comments

Zona Ekonomi Islam–Sektor keuangan syariah memerlukan lebih banyak regulasi untuk dapat mendeteksi risiko lebih baik. Menurut Deloitte, terdapat sejumlah masalah terhadap sektor keuangan Timur Tengah, dimana beberapa perusahaan gagal melakukan best practice keuangan syariah.
Deloitte memaparkan hanya setengah dari perusahaan yang merspon survey bahwa sistem manajemen risiko telah sesuai. (more…)
Pencarian yang terkait :
regulasi sistem keuangan syariah, perkembangan perbankan syariah di inggris, manajemen keuangan syariah, keuangan syariah 2010, makalah keuangan internasional syariah, deloitte, manajement keuangan syariah, perkembangan keuangan syariah 2010, PERKEMBANGAN lembaga keuangan syariah di inggris, regulasi dalam sektor perbankan, regulasi perbankan syariah, sektor ekonomi inggris 2010, manajemen resiko keuangan syariah, manajemen perbankan, manajemen keuangan terhadap ekonomi syariah, ekonomi islam, keuangan internasional syariah, makalah manajemen keuangan menurut syariah, makalah regulasi sektor ekonomi, makalah sektor keuangan
RIBA DAN META EKONOMI ISLAM
Filed under Ekonomi Islam by Choir on 21 September 2010 at 01:57 no comments
Firman Allah : “Apa yang kamu berikan (pinjaman) dalam bentuk riba agar harta manusia betambah, maka hal itu tidak bertambah di sisi Allah” (QS.ar-Rum : 39)
Menurut pandangan kebanyakan manusia, pinjaman dengan sistem bunga akan dapat membantu ekonomi masyarakat yang pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi rakyat. Anggapan tersebut telah menjadi keyakinan kuat hampir setiap orang, baik ekonom, pemeritah maupun praktisi. Keyakinan kuat itu juga terdapat pada inetelektual muslim terdidik yang tidak berlatar belakang pendidikan ekonomi. Karena itu tidak aneh, jika para pejabat negara dan direktur perbankan seringkali bangga melaporkan jumlah kredit yang dikucurkan untuk pengusaha kecil sekian puluh triliun rupiah. (more…)
Pencarian yang terkait :
dampak riba secara makro, ayat alquran yang berhubungan dengan ekonomi islam, ekonomi makro menurut ekonomi islam, hubungan debitur dengan inflasi, dampak riba menurut pandangan islam, dampak riba menurut islam, inflasi tinggi menguntungkan debitur, perbedaan ekonomi makro secara islami dan ekonomi mikro secara islami, keuntungan debitur dan kreditur terhadap inflasi, surah-surah Al-Quran tentang ekonomi, ekonomi secara islami, surah yang membahas manusia yang menggunakan akalnya, tingkat bunga dalam ekonomi kapitalis, PANDANGAN KREDIT DALAM EKONOMI ISLAM, pandangan islam riba, pengertian meta ekonomi, Pinjam dalam al-quran, MAKALAH DAMPAK PENGANGGURAN EKONOMI ISLAM, pandangan islam mengenai kredit, pandangan islam mengenai ekonomi makro
IMF: Aset Perbankan Syariah 2016 Capai 1 Triliun Dolar
Filed under News Ekonomi Islam by Choir on 18 September 2010 at 00:41 no comments

NEW YORK-–Dana Moneter Internasional memperkirakan aset perbankan syariah akan tumbuh 15 persen per tahun, dimana aset tersebut akan berjumlah 1 triliun dolar AS pada 2016. Dalam satu dekade terakhir industri perbankan syariah adalah salah satu yang mengalami pertumbuhan tercepat di dunia keuangan global dengan pertumbuhan antara 10-15 persen per tahun.
Tingkat pertumbuhan perbankan syariah yang begitu cepat dimotori oleh meningkatnya permintaan dari umat muslim, meningkatnya pendapatan minyak di Timur Tengah, dan minat investor non muslim akan praktek perbankan beretika. (more…)
Pencarian yang terkait :
bagaimana peluang perbankan syariah di inggris, artikel tentang asuransi di negara berbasis islam dan islam minoritas, perbankan syariah di inggris, perbandingan asuransi negara berbasis islam dan islam minoritas, keberhasilan perbankan syariah, keberhasilan malaysia, asuransi berbasis syariah di negara timur tengah, aset keuangan syariah, aset bank-bank iran, pertumbuhan perbankan syariah di inggris
IMF: Peristiwa 11 September Membuat Bank Syariah Tumbuh Pesat
Filed under News Ekonomi Islam by Choir on 1 September 2010 at 00:31 no comments

JAKARTA–Meski peristiwa 11 September 2001 sempat digunakan oleh negara-negara Barat terutama Amerika Serikat untuk menyudutkan Islam, namun insiden itu memberikan hikmah tersendiri bagi bank-bank Islam. Dana Moneter Internasional (IMF) melaporkan insiden September kelabu itu justru membuat bank syariah di seluruh dunia meningkat pesat.
Pasalnya, para investor atau nasabah Muslim yang semula menyimpan uangnya di bank-bank konvensional di Amerika dan negara Barat lainnya khawatir dananya bakal dibekukan akibat peristiwa tersebut. (more…)
Pencarian yang terkait :
pengertian IMF, Bank Islam di negara-negara Barat, peristiwa ekonomi 2010, peristiwa 11 september wtc, pengaruh peristiwa AS 11 september 2001 terhadap bisnis di indonesia, kesan-kesan ekonomi dalam peristiwa 11 september 2001, kesan politik di barat akibat peristiwa 11 september 2001, kesan ekonomi peristiwa 11 september, kajian dampak peristiwa 11 september, info terakhir tentang peristiwa 11 september, Impak peristiwa 11 September 2001, dampak positif IMF, dampak peristiwa 11 september 2001 bagi islam, dampak 11september 2001, dampak 11 september bisnis di indonesia, tumbuhnya bank syariah terhadap bank konvensional
Bahaya Transaksi Derivatif
Filed under Ekonomi Islam by Choir on 14 August 2010 at 01:16 no comments
Ditulis oleh Agustianto

Sepanjang 1 abad belakangan ini, krisis keuangan terus terjadi dan berulang. Setelah didera krisis hebat sejak tahun 1929, ekonomi dunia tak pernah sepi dari krisis yang kekerapannya lebih dari 20 kali krisis. Kini di tahun 2008 perekonomian global kembali mengalami goncangan dahsyat. Bermula dari subprime mortgage crisis di Amerika Serikat (A.S.) tahun 2007 yang lalu, dalam waktu relatif singkat kemudian dalam tahun 2008 berubah menjadi tsunami keuangan yang melanda sistem dan pasar keuangan global, tak terkecuali pasar keuangan Indonesia. (more…)
Pencarian yang terkait :
Gordon Brown, instrumen derivatif, Maysir finance, sistem nilai tukar yang dianut Indonesia dan negara lainnya, transaksi derivatif
Page 1 of 3123»
MACAM-MACAM bank, pengertian syariah dan ruang lingkup syariah, HARAPAN MASA DEPAN PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH, mekanisme penetapan harga beras, kebutuhan dalam situasi darurat untuk menuju kesejahteraan, definisi produksi menurut para ahli, axa mandiri syariah, definisi sistem sosialis, pemahaman ekonomi dan keuangan syariah, Makalah produk bank islam, hadist berbisnis, hukum ekonomi islam, hukum ekonomi islam, pandangan islam dalam masyarakat dan sosial ekonomi, teori permintaan pada, pendapat imam mazhab mengenai wakaf uang, Hukum dan dalil jual beli salam, kedudukan kompilasi hukum islam, pengertian sistem ekonomi islam, makalah leasing, keseimbangan kepentingan individu dan sosial dalam ekonomi islam, produk kpr bni, sistem ekonomi kapitalis, Impak peristiwa 11 September 2001, pasar uang antar bank syariah, manajemen dlm aktivitas bisnis, kelemahan perbankan syariah, artikel penetapan harga produk, produk investasi pada bank syariah, berikan contoh perusahaan tenaga kerja yang intensif, buku karangan al imam an nasai, pengertian tentang ayat ayat hukum, faktor teori permintaan, Keuntungan kpr syariah, definisi wadiah dan wakalah, keuntungan bri syariah, istilah-istilah ekonomi, pengambilan untung sebanyak-banyaknya dari orang lain, makalah wadiah dan wakalah, perbankan syariah di indonesia, pengertian ushul fiqh pada masa kontemporer, hukum ekonimi menurut islam, basyarnas, macam pasar modal, MACAM MACAM PASAR MODAL, koperasi syariah batam, definisi sosialisme dan komunisme, negara mana pengguna mata uang emas, Objek HAKI, artikel motif ekonomi

Sejak zaman dulu emas telah digunakan sebagai medium pertukaran. Kerajaan Yunani dan Romawi menjadikan emas sebagai alat pertukaran, dan tradisi tersebut diteruskan sampai ke zaman Mercantile (sekitar abad 19). Dalam sejarah telah terdapat beberapa sistem kurs yang ditetapkan untuk mencari sistem kurs yang ideal.

Mekanisme untuk menentukan kurs juga dapat dikategorikan menjadi beberapa kelompok, yaitu: Mengambang bebas, Float yang dikelola, Perjanjian Zona Target Tertentu, Dikaitkan dengan Mata Uang Lain, Dikaitkan dengan kelompok mata uang lain, Dikaitkan dengan Indikator Tertentu, dan Sistem Kurs Tetap.

Limabelas negara Eropa sepakat untuk membentuk kerjasama dalam penentuan kurs pada Sistem Moneter Eropa. Negara-negara tersebut terlibat perdagangan satu sama lain cukup besar sehingga kurs yang stabil diharapkan akan sangan membantu perdagangan antar negara Eropa. Perkembangan sistem moneter Eropa dapat memberikan pelajaran mengenai pentingnya koordinasi moneter antar negara.

IMF dan Bank Dunia merupakan dua lembaga yang dibentuk melalui perjanjian Bretton Woods pada tahun 1944 setelah perang dunia kedua berakhir. IMF merupakan lembaga kunci dalam sistem moneter internasional karena IMF membantu negara anggotanya mempertahankan kurs atas tekanan musiman, siklus, atau kejadian random.

SEJARAH SISTEM MONETER INTERNASIONAL

Zaman Emas (1876-1913)

Perdagangan yang semakin meningkat membuat kebutuhan sistem pertukaran yang lebih formal menjadi semakin terasa. Standar emas pada dasarnya menetapkan nilai tukar mata uang negara berdasarkan emas. Pemerintah atau Negara yang bersangkutan harus menjaga persediaan emas yang cukup untuk menjamin jual-beli emas. Jika pemerintah negara lain juga menetapkan nilai mata uangnya berdasarkan, maka kurs antar dua mata uang bisa ditentukan.

Karena nilai emas terhadap barang lain tidak banyak berubah dalam jangka panjang, stabilitas nilai uang dan kurs mata uang tidak banyak berfluktuasi dalam jangka panjang.

Bagaimana Mekanisme Emas Berjalan

Standar emas berbeda dengan mata uang fiat (fiat money). Dalam mata uang fiat, nilai mata uang ditentukan berdasarkan kepercayaan terhadap kemauan pemerintah menjaga integritas mata uang tersebut. Seringkali kepercayaan tersebut disalahgunakan. Pemerintah tertentu selalu tergoda menerbitkan uang baru, karena biaya produksi penerbitan tersebut praktis nol.

Dengan menggunakan standar emas, nilai mata uang didasarkan pada emas. Pemerintah tidak bisa seenaknya menambah jumlah uang yang beredar, karena suplai uang dibatasi oleh suplai emas. Mekanisme penyesuaian kurs dalam standar emas bisa digambarkan melalui mekanisme price-specie-flow mechanism (specie merujuk ke mata uang emas).

Dengan proses tersebut kurs mata uang bisa terjaga selama negara-negara di dunia memakai emas sebagai standar nilai uangnya. Inflasi yang berkepanjangan tidak akan terjadi dalam situasi semacam itu.

Periode Perang Dunia 1914-1944

Standar emas hancur waktu perang dunia 1 pecah. Mata uang praktis ditetapkan atas dasar emas atau mata uang lainnya dengan longgar. Beberapa usaha kembali ke standar emas dilakukan sesudah perang dunia 1 berakhir.

Emas hanya diperdagangkan dengan bank sentral, bukan pribadi. Kurs mata uang ditetapkan berdasarkan emas. Sesudah tahun 1934 dan sesudah perang dunia kedua, konvertibilitas mata uang yang bisa ditukarkan (konvertibel) dengan mata uang lainnya.

Periode Kurs Tetap

Periode ini dimulai dengan perjanjian Bretton Woods. Melalui perjanjian ini, semua negara menetapkan nilai tukar mata uangnya berdasarkan emas, tetapi tidak diharuskan memenuhi konvertibilitas mata uang mereka dalam emas.

Negara anggota diminta menjaga kursnya dalam batas 1% (naik atau turun) dari nilai par, dan bersedia melakukan intervensi untuk menjaga kurs tersebut. IMF membantu negara anggotanya dalam rangka menjaga kurs mata uangnya.

Tekanan spekulasi menyebabkan sistem kurs tetap tidak layak lagi dipertahankan. Pasar keuangan dunia sempat tutup selama beberapa minggu pada bulan Maret 1973. Ketika pasar tersebut dibuka, kurs mata uang dibiarkan mengambang sampai ke kurs yang ditentukan oleh kekuatan pasar.

Post Bretton Woods (1973) - sekarang

Setelah kurs dibiarkan mengambang, fluktuasi kurs mata uang dunia menjadi semakin tinggi dan semakin sulit diprediksi. Kejadian penting pertama setelah Bretton Woods berakhir adalah embargo minyak negara OPEC yang cukup sukses (Oktober 1973). Pada tahun 1974 harga minyak cenderung melakukan kebijakan sangat tajam.

Kurs dollar dan juga kurs mata uang lainnya, di masa mendatang akan berfluktuasi sama seperti sekitar dua puluh tahun terakhir ini. Selama tidak ada patokan yang pasti, kurs mata uang di masa mendatang akan mengalami fluktuasi yang tidak bisa diprediksi.

Beberapa ekonom mulai menganjurkan kembali ke sistem kurs tetap. Tetapi sampai saat ini belum ada model yang ideal yang sesuai dengan kondisi saat ini, yang bisa menjamin stabilitas kurs. Sistem yang ideal akan mencakup dua hal :

1. Sistem harus kredibel (bisa dipercaya)
2. Sistem harus mempunyai mekanisme stabilitas harga yang otomatis (built in)

Sistem yang ideal diharapkan bisa memunculkan mata uang dengan karakteristik :
1. Nilai yang stabil. Nilai yang stabil merupakan karakteristik yang diinginkan karena bisa membuat transaksi bisnis menjadi lebih mudah diperhitungkan.
2. Bisa dipertukarkan dengan mudah. Lalu lintas modal yang lancer merupakan karakteristik yang diinginkan.
3. Kebijakan Moneter yang independent. Kebijakan Moneter ditentukan oleh setiap negara untuk mencapai tujuan ekonomi yang ditetapkan atau diprioritaskan negara tersebut.

SISTEM PENETAPAN KURS

Mekanisme penentuan kurs bisa dikategorikan menjadi beberapa kelompok :

Free Float (Mengambang Bebas)

Berdasarkan sistem ini, kurs mata uang dibiarkan mengambang bebas tergantung kekuatan pasar. Beberapa faktor yang mempengaruhi kurs, misal inflasi, pertumbuhan ekonomi, inflasi akan digunakan oleh pasar dalam mengevaluasi kurs mata uang negara yang bersangkutan. Jika variable tersebut berubah, atau penghargaan terhadap variable tersebut berubah, kurs mata uang akan berubah. Sistem mengambang bebas juga disebut sebagai clean float.

Float yang dikelola (Managed Float)

Sistem mengambang bebas mempunyai kerugian karena ketidakpastian kurs cukup tinggi. Sistem float yang dikelola, yang sering disebut juga sebagai dirty float, dilakukan melalui campur tangan Bank Sentral yang cukup aktif.

Bank Sentral kemudian akan melakukan intervensi jika kurs yang terjadi di luar batasan yang telah ditetapkan. Beberapa bentuk intervensi :
a. Menstabilkan fluktuasi harian. Bank Sentral melakukan cara ini dengan tujuan menjaga stabilitas kurs agar perubahan kurs cukup teratur.
b. Menunda kurs (leaning against the wind). Melalui cara ini bank sentral melakukan intervensi dengan tujuan mencegah atau mengurangi fluktuasi jangka pendek yang cukup tajam, yang diakibatkan oleh kejadian yang sifatnya sementara.
c. Kurs tetap secara tidak resmi (unofficial pegging). Melalui cara ini Bank Sentral melawan kekuatan pasar dengan menetapkan (secara resmi) kurs mata uangnya.

Perjanjian Zona Target Tertentu

Melalui perjanjian ini, beberapa negara sepakat untuk menentukan kurs mata uangnya secara bersama dalam wilayah kurs tertentu. Jika kurs melewati batas atas atau batas bawah, Bank Sentral negara yang bersangkutan akan melakukan intervensi.

Dikaitkan dengan Mata Uang Lain

Sekitar 62 negara dari 162 negara anggota IMF mengkaitkan nilai mata uangnya terhadap mata uang lainnya. Sebagian mengkaitkan nilai mata uangnya terhadap mata uang negara tetangga.

Dikaitkan dengan kelompok mata uang lain

Sekitar 21 negara mengkaitkan mata uangnya terhadap kelompok mata uang lainnya. Basket, kelompok, atau portofolio mata uang tersebut biasanya terdiri dari mata uang partner dagang yang penting. 19 negara mengkaitkan nilai mata uangnya terhadap portofolio yang mereka buat sendiri.

Dikaitkan dengan Indikator Tertentu

Dua negara, Chili dan Nikaragua, mengkaitkan mata uangnya terhadap indikator tertentu, seperti kurs riil efektif, kurs yang telah memasukkan inflasi terhadap partner dagang mereka yang penting.

Sistem Kurs Tetap

Di bawah sistem kurs tetap, pemerintah atau Bank Sentral menetapkan kurs secara resmi. Kemudian Bank Sentral akan selalu melakukan intervensi secara aktif untuk menjaga kurs yang telah ditetapkan tersebut.
Jika kurs resmi dirasakan sudah tidak sesuai dengan kondisi fundamental ekonomi negara tersebut, devaluasi atau revaluasi dilakukan. Cara yang bisa dilakukan selain devaluasi adalah :
1. Pinjaman asing
2. Pengetatan
3. Pengendalian harga dan upah
4. Pembatasan aliran modal keluar

SISTEM MONETER EROPA (EUROPEAN MONETARY SYSTEM ATAU EMS)

Unit Mata Uang Eropa (European Currency Unit atau ECU) dan Mekanisme Kurs (Exchange Rate Mechanism)

ECU merupakan portofolio (basket) yang terdiri dari mata uang negara angora EMD. Nilai ECU merupakan rata-rata tertimbang nilai masing-masing mata uang anggota, dengan bobot ditentukan berdasrkan kekuatan relative perekonomian negara tersebut. ECU bisa berfungsi sebagai unit moneter, alat penyelesaian transaksi, dan sebagai cadangan negara anggota.

Mekanisme kurs Eropa (ERM atau European Rate Mechanism) merupakan proses penentuan kurs antarmata uang negara anggota. ERM atau mekanisme kurs mempunyai tiga karakteristik : Penetapan kewajiban setiap anggota untuk memelihara kurs, Penyediaan dana dalam rangka menjaga stabilitas kurs, dan Penentuan kurs yang baru atas kesepakatan bersama jika kondisi ekonomi mengharuskan demikian.

Inti dari mekanisme penetuan kurs dalam Sistem Moneter Eropa adalah dikaitkannya nilai setiap mata uang terhadap ECU.

Masa Depan Sistem Moneter Eropa

Menurut kesepakatan, negara Eropa akan membentuk Uni Moneter Eropa (European Monetary Union atau EMU) secara penuh, yang mempunyai satu bank sentral yang akan menerbitkan mata uang bersama pada tahun 1999 (disebut mata uang Euro). Kesepakatan tersebut mengharuskan integrasi dan koordinasi dalam kebijakan moneter dan fiskal negara anggotanya. Sebelum menjadi anggota, negara Eropa harus memenuhi standar sebagai berikut ini :
1. Inflasi nominal tidak boleh lebih dari 1,5% di atas rata-rata tiga anggota dengan inflasi paling kecil tahun yang lalu.
2. Tingkat bungan jangka panjang tidak boleh lebih dari 2 % di atas rata-rata tiga anggota dengan tingkat bungan paling bawah.
3. Defisit fiskal tidak boleh lebih dari 3% dari GNP.
4. Utang pemerintah tidak boleh lebih dari 60% dari GNP.

IMF (INTERNATIONAL MONETARY FUND)

IMF dan Bank Dunia merupakan dua lembaga yang dibentuk melalui perjanjian Bretton Woods pada tahun 1944 setelah perang dunia kedua berakhir. IMF merupakan lembaga kunci dalam sistem moneter internasional. IMF membantu negara anggotanya mempertahankan kurs atas tekanan musiman, siklus, atau kejadian random.

IMF didanai oleh setiap anggotanya dengan kuota yan gditetapkan berdasarkan perkiraan pola perdagangan sesudah Perang Dunia kedua. IMF menciptakan mata uang (reserve) baru yang dinamakan sebagai Special Drawing Right (SDR). Mata uang tersebut menjadi unit rekening untuk IMF maupun organisasi regional dan internasional lainnya. Mata uang tersebut juga dipakai sebagai dasar dalam penentuan kurs oleh beberapa negara. Negara lainnya memegang SDR dalam bentuk deposito di IMF.

Pembicaraan mengenai sistem moneter internasional akan memberi latar belakang penentuan kurs mata uang dunia. Saat ini sebagian besar negara dunia, terutama negara besar, menggunakan sistem kurs mengambang. Tetapi nampaknya sistem kurs mengambang bukan pilihan terbaik, karena mendorong fluktuasi kurs yang lebih tinggi.

Fluktuasi yang lebih tinggi tersebut membuat perhitungan bisnis, biaya manajemen valuta asing menjadi semakin tinggi. Sistem kurs tetap nampaknya cukup ideal, tetapi sistem tersebut nampaknya sulit dipertahankan. Sejarah menunjukkan kegagalan sistem kurs tetap karena beberapa alasan, khususnya ketidakseragaman kebijakan perekonomian dan moneter negara di dunia.

sumber : http://catatankuliahdigital.blogspot.com/2009/10/sistem-moneter-internasional.html
Masa depan IMF dalam perekonomian Asia
Oleh: Dewi Astuti, Erna S. U. Girsang, & M. Munir Haikal
International Monetary Fund (IMF) mengajukan diri untuk meningkatkan peran dalam perekonomian Asia. Apakah IMF masih memiliki masa depan yang cerah di kawasan ini?Pekan ini, selama 2 hari, 12 Juli sampai 13 Juli, para pemimpin Asia menggelar Konferensi Tingkat Tinggi (Asia 21 Conference ) bertajuk Asia: Leading The Way Forward, Reflecting Asia’s Economic Dynamism And Global Leadership Role In The 21st.
Sebagai tuan rumah, IMF dan Korsel menggelar perhelatan itu di Daejeon, pusat teknologi dan ilmu pengetahuan negara itu. Pertemuan itu meninjau kembali peran dan hubungan IMF di Asia selama krisis keuangan pada 1990-an, serta peningkatan peran IMF ke depan.
Keinginan IMF menambah peran di Asia sangat kuat. Bahkan, dalam pidatonya pada hari pertama Managing Director Dominique Strauss Kahn menyampaikan kembali pengakuan mengenai beberapa kesalahan kebijakan lembaga itu selama krisis Asia pada 1998.
“Kami belajar dari kesalahan masa lalu.”
Dia juga mengatakan komitmennya menuntaskan reformasi kuota 5% untuk negara berkembang, meski tidak mudah menyatukan pandangan dalam dewan kebijakan. Negara yang kuotanya berlebihan dikurangi dan diseimbangkan dengan negara lain.
Asia, jelasnya, perlu mengantisipasi dampak dari pergerakan arus modal yang sangat cepat, karena sistem perekonomian negara yang sudah sangat terbuka. Untuk ini dia berjanji memastikan akan memperkuat sistem peringatan dini.
“Kami akan bekerja keras menjadikan analisis lembaga ini berguna bagi kawasan Asia. Kami akan berupaya keras untuk meningkatkan efektivitas dan penngawasan dari nasihat kebijakan yang diberikan oleh IMF,” ujarnya.
Kahn juga memastikan akan memperkuat jaringan pengaman global sehingga pihaknya akan bekerja sama lebih erat dengan negara di kawasan Asia. IMF sedang mengkaji sejumlah opsi untuk memperkuat mekanisme dalam mencegah krisis dan memitigasi dampak sistemik. Tidak tanggung-tanggung, dia mengatakan telah menyiapkan paket reformasi [kuota] pada 2008 dan akan menyempurnakan lagi pada G-20 Summit di Seoul pada November untuk kepentingan negara berkembang dari total 186 negara anggota.
Sampai 28 Februari 2010, valuasi kuota IMF mencapai US$333 miliar. Pada saat yang sama, IMF juga memiliki komitmen penyaluran pinjaman senilai US$191 miliar, sedangkan jumlah dana yang belum disalurkan mencapai US$121 miliar.
Citra negatif
Chief Economist Regional Surabaya PT Bank BNI Tbk Ikhsan Modjo mengatakan hubungan Asia dan IMF mulai retak pascakrisis moneter pada akhir 1990-an, karena anjuran agen kredit multilateral itu dinilai memperburuk situasi perekonomian.
Selain citra IMF yang negatif dari sisi intervensi terhadap negara penerima pinjaman, jelasnya, lembaga itu sudah diibaratkan sebagai rumah sakit, sehingga jika sudah mendapatkan kredit maka peringkat investasi atau indeks kepercayaan atas negara itu dapat turun.
Di luar itu, negara-negara di Asia sudah memiliki strategi lain dalam mengatasi kekurangan cadangan devisa, dengan diversifikasi cadangan, membentuk perjanjian konversi mata uang, seperti yang dilakukan Asean, China, Jepang, dan Korsel, melalui Chiang May Initiative.
Beberapa pemerintah, termasuk Indonesia, jelasnya, enggan membicarakan kemungkinan meminjam dana dari IMF dalam pertemuan terbuka karena sangat sensitif dan dapat menuai citra negatif. Ini menjadi tantangan besar bagi kreditur multilateral itu.
Kepercayaan Asia terhadap IMF, tambahnya, juga belum membaik karena dominasi anggota dewan direksi dan staf yang masih berasal dari Eropa, sehingga selama resesi negara yang menggunakan fasilitas IMF hanya dari negara berkembang di Eropa.
Harapan atas peningkatan peran IMF di Asia disampaikan Menteri Keuangan Korsel Jeung- Hyun Yoon, di Daejeon, meskipun dia mengemukakan sampai saat ini IMF belum sepenuhnya mengutamakan perannya memastikan stabilitas dan mendukung pertumbuhan di Asia.
Namun, dia menyampaikan keyakinannya atas kemampuan IMF menyiapkan dan memperkuat jaring pengaman keuangan di dunia, meskipun lagi-lagi dalam Spring Meeting IMF di Washington DC pada April lalu, Komite Keuangan dan Moneter Internasional belum mampu memfinalisasi reformasi kuota sebesar 5%.
IMF hanya berjanji akan merampungkan agenda itu sebelum Januari 2011. Padahal, Asia membutuhkan kebijakan efektif, termasuk akses kredit yang fleksibel (flexible credit line/ FCL) untuk pasokan likuiditas selama sistem mengalami krisis.
Menanggapi hal ini, Karn mengatakan perlu ada penanganan yang tepat dan mengingatkan supaya pertumbuhan ekonomi tidak terlalu bergantung kepada pasar tradisional sehingga perlu dikembangkan pasar baru.
Jeung-Hyun Yoon mengatakan langkah lain yang bisa ditempuh IMF mengambil hati Asia adalah meningkatkan diversifikasi staf lembaga itu karena selama ini masih didominasi Eropa.
Peserta pertemuan itu mengaminkan bahwa cadangan devisa dan kebijakan nilai tukar perlu penanganan dan jaminan secara serius, sehingga peran lembaga seperti IMF tidak dapat diabaikan, apalagi ekspor menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Asia.
Gubernur Bank Sentral Korea (Bank of Korea) Kim Choong Soo menilai pertumbuhan Asia didukung oleh pertumbuhan ekspor. Namun, dia menyadari perlunya upaya untuk pertumbuhan domestik dengan meningkatkan konsumsi.
“Sejumlah negara berkembang mempunyai opsi untuk mengakumulasi cadangan devisa guna menghadapai krisis. Tetapi merupakan biaya tinggi sehingga ini bukan merupakan pilihan yang terbaik. Adanya global safety net merupakan pilihan yang baik buat semua negara,” jelasnya.
Pertemuan ini memang menunjukan adanya sinyal dari Asia untuk memberikan kesempatan berperan dalam perekonomian kawasan pada masa mendatang, tetapi tentu pengalaman buruk selama krisis moneter diharapkan tidak akan terulang lagi. (dewi.astuti@bisnis.co.id/erna.girsang@bisnis.co.id/munir.haikal@bisnis.co.id)


PERAN IMF DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA
Pola dan proses dinamika pembangunan ekonomi di suatu negara ditentukan oleh banyak faktor baik domestik mapun eksternal. Faktor-faktor domestik antara lain kondisi fisik (termasuk iklim), lokasi geografis, jumlah dan kualitas sumber daya alam (SDA), dan sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki, kondisi awal ekonomi, sosial dan budaya, sistem politik, serta peranan pemerintah di dalam ekonomi. Adapun faktor-faktor eksternal di antaranya adalah perkembangan teknologi, kondisi perekonomian dan politik dunia, serta keamanan global.
Dari pengalaman di berbagai negara menurut Tulus T.H. Tambunan mungkin dapat dikatakan yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi bukan “warisan” dari negara penjajah, melainkan orientasi politik, sistem ekonomi, serta kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh rezim pemerintah yang berkuasa setelah lenyapnya kolonialisasi. Pengalaman Indonesia sendiri menunukkan bahwa pemerintahan orde lama, rezim yang berkuasa menerapkan sistem ekonomi tertutup dan lebih menguatkan militer dari pada ekonomi. Ini semua menyebabkan ekonomi nasional pada masa itu mengalami stagnasi, pembangunan praktis tidak ada. Walaupun ideology Indonesia adalah Pancasila namun pengaruh ideology komunis pada waktu itu sangat kuat. Indonesia umumnya memilih haluan politik berbau komunis sebagai refleksi dari perasaan anti kolonialisme dan anti imperialisme.
Transisi pemerintahan dari orde lama ke orde baru berpenaruh pada paradigma pembangunan ekonomi dari yang berhaluan sosialis ke kapitalis-liberal. Pemerintahan orde baru menjalin kembali hubungan baik dengan Barat dan menjauhi ideologi komunis. Indonesia juga kembali menjadi anggota PBB dan anggota lembaga-lembaga dunia lainnya seperti Bank Dunia dan IMF. IMF yang didirikan sebagai hasil konferensi Bretton Woods pada tahun 1944 secara umum mempunyai tujuan memberi bantuan kepada negara anggota yang membutuhkan. Kesemuanya itu akan dapat memberi peluang memperbaiki ketidakseimbangan neraca pembayarannya tanpa mengambil jalan yang merusak neraca pembayaran nasional atau internasional.
Indonesia dan IMF
Indonesia pada masa orde baru kembali menjadi anggota IMF dilakukan pada masa Kabinet Ampera untuk melaksanakan pokok-pokok kebijakan stabilisasi dan rehabilitasi. Kondisi merupakan awal terjadinya bantuan IMF hingga sekarang. Setiap tahun, Indonesia mendapatkan bantuan dari IGGI (Inter Government Group on Indonesia) yang di dalamnya terkait dengan bantuan Bank Dunia. Sesudah IGGI berubah menjadi CGI , maka di dalamnya juga terkait bantuan IMF dan Bank Dunia dengan bantuan sekitar US$ 5 Milyar setiap tahunnya. Sejak terjadi krisis tahun 1997 Indonesia telah meminta bantuan IMF dengan paket bantuan senilai US$ 23 Milyar. Kondisi perekonomian nasional era orde baru lmenjadi lebih baik karena perubahan pada orientasi kebijakan ekonomi dari sistem sosialis ke sistem kapitalis.
Era reformasi kemudian mewarnai arena perpolitikan dalam negeri, IMF melalui Stanley Fisher (Wakil Dierektur IMF) yang didampingi Hubert Neiss (Direktur IMF untuk Asia Timur dan Pasifik) melakukan wawancara secara terpisah dengan pimpinan lima partai besara waktu itu yaitu PDIP, Golkar, PKB, PPP dan PAN. Dari hasil wawancara dianggap telah mewakili gambaran pemerintahan Indonesia pasca Pemilu 1999. dengan demikian hampir dapat dipastikan bahwa Indonesia masih sangat tergantung pada bantuan luar negeri dan sulit melepaskan diri dari pengaruh IMF . Begitu pula pemerintahan SBY dengan menghadirkan sosok Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan yang notabene mantan pejabat IMF.
Ketergantugan yang Tinggi
Pertanyaan yang timbul diajukan berdasar paparan sebelumnya bahwa kenapa Indonesia begitu sangat bergantung pada campur tangan IMF? Dari sisi historis pengalaman Indonesia mengambil haluan ideologi sosialis terbukti telah gagal di samping beberapa faktor. Indonesia kemudian mengambil jalan ekonomi yang terbuka yang dimungkinkannya kerja sama dengan berbagai pihak termasuk IMF. Adam Smith dalam pandangannya menghendaki negara membiarkan kekuasaan membuat keputusan-keputusan ekonomi berada di tangan orang-orang ekonomi itu sendiri. Jika perekonomian itu bebas maka para pengusaha akan menggunakan modalnya untuk usaha-usaha yang paling produktif dan pembagian pembagian pendapatan dapat menemukan sendiri tingkatnya yang wajar di pasar.
Tidak bisa dipungkiri bahwa hingga sekarang tingkat ketergantungan Indonesia kepada pengaruh IMF sangat tinggi, karena pada dasarnya Indonesia terbantu dengan bantuan luar negeri ini. Sistem ekonomi yang liberal memberi potensi bagi suatu negara untuk membuka pintu kerja sama yang luas yang kemudian menjelma menjadi arena transaski internasional secara bebas.
Sebagai negara dengan perekonomian terbuka, Indonesia tidak dapat menghindar dari proses globalisasi ekonomi dunia. Dampak utama dari proses globalisasi ekonomi adalah berubahnya konsep perdagangan internasional dalam menentukan pola perdagangan dan produksi suatu negara. Ketergantungan Indonesia yang tinggi semakin terasa ketika Indonesia tidak mampu megatasi sendiri krisisnya yang berujung pada kebutuhan bantuan dari IMF melalui mekanisme utang luar negeri.
DAFTAR PUSTAKA
Ikbar, Januar Ekonomi Politik Internasional Konsep dan Teori Bandung: Refika Aditama, 2006
Latief, Dochak Pembangunan Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi Global Surakarta: UMS Press, 2002
Perwita, A.A. Banyu & Yani, Y.M Pengantar Ilmu Hubungan Internasional Bandung: Rosda, 2005
Sjahrir Kebijakan Negara Mengantisipasi Masa Depan Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1994
Tabb, William K. Tabir Politik Globalisasi Yogyakarta: Lafadl Pustaka, 2006
Tambunan, Tulus T.H. Perekonomian Indonesia Teori dan Temuan Empiris Jakarta: Ghalia Indonesia, 2001

Apakah IMF itu?
Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) adalah organisasi internasional yang bertanggungjawab dalam mengatur sistem finansial global dan menyediakan pinjaman kepada negara anggotanya untuk membantu masalah-masalah keseimbangan neraca keuangan masing-masing negara. Salah satu misinya adalah membantu negara-negara yang mengalami kesulitan ekonomi yang serius, dan sebagai imbalannya, negara tersebut diwajibkan melakukan kebijakan-kebijakan tertentu, misalnya privatisasi badan usaha milik negara.
Dari negara-negara anggota PBB, yang tidak menjadi anggota IMF adalah Korea Utara, Kuba, Liechtenstein, Andorra, Monako, Tuvalu dan Nauru.


Lembaga ini berawal ketika PBB mensponsori Konferensi Keuangan dan Moneter di Bretton Woods, New Hampshire, Amerika Serikat pada tanggal 22 Juli, 1944. Artikel tentang Perjanjian IMF berlaku mulai 27 Desember 1945, dan organisasi IMF terbentuk pada bulan Mei 1946, sebagai bagian dari rencana rekonstruksi pasca Perang Dunia II dan memulai operasi finansial pada 1 Maret 1947.
Lembaga ini, bersama Bank untuk Penyelesaian Internasional dan Bank Dunia, sering pula disebut sebagai institusi Bretton Woods. Ketiga institusi ini menentukan kebijakan moneter yang diikuti oleh hampir semua negara-negara yang memiliki ekonomi pasar. Sebuah negara yang menginginkan pinjaman dari IMF, keistimewaan BIS serta pinjaman pembangunan Bank Dunia, harus menyetujui syarat-syarat yang ditentukan oleh ketiga institusi ini.
IMF adalah lembaga pemberi pinjaman terbesar kepada Indonesia. Lembaga internasional ini beranggotakan 182 negara. Kantor pusatnya terletak di Washington. Misi lembaga ini adalah mengupayakan stabilitas keuangan dan ekonomi melalui pemberian pinjaman sebagai bantuan keuangan temporer, guna meringankan penyesuaian neraca pembayaran. Sebuah negara akan meminta dana kepada IMF ketika sedang dilanda kiris ekonomi. Pinjaman tersebut terkait erat dengan berbagai persyaratan, yang disebut kondisionalitas. Mata uang IMF adalah SDR — Special Drawing Rights. Mulai 20 Agustus 1998, 1 SDR = US$ 1,33.
IMF dijuluki ‘organisasi internasional paling berkuasa di abad 20, yang sangat besar pengaruhnya bagi kesejahteraan sebagian besar penduduk bumi’. Ada pula yang mengolok-olok IMF sebagai singkatan dari ‘institute of misery and famine’ (lembaga kesengsaraan dan kelaparan). Sebagaimana halnya Bank Dunia, lembaga ini dibentuk sebagai hasil kesepakatan Bretton Woods setelah Perang Dunia II. Menurut pencetusnya, Keynes dan Dexter White, tujuannya adalah ‘menciptakan lembaga demokratis yang menggantikan kekuasaan para bankir dan pemilik modal internasional’ yang bertanggung jawab terhadap resesi ekonomi pada dekade 1930-an. Akan tetapi peran itu sekarang berbalik 180 derajat, setelah IMF dan Bank Dunia menerapkan model ekonomi neo-liberal yang menguntungkan para pemberi pinjaman, bankir swasta dan investor internasional. Lembaga keuangan tersebut dikecam sebagai tak lebih dari perpanjangan kebijakan luar negeri Amerika Serikat.
IMF diserang kritik
Selama bertahun-tahun IMF dikecam karena meningkatkan kemiskinan dan ketidakstabilan. Laporan-laporan terbaru dari Kongres AS dan Parlemen Inggris juga memberikan kecaman pedas terhadap tindakan-tindakan IMF. Kepala ahli Ekonomi Bank Dunia, Joseph Stiglitz, sangat mengecam IMF atas perannya dalam krisis Asia. Di Indonesia, IMF dituding sebagai biang keladi kepanikan yang berbuntut pada krisis keuangan, setelah ia memaksa penutupan 16 bank dan membuat kesepakatan restrukturisasi besar-besaran yang mengakibatkan investor panik. Kendati sejak musim gugur 1999 IMF menempuh langkah pengurangan kemiskinan sebagai sasaran utama, masih perlu dicermati seberapa kuat daya penyembuhnya.
Menurut laporan staf IMF sendiri: “Sering didapati bahwa program-program (IMF) diikuti oleh meningkatnya inflasi dan anjloknya tingkat pertumbuhan” (Khan 1990). Institut Pembangunan Luar Negeri (ODI) Inggris menyimpulkan bahwa program-program IMF mengandung ‘pengaruh terbatas kepada pertumbuhan ekonomi,’ ‘mengurangi pendapatan riil’, ‘gagal memicu arus modal masuk,’ ‘tidak begitu berdampak terhadap angka inflasi’, ‘memangkas tingkat investasi’, ‘berbiaya sosial besar,’ ‘menciptakan destabilisasi politik.’
Bagaimana pinjaman berlaku
Ada beberapa macam pinjaman;
SBA – standby arrangements: pinjaman jangka pendek 1-2 tahun
EFF – extended fund facility: pinjaman jangka menengah 3 tahun dengan peninjauan sasaran setiap tahun.
SAF – structural adjustment facility: pinjaman jangka menengah dengan konsesi tertentu selama tiga tahun bagi negara-negara berpendapatan rendah.
ESAF – enhanced structural adjustment fund: mirip SAF, tapi berbeda cakupan dan rentang persyaratannya.
Amerika Serikat mengontrol pembuatan keputusan di IMF melalui hak votingnya, sesuai dengan besarnya hak suara yang dimiliki yakni 17.81%. Angka tersebut cukup memberinya hak untuk memveto kebijakan IMF. Selain AS, tidak ada negara yang mempunyai lebih dari 6% hak suara dan mayoritas negara anggota mempunyai kurang dari 1%. Pinjaman IMF dianggap sebagai sesuatu yang ‘keramat’; yang tidak bisa dilalaikan oleh suatu negara.
Persyaratan – obat IMF
Nota Kesepakatan atau Letter of Intent (LoI) adalah dokumen yang menetapkan apa yang harus dilakukan oleh sebuah negara agar bisa memperoleh pinjaman IMF. LoI didahului dengan negosiasi antara kementerian keuangan negara yang bersangkutan dan IMF. Dokumen tersebut biasanya ditandatangani oleh Menteri Keuangan dan kepala bank sentral. LoI memuat kebijakan-kebijakan berskala besar yang harus diimplementasikan oleh pemerintah. Tidak jarang, LoI sangat jauh jangkauannya. Unsur-unsurnya sering mencakup, antara lain: sasaran anggaran berimbang, sasaran-sasaran pengadaan uang dan inflasi, kebijakan nilai tukar uang, keseimbangan perdagangan dan kebijakan perdagangan, reformasi hukum perburuhan, reformasi struktur PNS, privatisasi, dan perubahan perundang-undangan. Kadang-kadang Memorandum tambahan disertakan pada LoI.
IMF menambahkan syarat-syarat pada pinjamannya. Dalam jangka pendek, umumnya IMF menekankan kebijakan-kebijakan berikut:
devaluasi nilai tukar uang, unifikasi dan peniadaan kontrol uang; liberalisasi harga: peniadaan subsidi dan kontrol; pengetatan anggaran.
Dalam jangka panjang, umumnya IMF menekankan kebijakan-kebijakan berikut:
liberalisasi perdagangan: mengurangi dan meniadakan kuota impor dan tarif;deregulasi sektor perbankan sebagai ‘program penyesuaian sektor keuangan’;privatisasi perusahaan-perusahaan milik negara;privatisasi lahan pertanian, mendorong agribisnis;reformasi pajak: memperkenalkan/meningkatkan pajak tak langsung;
‘mengelola kemiskinan’ melalui penciptaan sasaran dana-dana sosial’pemerintahan yang baik’.
Kesepakatan terbaru antara Pemerintah Indonesia dan IMF
Pada 4 Februari 2000, IMF menyetujui pemberian pinjaman — jenis EFF — berjangka waktu tiga tahun sebesar SDR 3,638 milyar (sekitar US$5 milyar) untuk mendukung program reformasi ekonomi dan struktural Indonesia. Dari jumlah tersebut, SDR 260 juta (sekitar US$49 juta) diberikan pada hari itu juga dan sisanya akan diberikan setelah dilakukan peninjauan kinerja sasaran dan program pada periode berikutnya
Kesepakatan Pinjaman Pasca-krisis
Tabel berikut ini menunjukkan tiga kesepakatan terakhir IMF dengan Pemerintah Indonesia. Jumlah pinjaman sesungguhnya lebih kecil daripada jumlah yang disetujui — yakni Pemerintah Indonesia tidak sepenuhnya menerima total dana yang disediakan.
Konsultasi dengan masyarakat sipil, LSM dan Aktivis
IMF mengatakan bahwa sulit menerima masukan dari masyarakat sipil mengenai pinjaman karena kendala waktu. Tapi, LSM bisa mendesak untuk bertemu dengan para utusan misi IMF. Jika mereka menolak, mereka bisa diadukan kepada para petinggi IMF dan pers. LSM juga bisa menyoroti sasaran/kebijakan yang belum diimplementasikan, kebijakan-kebijakan yang bermasalah dan menyarankan kebijakan yang dapat disisipkan. Pinjaman terbaru dari IMF akan berlaku hingga 31 Desember 2002, tetapi sewaktu-waktu dapat ditunda bila sasaran tidak tercapai.

SatuDunia, Jakarta- Bank Dunia selama ini telah memerankan peran yang sangat penting dalam sektor energi secara global. Sebagai institusi finansial terbesar yang memberikan bantuan finansial kepada negara berkembang, Bank Dunia memiliki mandat untuk mengurangi kemiskinan di negara berkembang dan negara miskin dunia.

Namun, dari paparan hasil penelitian yang dilakukan oleh IESR dan BIC terkait proyek-proyek Bank Dunia selama 40 tahun di sektor energi Indonesia, hasilnya kinerja Bank Dunia sedikit sekali berpengaruh pada kesejahteraan rakyat. Untuk akses energi sendiri menurut data Bank Dunia pada tahun 2007, lebih dari 70 juta rakyat Indonesia masih belum mendapatkan akses listrik. Temuan ini tentu saja diperkirakan lebih banyak. Menurut Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR, dari penelitian yang dilakukannya, kurang lebih 100 juta rakyat Indonesia belum mendapatkan akses untuk energi listrik.

Sementara untuk pengentasan kesulitan akses energi pada rakyat, Bank Dunia dan Pemerintah RI justru menyokong PLN dengan proyek batubara sejak 2006 yang dikuatkan oleh Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006. Menurut peta pembangunan sektor energi Indonesia, peruntukkan konsumsi batubara untuk listrik hanya sebesar 15 persen. Namun, kenyataannya saat ini terjadi peningkatan konsumsi batubara hingga 35 persen dan menurut PLN pada 2020 akan digenapi hingga sebesar 70%.

Ambisi Bank Dunia untuk menguatkan penggunaan energi bersih ternyata hanya di atas kertas. Kenyataannya, mereka berkelit dengan mengatakan energi dari batubara dan gas sebagai salah satu energi bersih. Hal ini tentu saja berdampak pada perubahan iklim dan emisi yang dihasilkan Indonesia. Lewat perannya di sektor energi Indonesia Bank Dunia malah menambah jumlah emisi gas rumah kaca.

“Terkait dengan hutang emisi dan perdagangan karbon, Bank Dunia telah membeli 16 juta dolar kredit karbon. Namun, kembali lagi terjadi standar ganda di sini. Bank Dunia tidak pernah menghitung emisi karbon yang mereka hasilkan dari proyek di Indonesia yang sudah berjalan selama 40 tahun. Bank Dunia hanya menghitung pencegahannya, tetapi tidak kepada emisi yang telah dihasilkannya,” ujar Daniel King, salah satu konsultan peneliti dari IESR.

Di Indonesia, keberadaan proyek Bank Dunia untuk sektor energi lebih berfokus pada penguatan peran swasta atau lazim kita sebut privatisasi. Sementara untuk membantu efek dari perubahan iklim, pendanaan untuk energi terbaru masih sangat kecil ketimbang energi fosil. Dengan kerusakan ekologis dan buangan emisi yang semakin besar, rakyat Indonesia kembali lagi yang harus membayar akibat kebijakan pemerintah di sektor energi dan Bank Dunia. Kenyataan yang terjadi adalah pemiskinan yang ditanggung rakyat. Lalu, mana implementasi mandat Bank Dunia untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia?



--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Berikut adalah rilis kesimpulan kegiatan workshop yang dikeluarkan oleh penyelenggara.

Press Release IESR dan BIC

Bank Dunia Tidak Menyentuh Masyarakat Miskin dan Perbaikan Iklim

Jakarta, 5 Mei 2010



Sebagai Kelompok Bank Dunia (WBG) dengan peningkatan general capital $ 86
miliar dari pemegang saham utama, tampak jelas Bank dunia dan kelompoknya
tetap tidak menunjukkan komitmenya dalam menjalankan mandat terhadap publik
guna mendukung langkah-langkah pembangunan berkelanjutan, penanggulangan dan
pengurangan kemiskinan serta menegakkan energi bersih. Sebaliknya, Bank
Dunia tetap akan memobilisasi uang rakyat untuk mesubsidi industri bahan
bakar fosil dalam termal skala besar, proyek-proyek hydropower dan reformasi
energi yang terkait.



Kritik ini disampaikan terkait dengan hasil penelitian dari IESR dan BIC
terkait Portfolio Bank Dunia di Sektor Energi Indonesa. Penelitian ini
mengkaji peran dan pengaruh Bank Dunia di sektor energi Indonesia selama
lebih dari 40 tahun dalam memberikan pelayanan kredit dan non pinjaman.
Laporan dari hasil penelitian ini akan di bawah dalam Konsultasi Publik Bank
Dunia di Sektor Energi Indonesia pada Kamis ini (6/7), di Jakarta dimana
Bank Dunia akan melakukan sosialisasi kebijakan dan strategi energinya di
Indonesia.



"Sejak Tahun 1969, WBG telah memberikan lebih dari USD 5,4 miliar pada
pinjaman energi di Indonesia yang memiliki fokus pada sentralisasi, skala
besar, grid berbasis termal dan proyek tenaga air juga terhadap viabilitas
keuangan dan privatisasi Aktiva pajak tangguhan Listrik Negara (PLN)", jelas
Daniel King salah seorang konsultan dan peneliti IESR.



King juga menjelaskan bahwa Bank telah melakukan kebijakan yang justru
mengedepankan hutang publik secara kotor untuk sektor energi dengan tinggi
dengan menunda pinjaman untuk proyek geothermal (panas bumi) di Sumater dan
Sulawesi Utara sebesar 500 juta $, 530 juta untuk proyek hydropower di Jawa
Baratm dan $225 juta untuk proyek transmisi di Jawa dan Sumatera.



“Jika ini merupakan indikasi bahwa Bank tetap ingin mempertahankan model
ini sebagai business-as-usual untuk pembiayaan energi, Hal ini jelas
membuat keyakinan semakin berkurang bahwa lembaga ini dapat memainkan peran
yang relevan dalam mendorong pembangunan rendah karbon dan akses energi yang
lebih luas bagi masyarakat miskin," tambah Direktur IESR, Fabby Tumiwa.



"Jelas sekali, sebagai lembaga keuangan internasional yang katanya peduli
terhadap perubahan iklim dan akan memberikan akses energi terjangkau bagi
masyarakat miskin dan pedesaan itu, hanyalah sebuah lips-service belaka.
Nyatanya di lapangan mandate mereka mengedepankan penanggulangan kemiskinan
tidak berjalan sama sekali, tandas Fabby lagi.



*Memberikan energi akses bagi kaum miskin?*

Senada juga diungkapkan oleh King, terkait mandate bank dunia yang harusnya
mengedepankan pada kepentingan masyarakat miskin dan bukan sebaliknya.

"Mandat Bank adalah untuk mengurangi kemiskinan, tetapi sungguh
mengecewakan bahwa tujuan agar masyarakat miskin mendapatkan akses energi
justru tidak dibuat secara jelas dan tegas dalam Country Partnership
Strategy (Strategi Kemitraan Negara) untuk tahun 2009-2012, dimana Negara
mendukung masterplannya. Meskipun proyek kelistrikan di pedesaan Bank Dunia
di tahun 1990 telah membuat 10 juta rumah tangga mengakses listrik, namun
mereka masih belum memiliki rencana yang jelas untuk menangani akses energi
bagi lebih dari 70 juta orang Indonesia yang tidak memiliki akses listrik ",
jelas King yang asli Australia ini.



Penelitian ini juga menemukan bahwa Bank dunia telah berorientasi melakukan
pendanaan energi ke dalam investasi yang justru mendukung meningkatkan emisi
gas rumah kaca, kerusakan lingkungan dan resiko-resiko sosial bahkan
mendukung privatisasi utilitas energi. Ditambahkan oleh King bahwa pada
tahun 1970-an, sekitar $600 juta senilai pinjaman dan hibah justru
difokuskan pada minyak dan transmisi sementara jumlah kredit itu dilebihkan
tiga kali lipat ($ 1,5 miliar) pada tahun 1980-an. Bank Dunia jelas
mendedikasikan hutang publik kepada pembiayaan (investasi untuk asing) batu
bara Indonesia, proyek hydropower skala besar serta proyek transmisi. Tahun
1990, Bank Dunia kembali mengulangi pola pinjaman yang sama. Meskipun dapat
dikreditkan untuk imvestasi $670 juta untuk proyek kelistrikan di desa,
namun juga telah ditingkatkan pinjaman yang ditujukan untuk memprivatisasi
BUMN dan dioperasikan utilitas kekuasaan
.

* *

*Sebuah Bank Iklim? *

Sementara pemerintah Indonesia menyatakan akan mengurangi emisi gas rumah
kaca sebesar 26% pada tahun 2020 dan didukung secara internasional hingga
41%, justru bank dunia tidak memiliki strategi jelas dan lebih mengedepankan
pendanaan terhadap bahan bakar fosil. Padahal sektor energii adalah terbesar
kedua dalam emisi CO2 di Indonesia dari pembangkit listrik.



"Ini bisa diprediksi - dan juga mengecewakan - bahwa Bank tidak siap
meninggalkan kecanduan untuk sumber energi dinosaurus dan teknologi," tandas
Tumiwa. "Mempromosikan penggunaan batubara telah menjadi tujuan kebijakan
Bank Dunia dan kelompoknya hingga 1995; batubara dan gas masih diangap bagian
penting dari strategi energi Bank Dunia di negara dan lembaga pinjaman yang
memiliki kecenderungan untuk memberi label bahwa ada teknologi canggih nergi
bersih batubara. Hal ini jelas menyesatkan dan sangat tidak akurat,” tandas
Fabby.



*Apakah Bank Dunia mempromosikan Energi Alternative? *



"Di konseptual, tampaknya seperti pasca-Perang Dunia Bank mencari
alternatif tetapi bagaimana bisa bersih dan berkelanjutan sebagai bagian
ditawarkan, patut dicurigai", jelas Koordinator BIC Asia Tenggara, Grace
Mercado



“Banyak proyek hydropower dijadikan sebagai agenda kembali. Bank di atur
untuk menyetujui pinjaman sebesar $ 530 juta pada Oktober 2010 untuk
mengembangkan Cisokan River Storage Power Project. Power. Bank Dunia selalu
mengatakan bahwa ini proyek energi bersih dan rendah karbon, tapi penelitian
menemukan bahwa hydropower di daerah tropis seperti Indonesia justru memicu
emisi metana dari serapan air bisa tinggi,”jelas Norly.





Bank baru-baru ini meningkatkan pendanaan untuk proyek panas bumi
(geothermal) dengan menggunakan dana teknologi bersih dan kredit investasi
biasa, tetapi sebenarnya dampak sosial, lingkungan dan ekonomi jelas belum
terlihat. Sementara itu pada sektor swasta dan publik telah
memperpanjang pinjaman
untuk “energi terbarukan” seperti angin, solar, hydro kecil dan biomassa
modern tetapi volumenya telah diabaikan.



*Apa agenda energi terbaru di Indonesia?*

Dalam penelitian King juga menemukan bahwa Bank menanamkan potongan besar
uang publik untuk reformasi kebijakan-berbasis pengembangan kebijakan
pinjaman (DPL), pengganti program penyesuaian struktural (Sap) yang
kontroversial pada 1980-an dan 1990-an. Dari 2007 sampai 2010, Bank
prepositioned $ 467.000.000 untuk DPLs terkait dengan energi pembiayaan
infrastruktur, beberapa di antaranya termasuk regulasi, kelembagaan dan
reformasi administrasi.


Bank mengakui bahwa sektor infrastruktur "terus menjadi terganggu dengan isu
korupsi dalam proyek-proyek yang didanai Bank, yang telah menunda persiapan
dan pelaksanaan proyek dan memiliki implikasi serius untuk masa depan proyek
pipa" Namun., Hal ini tidak menghentikan dan mengganggu Bank dari
penyediaan infrastruktur DPLs kendati kurangnya transparansi dan
akuntabilitas. Dalam desain DPL, sejumlah besar uang telah diberikan dalam
waktu singkat dengan konsultasi publik sedikit. Hal ini menimbulkan
keprihatinan lain tentang pengendalian fidusia: dengan detail kecil yang
tersedia, masyarakat yang tertinggal dalam gelap bagaimana hutang publik
sebenarnya dibelanjakan. Masyarakat tidak tahu jika DPLs yang berhubungan
dengan energi berkontribusi pada pengembangan karbon rendah atau hanya
disalurkan tanpa mengatasi kebutuhan energi masyarakat miskin

* *

*Waktunya Untuk Memperjelas Aksi*



Sementara Norly menambahkan bahwa dengan portofolio energi berisiko dan
kotor, itu lama berlalu bagi Bank untuk semakin mendorong
ketidakberlanjutan, dan merusak iklim investasi tapi mereka selalu
mengatakan telah mengembangkan transisi ekonomi untuk pengembangan rendah
karbon.



“Sebagai "Seperti Bank merevisi strategi energi baru untuk 10 tahun ke
depan, Bank harus menetapkan peran yang jelas terbatas - kegiatan yang
mendukung hanya yang memiliki dampak maksimum pada tujuan pembangunan
berkelanjutan dan pengurangan kemiskinan."



Strategi Energi Bank Dunia harus memprioritaskan dukungan untuk akses
peningkatan energi bagi jutaan orang miskin yang hidup di pedesaan, dan
mereka bergantung pada sumber-sumber energi non-listrik. Lagi pula, akses
energi merupakan hak asasi manusia ", tandas Mercado.

"Negara seperti Indonesia memang rentan terhadap dampak perubahan iklim,
dan Bank harus mengkhiri investasinya di bahan bakar fosil dan menerapkan
siklus akuntansi biaya disesuaikan pada tahun 2015. Dan Bank Dunia telah
gagal untuk membersihkan investasi energi , dan perannya sebagai Bank Iklim,
sama sekali tidak membuat iklim bumi lebih baik,” tandas Fabby.

Sejarah Bank Dunia
Bank Dunia adalah sebuah lembaga keuangan global yang secara struktural berada di bawah PBB dan diistilahkan sebagai “specialized agency”. Bank Dunia dibentuk tahun 1944 sebagai hasil dari Konferensi Bretton Woods yang berlangsung di AS. Konferensi itu diikuti oleh delegasi dari 44 negara, namun yang paling berperan dalam negosiasi pembentukan Bank Dunia adalah AS dan Inggris. Tujuan awal dari dibentuknya Bank Dunia adalah untuk mengatur keuangan dunia pasca PD II dan membantu negara-negara korban perang untuk membangun kembali perekonomiannya.
Sejak tahun 1960-an, pemberian pinjaman difokuskan kepada negara-negara non-Eropa untuk membiayai proyek-proyek yang bisa menghasilkan uang, supaya negara yang bersangkutan bisa membayar kembali hutangnya, misalnya proyek pembangunan pelabuhan, jalan tol, atau pembangkit listrik. Era 1968-1980, pinjaman Bank Dunia banyak dikucurkan kepada negara-negara Dunia Ketiga, dengan tujuan ideal untuk mengentaskan kemiskinan di negara-negara tersebut. Pada era itu, pinjaman negara-negara Dunia Ketiga kepada Bank Dunia meningkat 20% setiap tahunnya.
Peran Bank Dunia dalam Ekonomi dan Politik Global
Rittberger dan Zangl (2006: 172) menulis, sejak tahun 1970-an Bank Dunia mengubah konsentrasinya karena situasi semakin meningkatnya jurang perekonomian antara negara berkembang dan negara maju. Pada era itu, seiring dengan merdekanya negara-negara yang semula terjajah, jumlah negara berkembang semakin meningkat. Negara-negara berkembang menuntut distribusi kemakmuran (distribution of welfare) yang lebih merata dan negara-negara maju memenuhi tuntutan ini dengan cara menyuplai dana pembangunan di negara-negara berkembang.
Basis keuangan Bank Dunia adalah modal yang diinvestasikan oleh negara anggota bank ini yang berjumlah 186 negara. Lima pemegang saham terbesar di Bank Dunia adalah AS, Perancis, Jerman, Inggris, dan Jepang. Kelima negara itu berhak menempatkan masing-masing satu Direktur Eksekutif dan merekalah yang akan memilih Presiden Bank Dunia. Secara tradisi, Presiden Bank Dunia adalah orang AS karena AS adalah pemegang saham terbesar. Sementara itu, 181 negara lain diwakili oleh 19 Direktur Eksekutif (satu Direktur Eksekutif akan menjadi wakil dari beberapa negara).
Bank Dunia berperan besar dalam membangun kembali tatanan ekonomi liberal pasca Perang Dunia II (Rittberger dan Zangl, 2006: 41). Pembangunan kembali tatanan ekonomi liberal itu dipimpin oleh AS dengan rancangan utama mendirikan sebuah tatanan perdagangan dunia liberal. Untuk mencapai tujuan ini, perlu dibentuk tatanan moneter yang berlandaskan mata uang yang bebas untuk dikonversi. Rittberger dan Zangl (2006: 43) menulis, “Perjanjian Bretton Woods mewajibkan negara-negara untuk menjamin kebebasan mata uang mereka untuk dikonversi dan mempertahankan standar pertukaran yang stabil terhadap Dollar AS.”
Lembaga yang bertugas untuk menjaga kestabilan moneter itu adalah IMF (International Monetary Funds) dan IBRD (International Bank for Reconstruction dan Development). IBRD inilah yang kemudian sering disebut “Bank Dunia”. Pendirian Bank Dunia dan IMF tahun 1944 diikuti oleh pembentukan tatanan perdagangan dunia melalui lembaga bernama GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) pada tahun 1947. Pada tahun 1995, GATT berevolusi menjadi WTO (World Trade Organization).
Meskipun tugas Bank Dunia adalah mengatur kestabilan moneter, namun dalam prakteknya, Bank Dunia sangat mempengaruhi politik global karena hampir semua negara di dunia menjadi penerima hutang dari Bank Dunia. Sejak awal beroperasinya, Bank Dunia sudah mempengaruhi politik dalam negeri negara yang menjadi penghutangnya. Penerima hutang pertama Bank Dunia adalah Perancis, yaitu pada tahun 1947, dengan pinjaman sebesar $ 987 juta. Pinjaman itu diberikan dengan syarat yang ketat, antara lain staf dari Bank Dunia mengawasi penggunaan dana itu dan menjaga agar Perancis mendahulukan membayar hutang kepada Bank Dunia daripada hutangnya kepada negara lain. AS juga ikut campur dalam proses pencairan hutang ini. Kementerian Dalam Negeri AS meminta Perancis agar mengeluarkan kelompok komunis dari koalisi pemerintahan. Hanya beberapa jam setelah Perancis menuruti permintaan itu, pinjaman pun cair.
Kebijakan yang diterapkan Bank Dunia yang mempengaruhi kebijakan politik dan ekonomi suatu negara, disebut SAP (Structural Adjustment Program). Bila negara-negara ingin meminta tambahan hutang, Bank Dunia memerintahkan agar negera penerima hutang melakukan “perubahan kebijakan” (yang diatur dalam SAP). Bila negara tersebut gagal menerapkan SAP, Bank Dunia akan memberi sanksi fiskal. Perubahan kebijakan yang diatur dalam SAP antara lain, program pasar bebas, privatisasi, dan deregulasi.
Karena adanya SAP ini, tak dapat dipungkiri, pengaruh Bank Dunia terhadap politik dan ekonomi dalam negeri Indonesia juga sangat besar, sebagaimana akan diuraikan berikut ini.
Kinerja Bank Dunia di Indonesia
Bank Dunia telah aktif di Indonesia sejak 1967. Sejak saat itu hingga saat ini, Bank Dunia telah membiayai lebih dari 280 proyek dan program pembangunan senilai 26,2 milyar dollar atau setara dengan Rp243,725 triliun (dengan kurs Rp9.302 per USD). Menurut Managing Director The World Bank Group, Ngozi Okonjo (30/1/2008), pinjaman tersebut telah digunakan pemerintah Indonesia untuk mendukung pengembangan energi, industri, dan pertanian. Sementara yang sektor yang paling mendominasi selama 20 tahun pertama yakni infrastruktur yang pemberiannya kepada masyarakat miskin. Total hutang Indonesia kepada Bank Dunia adalah 243,7 Trilyun rupiah dan total hutang pemerintah Indonesia kepada berbagai pihak mencapai 1600 Trilyun rupiah.
Anggoro (2008) menulis, ada beberapa tugas Bank Dunia di Indonesia. Pertama, memimpin Forum CGI. Aggota CGI (Consultative Group meeting on Indonesia) adalah 33 negara dan lembaga-lembaga donor yang dikoordinasikan oleh Bank Dunia. CGI “membantu” pembangunan di Indonesia dengan cara memberikan pinjaman uang serta bantuan teknik untuk menciptakan aturan-aturan pasar dan aktivitas ekonomi liberal. Dalam hal ini, Bank Dunia bertugas menciptakan pasar yang kuat bagi kepentingan negara-negara dan lembaga donor.
Tugas kedua Bank Dunia adalah menyediakan hutang dalam jumlah besar, bekerjasama dengan Jepang dan ADB (Asian Development Bank). Tugas Bank Dunia yang lain adalah mendorong pemerintah Indonesia untuk melakukan privatisasi dan kebijakan yang memihak pada perusahaan-perusahaan besar.
Dana hutang yang diberikan kepada Indonesia, antara lain dalam bentuk hutang proyek dan hutang dana segar.
a. Hutang Proyek
Hutang proyek adalah hutang dalam bentuk fasilitas berbelanja barang dan jasa secara kredit. Namun, sayangnya, hutang ini justru menjadi alat bagi Bank Dunia untuk memasarkan barang dan jasa dari negara-negara pemegang saham utama, seperti Amerika, Inggris, Jepang dan lainnya kepada Indonesia.
b. Hutang Dana Segar
Hutang dana segar bisa dicairkan bila Indonesia menerima Program Penyesuaian Struktural (SAP). SAP mensyaratkan pemerintah untuk melakukan perubahan kebijakan yang bentuknya, antara lain:
1. swastanisasi (Privatisasi) BUMN dan lembaga-lembaga pendidikan
2. deregulasi dan pembukaan peluang bagi investor asing untuk memasuki semua sektor
3. pengurangan subsidi kebutuhan-kebutuhan pokok, seperti: beras, listrik, pupuk dan rokok
4. menaikkan tarif telepon dan pos
5. menaikkan harga bahan bakar (BBM)
Besarnya jumlah hutang (yang terus bertambah) membuat pemerintah juga harus terus mengalokasikan dana APBN untuk membayar hutng dan bunganya. Sebagai illustrasi, dapat kita lihat data APBN 2004 dimana pemerintah mengalokasikan Rp 114.8 trilyun (28% dari total anggaran) untuk belanja daerah, Rp 113.3 trilyun untuk pembayaran utang dalam dan luar negeri (27% dari total anggaran), dan subsidi hanya Rp 23.3 trilyun (5% dari total anggaran). Dari ketiga komponen anggaran belanja tersebut, anggaran belanja daerah dan subsidi masing-masing mengalami penurunan sebesar Rp 2 trilyun dan Rp 2.1 trilyun. Sedangkan alokasi untuk pembayaran utang mengalami kenaikan sebesar Rp 14.1 trilyun.
Komposisi dalam anggaran belanja negara tersebut mencerminkan besarnya beban utang tidak saja menguras sumber-sumber pendapatan negara, tetapi juga mengorbankan kepentingan rakyat berupa pemotongan subsidi dan belanja daerah. Karena itu, meski Bank Dunia memiliki semboyan “working for a world free of poverty”, namun meski telah lebih dari 60 tahun beroperasi di Indonesia, angka kemiskinan masih tetap tinggi. Data dari Badan Pusat Statistik tahun 2009, ada 31,5 juta penduduk miskin di Indonesia.
Anggoro (2008), peneliti dari Institute of Global Justice, menulis, kerugian yang diderita Indonesia karena menerima pinjaman dari Bank Dunia adalah sebagai berikut.
1. Kerugian dalam bidang ekonomi
-Indonesia kehilangan hasil dari pengilangan minyak dan penambangan mineral (karena diberikan untuk membayar hutang dan karena proses pengilangan dan penambangan itu dilakukan oleh perusahaan-perusahaan transnational partner Bank Dunia)
-Jebakan hutang yang semakin membesar, karena mayoritas hutang diberikan dengan konsesi pembebasan pajak bagi perusahaan-perusahaan AS dan negara donor lainnya.
-Hutang yang diberikan akhirnya kembali dinikmati negara donor karena Indonesia harus membayar “biaya konsultasi” kepada para pakar asing, yang sebenarnya bisa dilakukan oleh para ahli Indonesia sendiri.
-Hutang juga dipakai untuk membiayai penelitian-penelitian yang tidak bermanfaat bagi Indonesia melalui kerjasama-kerjasama dengan lembaga penelitian dan universitas-universitas.
-Bahkan, sebagian hutang dipakai untuk membangun infrastuktur demi kepentingan perusahaan-perusahaan asing, seperti membangun fasilitas pengeboran di ladang minyak Caltex atau Exxon Mobil. Pembangunan infrastruktur itu dilakukan bukan di bawah kontrol pemerintah Indonesia, tetapi langsung dilakukan oleh Caltex dan Exxon.
2. Kerugian dalam bidang politik
- Keterikatan pada hutang membuat pemerintah menjadi sangat bergantung kepada Bank Dunia dan mempengaruhi keputusan-keputusan politik yang dibuat pemerintah. Pemerintah harus berkali-kali membuat reformasi hukum yang sesuai dengan kepentingan Bank Dunia.
Hal ini juga diungkapkan ekonom Rizal Ramli (2009), ”Lembaga-lembaga keuangan internasional, seperti Bank Dunia, IMF, ADB, dan sebagainya dalam memberikan pinjaman, biasanya memesan dan menuntut UU ataupun peraturan pemerintah negara yang menerima pinjaman, tidak hanya dalam bidang ekonomi, tetapi juga di bidang sosial. Misalnya, pinjaman sebesar 300 juta dolar AS dari ADB yang ditukar dengan UU Privatisasi BUMN, sejalan dengan kebijakan Neoliberal. UU Migas ditukar dengan pinjaman 400 juta dolar AS dari Bank Dunia.”
Cara kerja Bank Dunia (dan lembaga-lembaga donor lainnya) dalam menyeret Indonesia (dan negara-negara berkembang lain) ke dalam jebakan hutang, diceritakan secara detil oleh John Perkins dalam bukunya, “Economic Hit Men”. Perkins adalah mantan konsultan keuangan yang bekerja pada perusahaan bernama Chas T. Main, yaitu perusahaan konsultan teknik. Perusahaan ini memberikan konsultasi pembangunan proyek-proyek insfrastruktur di negara-negara berkembang yang dananya berasal dari hutang kepada Bank Dunia, IMF, dll.
Mengenai pekerjaannya itu, Perkins (2004: 13-16) menulis, “…saya mempunyai dua tujuan penting. Pertama, saya harus membenarkan (justify) kredit dari dunia internasional yang sangat besar jumlahnya, yang akan disalurkan melalui Main dan perusahaan-perusahaan Amerika lainnya (seperti Bechtel, Halliburton, Stone & Webster) melalui proyek-proyek engineering dan konstruksi raksasa. Kedua, saya harus bekerja untuk membangkrutkan negara-negara yang menerima pinjaman raksasa tersebut (tentunya setelah mereka membayar Main dan kontraktor Amerika lainnya), sehingga mereka untuk selamanya akan dicengkeram oleh para kreditornya, dan dengan demikian negara-negara penerima utang itu akan menjadi target yang mudah ketika kita memerlukan yang kita kehendaki seperti pangkalan-pangkalan militer, suaranya di PBB, atau akses pada minyak dan sumber daya alam lainnya.”
Dalam wawancaranya dengan Democracy Now! Perkins mengatakan, “Pekerjaan utama saya adalah membuat kesepakatan (deal-making) dalam pemberian hutang kepada negara-negara lain, hutang yang sangat besar, jauh lebih besar daripada kemampuan mereka untuk membayarnya. Salah satu syarat dari hutang itu adalah—contohnya, hutang 1 milyar dolar untuk negara seperti Indonesia atau Ecuador—negara ini harus memberikan 90% dari hutang itu kepada perusahaan AS untuk membangun infrastruktur, misalnya perusahaan Halliburton atau Bechtel. Ini adalah perusahaan-perusahaan besar. Perusahaan ini kemudian akan membangun jaringan listrik, pelabuhan, atau jalan tol, dan ini hanya akan melayani segelintir keluarga kaya di negara-negara itu. Orang-orang miskin di sana akan terjebak dalam hutang yang luar biasa yang tidak mungkin bisa mereka bayar.”
Untuk kasus Ekuador, Perkins menulis, negara itu kini harus memberikan lebih dari 50% pendapatannya untuk membayar hutang. Hal itu tentu tak mungkin dilakukan Ekuador. Sebagai kompensasinya, AS meminta Ekuador agar memberikan ladang-ladang minyaknya kepada perusahaan-perusahaan minyak AS yang kini beroperasi di kawasan Amazon yang kaya minyak.
Tak heran bila kemudian ekonom Joseph Stiglitz pada tahun 2002 mengkritik keras Bank Dunia dan menyebutnya “institusi yang tidak bekerja untuk orang miskin, lingkungan, atau bahkan stabilitas ekonomi”. Dengan demikian, menurut Stiglitz, Bank Dunia pada prakteknya menyalahi tujuan didirikannya bank tersebut, sebagaimana disebutkan di awal tulisan ini, yaitu untuk membantu mengentaskan kemiskinan dan menjaga kestabilan ekonomi.
Melihat kinerja seperti ini, menurut Anggoro (2008), Bank Dunia sesungguhnya telah melanggar Piagam PBB yang menyebutkan, “to employ international machinery for the promotion of the economic and social advancement of all peoples”. Dengan kata lain, Bank Dunia sebagai salah satu organ PBB mendapatkan mandat untuk membantu meningkatkan kesejahteraan bangsa-bangsa. Bank Dunia malah memfokuskan operasinya pada penguatan pasar dan keuangan melalui ekspansi ekonomi perusahaan multinasional, dan membiarkan Indonesia selalu berada dalam jeratan hutang tak berkesudahan.

*
Daftar Pustaka
Volker Rittberger dan Bernard Zangl, 2006, International Organization, New York:Palgrave MacMillan.
Ponny Anggoro, Why Does World Bank Control Indonesia, dimuat di jurnal Global Justice Update, Volume VI, 1st Edition, May 2008, http://www.globaljust.org/index.php?option=com_content&task=view&id=187&Itemid=133
John Perkins, Economic Hit Man (edisi terjemahan), Jakarta: Abdi Tandur.
http://en.wikipedia.org/wiki/World_Bank
http://en.wikipedia.org/wiki/Structural_adjustment
http://www.antara.co.id/berita/1247296978/pengamat-lipi-data-kemiskinan-bps-jadi-tertawaan
Rizal Ramli, Membangun dengan Lilitan Utang, sebagaimana diberitakan dalam http://www.news.id.finroll.com/articles/75304-____membangun-bangsa-dengan-lilitan-hutang-(2)-oleh-yudhi-mahatma____.html
Transkrip wawancara dengan John Perkins
http://www.democracynow.org/2004/11/9/confessions_of_an_economic_hit_man
Total Utang RI ke World Bank Rp243,7 T
(Liputan diskusi dengan Managing Director World Bank)
http://economy.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/01/30/20/79590/20/total-utang-ri-ke-world-bank-rp243-7-t
Website resmi PBB, http://www.un.org/
Sumber: http://dinasulaeman.wordpress.com/2009/12/30/peran-bank-dunia-dalam-kemunduran-perekonomian-indonesia/

Peran Bank Dunia pada Krisis Keuangan Dunia
Laurens Nijzink
13-10-2008
Bank Dunia harus direformasi. Menteri Kerjasama Pembangunan Belanda Bert Koenders dan para menteri lain yang negara mereka merupakan anggota Bank Dunia, berpendapat bahwa bank ini harus menyesuaikan diri dengan situasi ekonomi dunia. Negara-negara berkembang dan negara dengan perekonomian yang bergerak maju misalnya harus memperoleh suara lebih berat dalam menentukan kebijakan Bank Dunia.
Negara-negara berkembang tidak boleh menjadi korban krisis keuangan yang dimulai di dan melanda dunia Barat. Demikian pendapat para menteri kerjasama pembangunan yang akhir pekan silam bertemu di Washington. Justru sekarang ketika pembangunan ekonomi banyak negara sedang baik-baiknya, krisis keuangan merupakan mendung hitam yang mengancam negara-negara itu. Berikut Menteri Kerjasama Pembangunan Belanda Bert Koenders:
"Itulah kekhawatiran besar yang melanda banyak negara berkembang. Pada umumnya perekonomian negara-negara ini mengalami kemajuan lumayan. Dengan pertumbuhan ekonomi enam sampai tujuh persen, pemerintahan yang lebih demokratis dan investasi yang meningkat, sekarang mungkin mereka harus menanggung pukulan besar, karena kredit untuk negara-negara ini berkurang. Khususnya negara-negara rentan yang sudah terkena krisis energi dan bahan pangan."
Harus dibahas
Selain berkurangannya investasi dan kredit, banyak negara berkembang sekarang juga mengalami penurunan ekspor karena berkurangnya permintaan negara-negara maju. Negara-negara rentan jelas kena pukulan ekstra berat oleh krisis keuangan.
Direktur Bank Dunia Robert Zoellick dalam pertemuan akhir pekan lalu menyebut beberapa langkah kongkrit untuk bisa memperbaiki perimbangan dalam bank yang dipimpinnya. Negara-negara dengan perekonomian maju seperti India, Tiongkok dan Brasil terus makin penting saja bagi pertumbuhan ekonomi dunia, tetapi sampai sekarang tetap tidak diperhitungkan dalam menentukan kebijakan Bank Dunia. Selain itu, krisis keuangan yang sekarang merebak menunjukkan bahwa selain kebijakan pembangunan, situasi keuangan internasional juga harus dibahas oleh Bank Dunia.
Reorganisasi
Di dewan pimpinan Bank Dunia, jumlah kursi untuk negara-negara Afrika akan ditambah dari dua hingga tiga, dan negara-negara yang ekonominya mulai maju akan diberikan pengaruh lebih besar. Selain itu presiden Bank Dunia juga tidak selalu harus datang dari Amerika Serikat. Akhirnya, ujar Jan-Willem Gunning, guru besar ekonomi pembangunan:
"Keputusan soal presiden Bank Dunia sangat penting. Di masa lampau itu sering menjadi bahan perselisihan. Sudah beberapa kali presiden berasal dari Amerika Serikat, juga apabila ada calon-calon lain yang lebih baik. Bahwa peraturan soal itu disingkirkan, tentu sangat bagus. Kami harus mempunyai calon terbaik, dan bukan orang dengan kewarganegaraan tertentu."
Regu pemadam kebakaran
Tapi apa yang dilakukan secara konkrit Bank Dunia di tengah krisis kredit ini? Bank tersebut sudah mempunyai dana untuk pemberian bantuan langsung kepada negara-negara korban naiknya harga pangan dan BBM. Menurut Presiden Bank Dunia, Robert Zoellick, dana ini juga bisa dipakai untuk mencegah ambruknya bank-bank di negara-negara berkembang. Namun pakar ekonomi Jan-Willem Gunning tidak sependapat.
Jan Willem Gunning: "Bank Dunia bukan lembaga untuk menangani krisis. Itulah tugas IMF. Bank Dunia dimaksud untuk, di jangka panjang, mendukung perkembangan di negara-negara berkembang. Bank Dunia tidak bisa dijadikan semacam regu pemadam kebakaran, karena itu bukan tugasnya."
Kendati demikian Bank Dunia bermakna besar bagi negara-negara yang mengalami dampak negatif krisis keuangan. Kalau dalam masa tidak menentu ini, bank-bank komersial tidak mau memberikan kredit lagi, maka itu masih bisa dilakukan Bank Dunia. Dalam masa yang bergejolak ini, peran kuat Bank Dunia sangat diandalkan negara-negara berkembang.
"Secara teori, kapital yang dimiliki bank tersebut, bisa sepuluh kali lipat, hanya dengan meminta sepeser dana dari para pemegang sahamnya, yang semuanya adalah pemerintah. Karena itu posisi bank, sangatlah kuat. Pasar tahu: bank itu tidak bisa ambruk," ujar pakar ekonomi Gunning.
Dalam masa krisis seperti ini, untuk sekian kali Bank Dunia tampak ketinggalan zaman. Kalau ingin mempertahankan citranya, maka perimbangan politik global baru harus berdampak balik terhadap Bank Dunia. Selain itu kebijakannya juga harus disesuaikan pada struktur finansial global yang terus berubah, sebagai dampak krisis kredit. Di dalamnya juga termasuk pemberian kesempatan bagi negara-negara berkembang untuk menghindari turbulensi di pasar keuangan di seluruh dunia.

Bank Dunia Fokuskan Peranannya Sebagai Mediator


Großansicht des Bildes mit der Bildunterschrift: Robert Zoellick, Direktur Bank Dunia
Peranan klasik Bank Dunia masih bertahan. Bantuan untuk negara miskin tanpa bahan baku tidak lagi mencukupi. Direktur Bank Dunia mengawali tugasnya dengan tujuan mempersiapkan lembaga tersebut menghadapi tuntutan global.

Sejak setengah tahun ini Robert Zoelick memimpin Bank Dunia di Washington. Zoellick sebelumnya dikenal sebagai manager papan atas yang merumuskan kesepakatan perdagangan internasional bagi Amerika Serikat dan ikut serta dalam pembicaraan penyatuan Jerman Barat dan Timur.

Diamengawali tugasnya di Bank Dunia dengan target membereskan masalah internal dan mereformasi badan yang berusia 60 tahun itu agar siap menghadapi tuntutan global. Di Washington, Deutsche Welle berbincang dengan Zoellick mengenai sejumlah masalah aktual.

Eropa dan Amerika Serikat harus membuka pasarnya untuk produk pertanian, tuntut Direktur Bank Dunia Robert Zoellick. Hanya melalui itu, target milenium PBB, untuk mengurangi separuh kelaparan di dunia hingga 2015, dapat tercapai. Adalah penting untuk mengurangi subsidi di Eropa dan Amerika Serikat, serta merampungkan kesepakatan Organisasi Perdagangan Dunia WTO yang sudah dimulai di Doha. Menyangkut perkembangan di Afrika dan negara-negara miskin di benua itu, Zoellick mengatakan:

“Penelitian kami mengungkapkan bahwa manfaat pengurangan kemiskinan akan tiga kali lebih besar jika investasi dilakukan di sektor pertanian, ketimbang di sektor lainnya. Ini dapat dimengerti, karena 70 hingga 75 persen warga miskin hidup di wilayah pedesaan. Jadi peningkatan terbesar pertumbuhan ekonomi dan pendapatan terjadi di situ.“

Menurut Zoellick, oleh karena itu pasar tanpa kuota dan perjanjian tarif amat penting. Selanjutnya dia menyayangkan Eropa dan negara lain yang semakin menggunakan ‘standar bersih’ untuk mencegah masuknya produk dari negara miskin.

“Ini dapat dimengerti, sebab standar itu ada dan kita harus menolong negara berkembang untuk menyesuaikan standar. Tapi, dalam beberapa hal ini dapat dilihat sebagai bentuk baru proteksionisme.“

Mengenai peranan Cina di Afrika, Zoellick berpendapat bahwa negara itu merupakan kekuatan ekonomi yang bangkit dan negara lain harus bekerjasama dengannya.

“Ini penting agar Cina dapat menjadi pemain yang bertanggung jawab dalam sistem ekonomi dan pembangunan.“

Zoellick kemudian menambahkan, kegiatan investasi besar-besaran Cina di Afrika bisa menjadi sangat bagus, jika dilaksanakan dengan baik dan tidak menimbulkan korupsi.

Selanjtnya Zoellick melihat peranan Bank Dunia di Afrika dilihat terutama sebagai mediator. Setiap negara Afrika rata-rata punya 300 pedonor dengan ribuan program. Dan setiap program bernilai sekitar 1, 5 juta Dollar. Ini akan membuat negara Afrika kelabakan menanganinya. Karena itu peranan mediator diperlukan untuk mengatur keseimbangan dalam bantuan pendidikan, kesehatan, investasi pada umumnya, perubahan iklim atau sektor finansial, ujar Zoellick.

Pada akhir pembicaraannya dengan Deutsche Welle, Direktur Bank Dunia Robert Zoellick menyatakan puas atas dukungan Jerman terhadap lembaga perbankan dunia itu. Namun dia memperingatkan, agar Jerman dan negara lain dalam bantuannya lebih mementingkan program multilateral ketimbang program atau investasi sendiri. (cs)
UMUL Umul Huriah 06 Desember jam 15:06 Laporkan
081324151788.