Senin, 24 September 2012

LEMBAGA EKONOMI INTERNASIONAL dan REGIONAL


BAB II
LEMBAGA EKONOMI INTERNASIONAL dan REGIONAL

A.      Konferensi Bretton Woods dan Keputusan
Pada Tahun 1944 tepatnya tanggal 22 Juli diadakanlah pertemuan internasional membahas masalah ekonomi dunia pasca perang dunia ke-2. Pertemuan itu dikenal dengan The United Nations Monetary and Financial Conference, atau biasa dikenal dengan Bretton Woods conference yang dimana salah satu tamunya adalah John Maynard Keynes. Konferensi ini merupakan bagian dari upaya terorganisir untuk mendanai restrukturisasi Eropa pasca Perang Dunia II dan untuk menyelamatkan dunia dari depresi seperti The Great Depression pada 1930an.
Dari konferensi ini menghasilkan tiga lembaga internasional, yaitu:
1.      International Monetary Fund (IMF),
2.      International Bank for Reconstructions and Development (IBRD), dan
3.       International Trade Organization (ITO) yang akan dijadikan sebagai pilar-pilar ekonomi internasional.
 Tetapi ITO tidak berhasil dibentuk, karena Kongres Amerika Serikat tidak meratifikasi rancangannya karena dipandang dapat menggerogoti kedaulatan bangsa. Kemudian didirikan General Agreement on Tariff and Trade (GATT), sebuah format kerjasama yang lebih longgar pada tahun 1947. Baru berubah menjadi World Trade Organization (WTO) formalnya pada tanggal 1 Januari 1997 dan sudah dibahas sebelumnya pada Putaran Uruguay (1986 – 1994), dengan begitu menandai kelengkapan produk konferensi Bretton Woods selain IMF dan World Bank. Fungsi dari IMF dan World Bank sendiri adalah untuk menciptakan stabilisasi global dan mendanai pembangunan dunia. Sedangkan WTO sendiri merupakan lembaga internasional yang bertujuan untuk menciptakan stabilitas perdagangan dan berfungsi sebagai wasit dalam perdagangan internasional.



B.     Pentingnya Sistem Moneter
Sistem Moneter Internasional atau juga biasa disebut sebagai
Regime Moneter Internasional berhubungan dengan aturan-
aturan, kebiasaan, instrumen-instrumen, fasilitas-fasilitas dan
organisasi untuk mempengaruhi pembayaran internasional.




Evaluasi Sistem Moneter Internasional

•Sistem Moneter Internasional yang baik
   adalah yang dapat memaksimalkan aliran
   perdagangan internasional dan investasi serta
   membawa pada kondisi pemerataan
   keuntungan perdagangan bagi negara-negara
   di dunia.
•Sistem Moneter Internasional dapat
   dievaluasi berdasarkan aspek-aspek
   penyesuaian, likuiditas, dan kepercayaan.




• Penyesuaian menunjuk kepada proses dimana
   ketidakseimbangan neraca pembayaran (balance
   of payment) dapat diperbaiki.

• Likuiditas menyangkut jumlah assets cadangan
   internasional yang tersedia untuk menanggulangi
   sementara neraca pembayaran yang tidak
   seimbang.

• Kepercayaan mengacu kepada pengetahuan
   bahwa mekanisme penyesuaian bekerja secara
   memadai dan cadangan internasional akan
   terjaga nilai absolut dan relatifnya.

C.    IMF dan peranannya dari masa ke masa
IMF didirikan pada tahun 1945, dengan ditandatanganinya pasal-pasal didalam pejanjian yang merupakan hasil dari konferensi Breetoon Woods tahun 1944 oleh 29 negara dan mulai beroperasi pada 1947. Peran IMF diantaranya yaitu:
1.      Meningkatkan kerja sama moneter internasional menuju institusi yang permanen yang menyediakan jasa pelayanan konsultasi dan kolaborasi bagi masalah moneter internasional.
2.      Memfasilitasi upaya perluasan dan pertumbuhan yang seimbang dari perdagangan internasional dan mendorong peningkatan derajat buruh dan memasukan sector rill dan mendorong sumber daya yang produktif sebagai objek utama bagi kebijakan ekonomi setiap Negara.
3.      Meningkatkan stsbilitas nilai tukar dengan tujuan mengetur nilai tukar diantara para anggota serta mencegah terjadinya persaingan untuk melakukan depresiasi terhadap nilai tukar.
4.      Membantu pembentukan system pembayaran yang bersifat multilateral yang bertujuan untuk memudahkan transaksi antar Negara anggota serta menghapus hambatan pertukaran asing yang akan mencegah pertumbuhan terhadap perdagangan dunia.
5.      Kesempatan untuk memperbaiki persoalan dalam neraca pembayaran tanpa menggunakan langkah-langkah yang memperburuk kesejahteraan nasional dan internasional.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, IMF bertujuan untuk mempercepat penyelesaian krisis yang disebabkan oleh ketidakseimbangan neraca pembayaran Negara-negara anggota.
D.    BANK DUNIA dan Peranannya

   
Bank Dunia sering disebut sebagai institusi “Breeton Woods”, karena didalam konferensi yang diselenggarakan di New Hampshire AS itulah Bank Dunia pertama kali dibentuk 66 tahun silam. Klien pertamanya adalah Prancis yang digelontori pinjaman senilai USD 250 miliar untuk rekonstruksi pasca perang. Bank Dunia bernama panjang International Bank for Recontruction and Development (IBRD) . Bank Dunia menitikberatkan pada pembangunan perekonomian. Fungsi utama Bank Dunia ialah memberikan pinjaman untuk proyek-proyek produktif dari rehabilitas demi pertumbuhan ekonomi di Negara-negara sedang berkembang yang menjadi anggotanya. Bank Dunia memiliki dua keanggotaan dalam menjalankan perannya, yaitu :
1.      IFC (International Finance Corporation)
2.      IDA (International Development Assosiation)
Keanggotaan Bank Dunia merupakan persyaratan keanggotaan IFC dan IDA. IFC didirikan pada tahun 1956 sebagai badan apilasi Bank Dunia dan mulai beroperasi pada tahun 1957. Tujuan pembentukan lembaga ini adalah:
1.      Mengadakan kerja sama dengan investor swasta
2.      Membantu membiayai perusahaan swasta untuk menunjang pembangunan.
3.      Menghimpun kesempatan investasi bagi modal swasta (asing dan dalam negeri) dan memyediakan manajemen yang berpengalaman .
4.      Mengendalikan dan meningkatkan arus modal swasta ke investasi yang produktif di Negara berkembang.

E. GATT sampai WTO
Pasca perang Dunia II,kperekonomian dunia mengalami keterlambatan yang cukup signipikan.Perbedaan pandangan politik ditengah terbentuknya dua blok baru antara kapitalisme dan komunisme,menyebabkan semakin mengutnya upaya proteksinisme perdagangan yang semakin menekan upaya perbaikan ekonomi pasca perang dunia.Kondisi ini mendorong beberapa negara yang memiliki tingkat perdangan dunia yang besar untuk menyusun sebuah sistem perdagangan multilateral yang kemudian memghasilkan sutu kesepakatan yang dikenal sebagai General Agreement on Tariff and Trade (GATT) pada tahun 1947.
Pada awalnya GATT ditujukan untuk membentk internasional Trade organization (ITO), suatu badan khusus PBB yang merupakan bagian dari sistem Bretton Woods (IMF dan Bank Dunia). Meskipun piagam ITO akhirnya disetujui dalam UN conference on treade development di Havana pada bulan Maret 1948, proses ratifikasi oleh lembaga-lembaga legislatif negara anggota tidak berjalan lancar. Tantangan serius berasal dari kongres AS, yang walauoun sedagai pencetus, AS memutuskan tinak meratifikasi piagam Havana, sehingga ITO secara efektif tidak dapat dilaksanakan. Meskipun demikian GATT tetap merupakan instumen multilateral yang mengatur perdagangan internasional.
Bersama berjalannya waktu,GAT semakin membuka diri kepada negara-negara lain untuk menjadi anggota.Pada tahun 1947,anggota GAT tercatat sebanyak 23 negara dan akhirnya terus berkembang menjadi 123 negara yang terlibat dalm putaran Uruguay pada tahun 1994.Dalam putaran Uruguay itu pulalah para negara anggota GAT sepakat untuk membentuk suatu lembaga baru yakni WTO.Setelah melewati masa transisi untuk memberikan kesempatan ratifikasi di tingkat nasional anggota,WTO secara resmi berdiri pada tanggal 1 januari 1995.Walau telah terbentuk organisasi baru dibidang perjanjian perdagangan internasional,GAT masih tetap ada sebagai “Payung perjanjian”di dalam WTO berdampingan perjanjian lain seperti General Agreemnt on Trade in Service(GATS) dan Agreement o Trade Related Aspect of intellectual Proparty Right (TRIPS).     


Daftar Pustaka
Baswir, Revrisond. 2006. Mafia Berkeley. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Chossudovsky, Michel. 1998. The Globalisation of Poverty: Impact of IMF and World Bank Reform. Sidney: Pluto Press.
Gie, Kwik Kian. 2006. Kebijakan Ekonomi Politik dan Hilangnya Nalar. Jakarta: Kompas.
Hancock. Graham. 2005. Dewa-Dewa Pencipta Kemiskinan. Yogyakarta: Cindelaras
International Forum of Globalization. 2003. Globalisasi kemiskinan dan ketimpangan. Yogyakarta: Cindelaras.
Justice and Piece Institute. 2003. Fair Trade: Sebuah Alternatif Positif. Surakarta: Yayasan Samadi.
Khudori. 2004. Neoliberalisme Menumpas Petani: Menyingkap Kejahatan Industri Pangan. Yogyakarta: Resist Book.
Mubyarto. 2000. Membangun Sistem Ekonomi. Yogyakarta: BPFE.
Stiglitz, Joseph. 2003. Globalisasi dan Kegagalan Lembaga-Lembaga Keuangan Internasional. Jakarta: Ina Publikatama.
____________. 2006. Dekade Keserakahan: Era ’90-an san Awal Mula Petaka Ekonomi dunia. Tangerang: Marjin Kiri.

Zona Ekonomi Islam–Ada benang merah antara Stiglitz, pemenang Nobel ekonomi 2001, dengan Indonesia dan ekonomi syariah. Melalui buku-bukunya, Stiglitz banyak mengungkap berbagai persoalan yang secara langsung dan tidak langsung dihadapi Indonesia. Melalui bukunya pula, terkuak pemikiran Stiglitz yang entah disadarinya atau tidak, memiliki sudut pandang yang sama dengan ekonomi syariah.
Joseph E. Stiglitz adalah pemenang Nobel bidang ekonomi tahun 2001. Kemenangannya diraih atas penciptaan cabang teori baru yang disebut The Economics of Information yang banyak mengulas dampak asimetri informasi. (more…)
Pencarian yang terkait :
Filed under News Ekonomi Islam by Choir on 27 September 2010 at 06:15 no comments

Zona Ekonomi Islam–Sektor keuangan syariah memerlukan lebih banyak regulasi untuk dapat mendeteksi risiko lebih baik. Menurut Deloitte, terdapat sejumlah masalah terhadap sektor keuangan Timur Tengah, dimana beberapa perusahaan gagal melakukan best practice keuangan syariah.
Deloitte memaparkan hanya setengah dari perusahaan yang merspon survey bahwa sistem manajemen risiko telah sesuai. (more…)
Pencarian yang terkait :
Filed under Ekonomi Islam by Choir on 21 September 2010 at 01:57 no comments
Firman Allah : “Apa yang kamu berikan (pinjaman) dalam bentuk riba agar harta manusia betambah, maka hal itu tidak bertambah di sisi Allah” (QS.ar-Rum : 39)
Menurut pandangan kebanyakan manusia, pinjaman dengan sistem bunga akan dapat membantu ekonomi masyarakat yang pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi rakyat. Anggapan tersebut telah menjadi keyakinan kuat hampir setiap orang, baik ekonom, pemeritah maupun praktisi. Keyakinan kuat itu juga terdapat pada inetelektual muslim terdidik yang tidak berlatar belakang pendidikan ekonomi. Karena itu tidak aneh, jika para pejabat negara dan direktur perbankan seringkali bangga melaporkan jumlah kredit yang dikucurkan untuk pengusaha kecil sekian puluh triliun rupiah.
(more…)
Pencarian yang terkait :
Filed under News Ekonomi Islam by Choir on 18 September 2010 at 00:41 no comments

NEW YORK-–Dana Moneter Internasional memperkirakan aset perbankan syariah akan tumbuh 15 persen per tahun, dimana aset tersebut akan berjumlah 1 triliun dolar AS pada 2016. Dalam satu dekade terakhir industri perbankan syariah adalah salah satu yang mengalami pertumbuhan tercepat di dunia keuangan global dengan pertumbuhan antara 10-15 persen per tahun.
Tingkat pertumbuhan perbankan syariah yang begitu cepat dimotori oleh meningkatnya permintaan dari umat muslim, meningkatnya pendapatan minyak di Timur Tengah, dan minat investor non muslim akan praktek perbankan beretika. (more…)
Pencarian yang terkait :
Filed under News Ekonomi Islam by Choir on 1 September 2010 at 00:31 no comments

JAKARTA–Meski peristiwa 11 September 2001 sempat digunakan oleh negara-negara Barat terutama Amerika Serikat untuk menyudutkan Islam, namun insiden itu memberikan hikmah tersendiri bagi bank-bank Islam. Dana Moneter Internasional (IMF) melaporkan insiden September kelabu itu justru membuat bank syariah di seluruh dunia meningkat pesat.
Pasalnya, para investor atau nasabah Muslim yang semula menyimpan uangnya di bank-bank konvensional di Amerika dan negara Barat lainnya khawatir dananya bakal dibekukan akibat peristiwa tersebut. (more…)
Pencarian yang terkait :
Filed under Ekonomi Islam by Choir on 14 August 2010 at 01:16 no comments
Ditulis oleh Agustianto

Sepanjang 1 abad belakangan ini, krisis keuangan terus terjadi dan berulang. Setelah didera krisis hebat sejak tahun 1929, ekonomi dunia tak pernah sepi dari krisis yang kekerapannya lebih dari 20 kali krisis. Kini di tahun 2008 perekonomian global kembali mengalami goncangan dahsyat. Bermula dari subprime mortgage crisis di Amerika Serikat (A.S.) tahun 2007 yang lalu, dalam waktu relatif singkat kemudian dalam tahun 2008 berubah menjadi tsunami keuangan yang melanda sistem dan pasar keuangan global, tak terkecuali pasar keuangan Indonesia.
(more…)
Pencarian yang terkait :
Page 1 of 3123»
MACAM-MACAM bank, pengertian syariah dan ruang lingkup syariah, HARAPAN MASA DEPAN PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH, mekanisme penetapan harga beras, kebutuhan dalam situasi darurat untuk menuju kesejahteraan, definisi produksi menurut para ahli, axa mandiri syariah, definisi sistem sosialis, pemahaman ekonomi dan keuangan syariah, Makalah produk bank islam, hadist berbisnis, hukum ekonomi islam, hukum ekonomi islam, pandangan islam dalam masyarakat dan sosial ekonomi, teori permintaan pada, pendapat imam mazhab mengenai wakaf uang, Hukum dan dalil jual beli salam, kedudukan kompilasi hukum islam, pengertian sistem ekonomi islam, makalah leasing, keseimbangan kepentingan individu dan sosial dalam ekonomi islam, produk kpr bni, sistem ekonomi kapitalis, Impak peristiwa 11 September 2001, pasar uang antar bank syariah, manajemen dlm aktivitas bisnis, kelemahan perbankan syariah, artikel penetapan harga produk, produk investasi pada bank syariah, berikan contoh perusahaan tenaga kerja yang intensif, buku karangan al imam an nasai, pengertian tentang ayat ayat hukum, faktor teori permintaan, Keuntungan kpr syariah, definisi wadiah dan wakalah, keuntungan bri syariah, istilah-istilah ekonomi, pengambilan untung sebanyak-banyaknya dari orang lain, makalah wadiah dan wakalah, perbankan syariah di indonesia, pengertian ushul fiqh pada masa kontemporer, hukum ekonimi menurut islam, basyarnas, macam pasar modal, MACAM MACAM PASAR MODAL, koperasi syariah batam, definisi sosialisme dan komunisme, negara mana pengguna mata uang emas, Objek HAKI, artikel motif ekonomi

Sejak zaman dulu emas telah digunakan sebagai medium pertukaran. Kerajaan Yunani dan Romawi menjadikan emas sebagai alat pertukaran, dan tradisi tersebut diteruskan sampai ke zaman Mercantile (sekitar abad 19). Dalam sejarah telah terdapat beberapa sistem kurs yang ditetapkan untuk mencari sistem kurs yang ideal.

Mekanisme untuk menentukan kurs juga dapat dikategorikan menjadi beberapa kelompok, yaitu: Mengambang bebas, Float yang dikelola, Perjanjian Zona Target Tertentu, Dikaitkan dengan Mata Uang Lain, Dikaitkan dengan kelompok mata uang lain, Dikaitkan dengan Indikator Tertentu, dan Sistem Kurs Tetap.

Limabelas negara Eropa sepakat untuk membentuk kerjasama dalam penentuan kurs pada Sistem Moneter Eropa. Negara-negara tersebut terlibat perdagangan satu sama lain cukup besar sehingga kurs yang stabil diharapkan akan sangan membantu perdagangan antar negara Eropa. Perkembangan sistem moneter Eropa dapat memberikan pelajaran mengenai pentingnya koordinasi moneter antar negara.

IMF dan Bank Dunia merupakan dua lembaga yang dibentuk melalui perjanjian Bretton Woods pada tahun 1944 setelah perang dunia kedua berakhir. IMF merupakan lembaga kunci dalam sistem moneter internasional karena IMF membantu negara anggotanya mempertahankan kurs atas tekanan musiman, siklus, atau kejadian random.

SEJARAH SISTEM MONETER INTERNASIONAL

Zaman Emas (1876-1913)

Perdagangan yang semakin meningkat membuat kebutuhan sistem pertukaran yang lebih formal menjadi semakin terasa. Standar emas pada dasarnya menetapkan nilai tukar mata uang negara berdasarkan emas. Pemerintah atau Negara yang bersangkutan harus menjaga persediaan emas yang cukup untuk menjamin jual-beli emas. Jika pemerintah negara lain juga menetapkan nilai mata uangnya berdasarkan, maka kurs antar dua mata uang bisa ditentukan.

Karena nilai emas terhadap barang lain tidak banyak berubah dalam jangka panjang, stabilitas nilai uang dan kurs mata uang tidak banyak berfluktuasi dalam jangka panjang.

Bagaimana Mekanisme Emas Berjalan

Standar emas berbeda dengan mata uang fiat (fiat money). Dalam mata uang fiat, nilai mata uang ditentukan berdasarkan kepercayaan terhadap kemauan pemerintah menjaga integritas mata uang tersebut. Seringkali kepercayaan tersebut disalahgunakan. Pemerintah tertentu selalu tergoda menerbitkan uang baru, karena biaya produksi penerbitan tersebut praktis nol.

Dengan menggunakan standar emas, nilai mata uang didasarkan pada emas. Pemerintah tidak bisa seenaknya menambah jumlah uang yang beredar, karena suplai uang dibatasi oleh suplai emas. Mekanisme penyesuaian kurs dalam standar emas bisa digambarkan melalui mekanisme price-specie-flow mechanism (specie merujuk ke mata uang emas).

Dengan proses tersebut kurs mata uang bisa terjaga selama negara-negara di dunia memakai emas sebagai standar nilai uangnya. Inflasi yang berkepanjangan tidak akan terjadi dalam situasi semacam itu.

Periode Perang Dunia 1914-1944

Standar emas hancur waktu perang dunia 1 pecah. Mata uang praktis ditetapkan atas dasar emas atau mata uang lainnya dengan longgar. Beberapa usaha kembali ke standar emas dilakukan sesudah perang dunia 1 berakhir.

Emas hanya diperdagangkan dengan bank sentral, bukan pribadi. Kurs mata uang ditetapkan berdasarkan emas. Sesudah tahun 1934 dan sesudah perang dunia kedua, konvertibilitas mata uang yang bisa ditukarkan (konvertibel) dengan mata uang lainnya.

Periode Kurs Tetap

Periode ini dimulai dengan perjanjian Bretton Woods. Melalui perjanjian ini, semua negara menetapkan nilai tukar mata uangnya berdasarkan emas, tetapi tidak diharuskan memenuhi konvertibilitas mata uang mereka dalam emas.

Negara anggota diminta menjaga kursnya dalam batas 1% (naik atau turun) dari nilai par, dan bersedia melakukan intervensi untuk menjaga kurs tersebut. IMF membantu negara anggotanya dalam rangka menjaga kurs mata uangnya.

Tekanan spekulasi menyebabkan sistem kurs tetap tidak layak lagi dipertahankan. Pasar keuangan dunia sempat tutup selama beberapa minggu pada bulan Maret 1973. Ketika pasar tersebut dibuka, kurs mata uang dibiarkan mengambang sampai ke kurs yang ditentukan oleh kekuatan pasar.

Post Bretton Woods (1973) - sekarang

Setelah kurs dibiarkan mengambang, fluktuasi kurs mata uang dunia menjadi semakin tinggi dan semakin sulit diprediksi. Kejadian penting pertama setelah Bretton Woods berakhir adalah embargo minyak negara OPEC yang cukup sukses (Oktober 1973). Pada tahun 1974 harga minyak cenderung melakukan kebijakan sangat tajam.

Kurs dollar dan juga kurs mata uang lainnya, di masa mendatang akan berfluktuasi sama seperti sekitar dua puluh tahun terakhir ini. Selama tidak ada patokan yang pasti, kurs mata uang di masa mendatang akan mengalami fluktuasi yang tidak bisa diprediksi.

Beberapa ekonom mulai menganjurkan kembali ke sistem kurs tetap. Tetapi sampai saat ini belum ada model yang ideal yang sesuai dengan kondisi saat ini, yang bisa menjamin stabilitas kurs. Sistem yang ideal akan mencakup dua hal :

1. Sistem harus kredibel (bisa dipercaya)
2. Sistem harus mempunyai mekanisme stabilitas harga yang otomatis (built in)

Sistem yang ideal diharapkan bisa memunculkan mata uang dengan karakteristik :
1. Nilai yang stabil. Nilai yang stabil merupakan karakteristik yang diinginkan karena bisa membuat transaksi bisnis menjadi lebih mudah diperhitungkan.
2. Bisa dipertukarkan dengan mudah. Lalu lintas modal yang lancer merupakan karakteristik yang diinginkan.
3. Kebijakan Moneter yang independent. Kebijakan Moneter ditentukan oleh setiap negara untuk mencapai tujuan ekonomi yang ditetapkan atau diprioritaskan negara tersebut.

SISTEM PENETAPAN KURS

Mekanisme penentuan kurs bisa dikategorikan menjadi beberapa kelompok :

Free Float (Mengambang Bebas)

Berdasarkan sistem ini, kurs mata uang dibiarkan mengambang bebas tergantung kekuatan pasar. Beberapa faktor yang mempengaruhi kurs, misal inflasi, pertumbuhan ekonomi, inflasi akan digunakan oleh pasar dalam mengevaluasi kurs mata uang negara yang bersangkutan. Jika variable tersebut berubah, atau penghargaan terhadap variable tersebut berubah, kurs mata uang akan berubah. Sistem mengambang bebas juga disebut sebagai clean float.

Float yang dikelola (Managed Float)

Sistem mengambang bebas mempunyai kerugian karena ketidakpastian kurs cukup tinggi. Sistem float yang dikelola, yang sering disebut juga sebagai dirty float, dilakukan melalui campur tangan Bank Sentral yang cukup aktif.

Bank Sentral kemudian akan melakukan intervensi jika kurs yang terjadi di luar batasan yang telah ditetapkan. Beberapa bentuk intervensi :
a. Menstabilkan fluktuasi harian. Bank Sentral melakukan cara ini dengan tujuan menjaga stabilitas kurs agar perubahan kurs cukup teratur.
b. Menunda kurs (leaning against the wind). Melalui cara ini bank sentral melakukan intervensi dengan tujuan mencegah atau mengurangi fluktuasi jangka pendek yang cukup tajam, yang diakibatkan oleh kejadian yang sifatnya sementara.
c. Kurs tetap secara tidak resmi (unofficial pegging). Melalui cara ini Bank Sentral melawan kekuatan pasar dengan menetapkan (secara resmi) kurs mata uangnya.

Perjanjian Zona Target Tertentu

Melalui perjanjian ini, beberapa negara sepakat untuk menentukan kurs mata uangnya secara bersama dalam wilayah kurs tertentu. Jika kurs melewati batas atas atau batas bawah, Bank Sentral negara yang bersangkutan akan melakukan intervensi.

Dikaitkan dengan Mata Uang Lain

Sekitar 62 negara dari 162 negara anggota IMF mengkaitkan nilai mata uangnya terhadap mata uang lainnya. Sebagian mengkaitkan nilai mata uangnya terhadap mata uang negara tetangga.

Dikaitkan dengan kelompok mata uang lain

Sekitar 21 negara mengkaitkan mata uangnya terhadap kelompok mata uang lainnya. Basket, kelompok, atau portofolio mata uang tersebut biasanya terdiri dari mata uang partner dagang yang penting. 19 negara mengkaitkan nilai mata uangnya terhadap portofolio yang mereka buat sendiri.

Dikaitkan dengan Indikator Tertentu

Dua negara, Chili dan Nikaragua, mengkaitkan mata uangnya terhadap indikator tertentu, seperti kurs riil efektif, kurs yang telah memasukkan inflasi terhadap partner dagang mereka yang penting.

Sistem Kurs Tetap

Di bawah sistem kurs tetap, pemerintah atau Bank Sentral menetapkan kurs secara resmi. Kemudian Bank Sentral akan selalu melakukan intervensi secara aktif untuk menjaga kurs yang telah ditetapkan tersebut.
Jika kurs resmi dirasakan sudah tidak sesuai dengan kondisi fundamental ekonomi negara tersebut, devaluasi atau revaluasi dilakukan. Cara yang bisa dilakukan selain devaluasi adalah :
1. Pinjaman asing
2. Pengetatan
3. Pengendalian harga dan upah
4. Pembatasan aliran modal keluar

SISTEM MONETER EROPA (EUROPEAN MONETARY SYSTEM ATAU EMS)

Unit Mata Uang Eropa (European Currency Unit atau ECU) dan Mekanisme Kurs (Exchange Rate Mechanism)

ECU merupakan portofolio (basket) yang terdiri dari mata uang negara angora EMD. Nilai ECU merupakan rata-rata tertimbang nilai masing-masing mata uang anggota, dengan bobot ditentukan berdasrkan kekuatan relative perekonomian negara tersebut. ECU bisa berfungsi sebagai unit moneter, alat penyelesaian transaksi, dan sebagai cadangan negara anggota.

Mekanisme kurs Eropa (ERM atau European Rate Mechanism) merupakan proses penentuan kurs antarmata uang negara anggota. ERM atau mekanisme kurs mempunyai tiga karakteristik : Penetapan kewajiban setiap anggota untuk memelihara kurs, Penyediaan dana dalam rangka menjaga stabilitas kurs, dan Penentuan kurs yang baru atas kesepakatan bersama jika kondisi ekonomi mengharuskan demikian.

Inti dari mekanisme penetuan kurs dalam Sistem Moneter Eropa adalah dikaitkannya nilai setiap mata uang terhadap ECU.

Masa Depan Sistem Moneter Eropa

Menurut kesepakatan, negara Eropa akan membentuk Uni Moneter Eropa (European Monetary Union atau EMU) secara penuh, yang mempunyai satu bank sentral yang akan menerbitkan mata uang bersama pada tahun 1999 (disebut mata uang Euro). Kesepakatan tersebut mengharuskan integrasi dan koordinasi dalam kebijakan moneter dan fiskal negara anggotanya. Sebelum menjadi anggota, negara Eropa harus memenuhi standar sebagai berikut ini :
1. Inflasi nominal tidak boleh lebih dari 1,5% di atas rata-rata tiga anggota dengan inflasi paling kecil tahun yang lalu.
2. Tingkat bungan jangka panjang tidak boleh lebih dari 2 % di atas rata-rata tiga anggota dengan tingkat bungan paling bawah.
3. Defisit fiskal tidak boleh lebih dari 3% dari GNP.
4. Utang pemerintah tidak boleh lebih dari 60% dari GNP.

IMF (INTERNATIONAL MONETARY FUND)

IMF dan Bank Dunia merupakan dua lembaga yang dibentuk melalui perjanjian Bretton Woods pada tahun 1944 setelah perang dunia kedua berakhir. IMF merupakan lembaga kunci dalam sistem moneter internasional. IMF membantu negara anggotanya mempertahankan kurs atas tekanan musiman, siklus, atau kejadian random.

IMF didanai oleh setiap anggotanya dengan kuota yan gditetapkan berdasarkan perkiraan pola perdagangan sesudah Perang Dunia kedua. IMF menciptakan mata uang (reserve) baru yang dinamakan sebagai Special Drawing Right (SDR). Mata uang tersebut menjadi unit rekening untuk IMF maupun organisasi regional dan internasional lainnya. Mata uang tersebut juga dipakai sebagai dasar dalam penentuan kurs oleh beberapa negara. Negara lainnya memegang SDR dalam bentuk deposito di IMF.

Pembicaraan mengenai sistem moneter internasional akan memberi latar belakang penentuan kurs mata uang dunia. Saat ini sebagian besar negara dunia, terutama negara besar, menggunakan sistem kurs mengambang. Tetapi nampaknya sistem kurs mengambang bukan pilihan terbaik, karena mendorong fluktuasi kurs yang lebih tinggi.

Fluktuasi yang lebih tinggi tersebut membuat perhitungan bisnis, biaya manajemen valuta asing menjadi semakin tinggi. Sistem kurs tetap nampaknya cukup ideal, tetapi sistem tersebut nampaknya sulit dipertahankan. Sejarah menunjukkan kegagalan sistem kurs tetap karena beberapa alasan, khususnya ketidakseragaman kebijakan perekonomian dan moneter negara di dunia.

sumber : http://catatankuliahdigital.blogspot.com/2009/10/sistem-moneter-internasional.html

Masa depan IMF dalam perekonomian Asia

Oleh: Dewi Astuti, Erna S. U. Girsang, & M. Munir Haikal
International Monetary Fund (IMF) mengajukan diri untuk meningkatkan peran dalam perekonomian Asia. Apakah IMF masih memiliki masa depan yang cerah di kawasan ini?Pekan ini, selama 2 hari, 12 Juli sampai 13 Juli, para pemimpin Asia menggelar Konferensi Tingkat Tinggi (Asia 21 Conference ) bertajuk Asia: Leading The Way Forward, Reflecting Asia’s Economic Dynamism And Global Leadership Role In The 21st.
Sebagai tuan rumah, IMF dan Korsel menggelar perhelatan itu di Daejeon, pusat teknologi dan ilmu pengetahuan negara itu. Pertemuan itu meninjau kembali peran dan hubungan IMF di Asia selama krisis keuangan pada 1990-an, serta peningkatan peran IMF ke depan.
Keinginan IMF menambah peran di Asia sangat kuat. Bahkan, dalam pidatonya pada hari pertama Managing Director Dominique Strauss Kahn menyampaikan kembali pengakuan mengenai beberapa kesalahan kebijakan lembaga itu selama krisis Asia pada 1998.
“Kami belajar dari kesalahan masa lalu.”
Dia juga mengatakan komitmennya menuntaskan reformasi kuota 5% untuk negara berkembang, meski tidak mudah menyatukan pandangan dalam dewan kebijakan. Negara yang kuotanya berlebihan dikurangi dan diseimbangkan dengan negara lain.
Asia, jelasnya, perlu mengantisipasi dampak dari pergerakan arus modal yang sangat cepat, karena sistem perekonomian negara yang sudah sangat terbuka. Untuk ini dia berjanji memastikan akan memperkuat sistem peringatan dini.
“Kami akan bekerja keras menjadikan analisis lembaga ini berguna bagi kawasan Asia. Kami akan berupaya keras untuk meningkatkan efektivitas dan penngawasan dari nasihat kebijakan yang diberikan oleh IMF,” ujarnya.
Kahn juga memastikan akan memperkuat jaringan pengaman global sehingga pihaknya akan bekerja sama lebih erat dengan negara di kawasan Asia. IMF sedang mengkaji sejumlah opsi untuk memperkuat mekanisme dalam mencegah krisis dan memitigasi dampak sistemik. Tidak tanggung-tanggung, dia mengatakan telah menyiapkan paket reformasi [kuota] pada 2008 dan akan menyempurnakan lagi pada G-20 Summit di Seoul pada November untuk kepentingan negara berkembang dari total 186 negara anggota.
Sampai 28 Februari 2010, valuasi kuota IMF mencapai US$333 miliar. Pada saat yang sama, IMF juga memiliki komitmen penyaluran pinjaman senilai US$191 miliar, sedangkan jumlah dana yang belum disalurkan mencapai US$121 miliar.
Citra negatif
Chief Economist Regional Surabaya PT Bank BNI Tbk Ikhsan Modjo mengatakan hubungan Asia dan IMF mulai retak pascakrisis moneter pada akhir 1990-an, karena anjuran agen kredit multilateral itu dinilai memperburuk situasi perekonomian.
Selain citra IMF yang negatif dari sisi intervensi terhadap negara penerima pinjaman, jelasnya, lembaga itu sudah diibaratkan sebagai rumah sakit, sehingga jika sudah mendapatkan kredit maka peringkat investasi atau indeks kepercayaan atas negara itu dapat turun.
Di luar itu, negara-negara di Asia sudah memiliki strategi lain dalam mengatasi kekurangan cadangan devisa, dengan diversifikasi cadangan, membentuk perjanjian konversi mata uang, seperti yang dilakukan Asean, China, Jepang, dan Korsel, melalui Chiang May Initiative.
Beberapa pemerintah, termasuk Indonesia, jelasnya, enggan membicarakan kemungkinan meminjam dana dari IMF dalam pertemuan terbuka karena sangat sensitif dan dapat menuai citra negatif. Ini menjadi tantangan besar bagi kreditur multilateral itu.
Kepercayaan Asia terhadap IMF, tambahnya, juga belum membaik karena dominasi anggota dewan direksi dan staf yang masih berasal dari Eropa, sehingga selama resesi negara yang menggunakan fasilitas IMF hanya dari negara berkembang di Eropa.
Harapan atas peningkatan peran IMF di Asia disampaikan Menteri Keuangan Korsel Jeung- Hyun Yoon, di Daejeon, meskipun dia mengemukakan sampai saat ini IMF belum sepenuhnya mengutamakan perannya memastikan stabilitas dan mendukung pertumbuhan di Asia.
Namun, dia menyampaikan keyakinannya atas kemampuan IMF menyiapkan dan memperkuat jaring pengaman keuangan di dunia, meskipun lagi-lagi dalam Spring Meeting IMF di Washington DC pada April lalu, Komite Keuangan dan Moneter Internasional belum mampu memfinalisasi reformasi kuota sebesar 5%.
IMF hanya berjanji akan merampungkan agenda itu sebelum Januari 2011. Padahal, Asia membutuhkan kebijakan efektif, termasuk akses kredit yang fleksibel (flexible credit line/ FCL) untuk pasokan likuiditas selama sistem mengalami krisis.
Menanggapi hal ini, Karn mengatakan perlu ada penanganan yang tepat dan mengingatkan supaya pertumbuhan ekonomi tidak terlalu bergantung kepada pasar tradisional sehingga perlu dikembangkan pasar baru.
Jeung-Hyun Yoon mengatakan langkah lain yang bisa ditempuh IMF mengambil hati Asia adalah meningkatkan diversifikasi staf lembaga itu karena selama ini masih didominasi Eropa.
Peserta pertemuan itu mengaminkan bahwa cadangan devisa dan kebijakan nilai tukar perlu penanganan dan jaminan secara serius, sehingga peran lembaga seperti IMF tidak dapat diabaikan, apalagi ekspor menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Asia.
Gubernur Bank Sentral Korea (Bank of Korea) Kim Choong Soo menilai pertumbuhan Asia didukung oleh pertumbuhan ekspor. Namun, dia menyadari perlunya upaya untuk pertumbuhan domestik dengan meningkatkan konsumsi.
“Sejumlah negara berkembang mempunyai opsi untuk mengakumulasi cadangan devisa guna menghadapai krisis. Tetapi merupakan biaya tinggi sehingga ini bukan merupakan pilihan yang terbaik. Adanya global safety net merupakan pilihan yang baik buat semua negara,” jelasnya.
Pertemuan ini memang menunjukan adanya sinyal dari Asia untuk memberikan kesempatan berperan dalam perekonomian kawasan pada masa mendatang, tetapi tentu pengalaman buruk selama krisis moneter diharapkan tidak akan terulang lagi. (dewi.astuti@bisnis.co.id/erna.girsang@bisnis.co.id/munir.haikal@bisnis.co.id)


PERAN IMF DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

Pola dan proses dinamika pembangunan ekonomi di suatu negara ditentukan oleh banyak faktor baik domestik mapun eksternal. Faktor-faktor domestik antara lain kondisi fisik (termasuk iklim), lokasi geografis, jumlah dan kualitas sumber daya alam (SDA), dan sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki, kondisi awal ekonomi, sosial dan budaya, sistem politik, serta peranan pemerintah di dalam ekonomi. Adapun faktor-faktor eksternal di antaranya adalah perkembangan teknologi, kondisi perekonomian dan politik dunia, serta keamanan global.
Dari pengalaman di berbagai negara menurut Tulus T.H. Tambunan mungkin dapat dikatakan yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi bukan “warisan” dari negara penjajah, melainkan orientasi politik, sistem ekonomi, serta kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh rezim pemerintah yang berkuasa setelah lenyapnya kolonialisasi. Pengalaman Indonesia sendiri menunukkan bahwa pemerintahan orde lama, rezim yang berkuasa menerapkan sistem ekonomi tertutup dan lebih menguatkan militer dari pada ekonomi. Ini semua menyebabkan ekonomi nasional pada masa itu mengalami stagnasi, pembangunan praktis tidak ada. Walaupun ideology Indonesia adalah Pancasila namun pengaruh ideology komunis pada waktu itu sangat kuat. Indonesia umumnya memilih haluan politik berbau komunis sebagai refleksi dari perasaan anti kolonialisme dan anti imperialisme.
Transisi pemerintahan dari orde lama ke orde baru berpenaruh pada paradigma pembangunan ekonomi dari yang berhaluan sosialis ke kapitalis-liberal. Pemerintahan orde baru menjalin kembali hubungan baik dengan Barat dan menjauhi ideologi komunis. Indonesia juga kembali menjadi anggota PBB dan anggota lembaga-lembaga dunia lainnya seperti Bank Dunia dan IMF. IMF yang didirikan sebagai hasil konferensi Bretton Woods pada tahun 1944 secara umum mempunyai tujuan memberi bantuan kepada negara anggota yang membutuhkan. Kesemuanya itu akan dapat memberi peluang memperbaiki ketidakseimbangan neraca pembayarannya tanpa mengambil jalan yang merusak neraca pembayaran nasional atau internasional.

Indonesia dan IMF
Indonesia pada masa orde baru kembali menjadi anggota IMF dilakukan pada masa Kabinet Ampera untuk melaksanakan pokok-pokok kebijakan stabilisasi dan rehabilitasi. Kondisi merupakan awal terjadinya bantuan IMF hingga sekarang. Setiap tahun, Indonesia mendapatkan bantuan dari IGGI (Inter Government Group on Indonesia) yang di dalamnya terkait dengan bantuan Bank Dunia. Sesudah IGGI berubah menjadi CGI , maka di dalamnya juga terkait bantuan IMF dan Bank Dunia dengan bantuan sekitar US$ 5 Milyar setiap tahunnya. Sejak terjadi krisis tahun 1997 Indonesia telah meminta bantuan IMF dengan paket bantuan senilai US$ 23 Milyar. Kondisi perekonomian nasional era orde baru lmenjadi lebih baik karena perubahan pada orientasi kebijakan ekonomi dari sistem sosialis ke sistem kapitalis.
Era reformasi kemudian mewarnai arena perpolitikan dalam negeri, IMF melalui Stanley Fisher (Wakil Dierektur IMF) yang didampingi Hubert Neiss (Direktur IMF untuk Asia Timur dan Pasifik) melakukan wawancara secara terpisah dengan pimpinan lima partai besara waktu itu yaitu PDIP, Golkar, PKB, PPP dan PAN. Dari hasil wawancara dianggap telah mewakili gambaran pemerintahan Indonesia pasca Pemilu 1999. dengan demikian hampir dapat dipastikan bahwa Indonesia masih sangat tergantung pada bantuan luar negeri dan sulit melepaskan diri dari pengaruh IMF . Begitu pula pemerintahan SBY dengan menghadirkan sosok Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan yang notabene mantan pejabat IMF.
Ketergantugan yang Tinggi
Pertanyaan yang timbul diajukan berdasar paparan sebelumnya bahwa kenapa Indonesia begitu sangat bergantung pada campur tangan IMF? Dari sisi historis pengalaman Indonesia mengambil haluan ideologi sosialis terbukti telah gagal di samping beberapa faktor. Indonesia kemudian mengambil jalan ekonomi yang terbuka yang dimungkinkannya kerja sama dengan berbagai pihak termasuk IMF. Adam Smith dalam pandangannya menghendaki negara membiarkan kekuasaan membuat keputusan-keputusan ekonomi berada di tangan orang-orang ekonomi itu sendiri. Jika perekonomian itu bebas maka para pengusaha akan menggunakan modalnya untuk usaha-usaha yang paling produktif dan pembagian pembagian pendapatan dapat menemukan sendiri tingkatnya yang wajar di pasar.
Tidak bisa dipungkiri bahwa hingga sekarang tingkat ketergantungan Indonesia kepada pengaruh IMF sangat tinggi, karena pada dasarnya Indonesia terbantu dengan bantuan luar negeri ini. Sistem ekonomi yang liberal memberi potensi bagi suatu negara untuk membuka pintu kerja sama yang luas yang kemudian menjelma menjadi arena transaski internasional secara bebas.
Sebagai negara dengan perekonomian terbuka, Indonesia tidak dapat menghindar dari proses globalisasi ekonomi dunia. Dampak utama dari proses globalisasi ekonomi adalah berubahnya konsep perdagangan internasional dalam menentukan pola perdagangan dan produksi suatu negara. Ketergantungan Indonesia yang tinggi semakin terasa ketika Indonesia tidak mampu megatasi sendiri krisisnya yang berujung pada kebutuhan bantuan dari IMF melalui mekanisme utang luar negeri.

DAFTAR PUSTAKA
Ikbar, Januar Ekonomi Politik Internasional Konsep dan Teori Bandung: Refika Aditama, 2006
Latief, Dochak Pembangunan Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi Global Surakarta: UMS Press, 2002
Perwita, A.A. Banyu & Yani, Y.M Pengantar Ilmu Hubungan Internasional Bandung: Rosda, 2005
Sjahrir Kebijakan Negara Mengantisipasi Masa Depan Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1994
Tabb, William K. Tabir Politik Globalisasi Yogyakarta: Lafadl Pustaka, 2006
Tambunan, Tulus T.H. Perekonomian Indonesia Teori dan Temuan Empiris Jakarta: Ghalia Indonesia, 2001


Apakah IMF itu?
Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) adalah organisasi internasional yang bertanggungjawab dalam mengatur sistem finansial global dan menyediakan pinjaman kepada negara anggotanya untuk membantu masalah-masalah keseimbangan neraca keuangan masing-masing negara. Salah satu misinya adalah membantu negara-negara yang mengalami kesulitan ekonomi yang serius, dan sebagai imbalannya, negara tersebut diwajibkan melakukan kebijakan-kebijakan tertentu, misalnya privatisasi badan usaha milik negara.
Dari negara-negara anggota PBB, yang tidak menjadi anggota IMF adalah Korea Utara, Kuba, Liechtenstein, Andorra, Monako, Tuvalu dan Nauru.




Lembaga ini berawal ketika PBB mensponsori Konferensi Keuangan dan Moneter di Bretton Woods, New Hampshire, Amerika Serikat pada tanggal 22 Juli, 1944. Artikel tentang Perjanjian IMF berlaku mulai 27 Desember 1945, dan organisasi IMF terbentuk pada bulan Mei 1946, sebagai bagian dari rencana rekonstruksi pasca Perang Dunia II dan memulai operasi finansial pada 1 Maret 1947.
Lembaga ini, bersama Bank untuk Penyelesaian Internasional dan Bank Dunia, sering pula disebut sebagai institusi Bretton Woods. Ketiga institusi ini menentukan kebijakan moneter yang diikuti oleh hampir semua negara-negara yang memiliki ekonomi pasar. Sebuah negara yang menginginkan pinjaman dari IMF, keistimewaan BIS serta pinjaman pembangunan Bank Dunia, harus menyetujui syarat-syarat yang ditentukan oleh ketiga institusi ini.

IMF adalah lembaga pemberi pinjaman terbesar kepada Indonesia. Lembaga internasional ini beranggotakan 182 negara. Kantor pusatnya terletak di Washington. Misi lembaga ini adalah mengupayakan stabilitas keuangan dan ekonomi melalui pemberian pinjaman sebagai bantuan keuangan temporer, guna meringankan penyesuaian neraca pembayaran. Sebuah negara akan meminta dana kepada IMF ketika sedang dilanda kiris ekonomi. Pinjaman tersebut terkait erat dengan berbagai persyaratan, yang disebut kondisionalitas. Mata uang IMF adalah SDR — Special Drawing Rights. Mulai 20 Agustus 1998, 1 SDR = US$ 1,33.
IMF dijuluki ‘organisasi internasional paling berkuasa di abad 20, yang sangat besar pengaruhnya bagi kesejahteraan sebagian besar penduduk bumi’. Ada pula yang mengolok-olok IMF sebagai singkatan dari ‘institute of misery and famine’ (lembaga kesengsaraan dan kelaparan). Sebagaimana halnya Bank Dunia, lembaga ini dibentuk sebagai hasil kesepakatan Bretton Woods setelah Perang Dunia II. Menurut pencetusnya, Keynes dan Dexter White, tujuannya adalah ‘menciptakan lembaga demokratis yang menggantikan kekuasaan para bankir dan pemilik modal internasional’ yang bertanggung jawab terhadap resesi ekonomi pada dekade 1930-an. Akan tetapi peran itu sekarang berbalik 180 derajat, setelah IMF dan Bank Dunia menerapkan model ekonomi neo-liberal yang menguntungkan para pemberi pinjaman, bankir swasta dan investor internasional. Lembaga keuangan tersebut dikecam sebagai tak lebih dari perpanjangan kebijakan luar negeri Amerika Serikat.
IMF diserang kritik
Selama bertahun-tahun IMF dikecam karena meningkatkan kemiskinan dan ketidakstabilan. Laporan-laporan terbaru dari Kongres AS dan Parlemen Inggris juga memberikan kecaman pedas terhadap tindakan-tindakan IMF. Kepala ahli Ekonomi Bank Dunia, Joseph Stiglitz, sangat mengecam IMF atas perannya dalam krisis Asia. Di Indonesia, IMF dituding sebagai biang keladi kepanikan yang berbuntut pada krisis keuangan, setelah ia memaksa penutupan 16 bank dan membuat kesepakatan restrukturisasi besar-besaran yang mengakibatkan investor panik. Kendati sejak musim gugur 1999 IMF menempuh langkah pengurangan kemiskinan sebagai sasaran utama, masih perlu dicermati seberapa kuat daya penyembuhnya.

Menurut laporan staf IMF sendiri: “Sering didapati bahwa program-program (IMF) diikuti oleh meningkatnya inflasi dan anjloknya tingkat pertumbuhan” (Khan 1990). Institut Pembangunan Luar Negeri (ODI) Inggris menyimpulkan bahwa program-program IMF mengandung ‘pengaruh terbatas kepada pertumbuhan ekonomi,’ ‘mengurangi pendapatan riil’, ‘gagal memicu arus modal masuk,’ ‘tidak begitu berdampak terhadap angka inflasi’, ‘memangkas tingkat investasi’, ‘berbiaya sosial besar,’ ‘menciptakan destabilisasi politik.’
Bagaimana pinjaman berlaku
Ada beberapa macam pinjaman;
SBA – standby arrangements: pinjaman jangka pendek 1-2 tahun
EFF – extended fund facility: pinjaman jangka menengah 3 tahun dengan peninjauan sasaran setiap tahun.
SAF – structural adjustment facility: pinjaman jangka menengah dengan konsesi tertentu selama tiga tahun bagi negara-negara berpendapatan rendah.
ESAF – enhanced structural adjustment fund: mirip SAF, tapi berbeda cakupan dan rentang persyaratannya.

Amerika Serikat mengontrol pembuatan keputusan di IMF melalui hak votingnya, sesuai dengan besarnya hak suara yang dimiliki yakni 17.81%. Angka tersebut cukup memberinya hak untuk memveto kebijakan IMF. Selain AS, tidak ada negara yang mempunyai lebih dari 6% hak suara dan mayoritas negara anggota mempunyai kurang dari 1%. Pinjaman IMF dianggap sebagai sesuatu yang ‘keramat’; yang tidak bisa dilalaikan oleh suatu negara.
Persyaratan – obat IMF
Nota Kesepakatan atau Letter of Intent (LoI) adalah dokumen yang menetapkan apa yang harus dilakukan oleh sebuah negara agar bisa memperoleh pinjaman IMF. LoI didahului dengan negosiasi antara kementerian keuangan negara yang bersangkutan dan IMF. Dokumen tersebut biasanya ditandatangani oleh Menteri Keuangan dan kepala bank sentral. LoI memuat kebijakan-kebijakan berskala besar yang harus diimplementasikan oleh pemerintah. Tidak jarang, LoI sangat jauh jangkauannya. Unsur-unsurnya sering mencakup, antara lain: sasaran anggaran berimbang, sasaran-sasaran pengadaan uang dan inflasi, kebijakan nilai tukar uang, keseimbangan perdagangan dan kebijakan perdagangan, reformasi hukum perburuhan, reformasi struktur PNS, privatisasi, dan perubahan perundang-undangan. Kadang-kadang Memorandum tambahan disertakan pada LoI.

IMF menambahkan syarat-syarat pada pinjamannya. Dalam jangka pendek, umumnya IMF menekankan kebijakan-kebijakan berikut:
devaluasi nilai tukar uang, unifikasi dan peniadaan kontrol uang; liberalisasi harga: peniadaan subsidi dan kontrol; pengetatan anggaran.

Dalam jangka panjang, umumnya IMF menekankan kebijakan-kebijakan berikut:
liberalisasi perdagangan: mengurangi dan meniadakan kuota impor dan tarif;deregulasi sektor perbankan sebagai ‘program penyesuaian sektor keuangan’;privatisasi perusahaan-perusahaan milik negara;privatisasi lahan pertanian, mendorong agribisnis;reformasi pajak: memperkenalkan/meningkatkan pajak tak langsung;
‘mengelola kemiskinan’ melalui penciptaan sasaran dana-dana sosial’pemerintahan yang baik’.

Kesepakatan terbaru antara Pemerintah Indonesia dan IMF
Pada 4 Februari 2000, IMF menyetujui pemberian pinjaman — jenis EFF — berjangka waktu tiga tahun sebesar SDR 3,638 milyar (sekitar US$5 milyar) untuk mendukung program reformasi ekonomi dan struktural Indonesia. Dari jumlah tersebut, SDR 260 juta (sekitar US$49 juta) diberikan pada hari itu juga dan sisanya akan diberikan setelah dilakukan peninjauan kinerja sasaran dan program pada periode berikutnya

Kesepakatan Pinjaman Pasca-krisis
Tabel berikut ini menunjukkan tiga kesepakatan terakhir IMF dengan Pemerintah Indonesia. Jumlah pinjaman sesungguhnya lebih kecil daripada jumlah yang disetujui — yakni Pemerintah Indonesia tidak sepenuhnya menerima total dana yang disediakan.

Konsultasi dengan masyarakat sipil, LSM dan Aktivis
IMF mengatakan bahwa sulit menerima masukan dari masyarakat sipil mengenai pinjaman karena kendala waktu. Tapi, LSM bisa mendesak untuk bertemu dengan para utusan misi IMF. Jika mereka menolak, mereka bisa diadukan kepada para petinggi IMF dan pers. LSM juga bisa menyoroti sasaran/kebijakan yang belum diimplementasikan, kebijakan-kebijakan yang bermasalah dan menyarankan kebijakan yang dapat disisipkan. Pinjaman terbaru dari IMF akan berlaku hingga 31 Desember 2002, tetapi sewaktu-waktu dapat ditunda bila sasaran tidak tercapai.


SatuDunia, Jakarta-  Bank Dunia selama ini telah memerankan peran yang sangat penting dalam sektor energi secara global. Sebagai institusi finansial terbesar yang memberikan bantuan finansial kepada negara berkembang, Bank Dunia memiliki mandat untuk mengurangi kemiskinan di negara berkembang dan negara miskin dunia.

Namun, dari paparan hasil penelitian yang dilakukan oleh IESR dan BIC  terkait proyek-proyek Bank Dunia selama 40 tahun di sektor energi Indonesia, hasilnya kinerja Bank Dunia sedikit sekali berpengaruh pada kesejahteraan rakyat. Untuk akses energi sendiri menurut data Bank Dunia pada tahun 2007, lebih dari 70 juta rakyat Indonesia masih belum mendapatkan akses listrik. Temuan ini tentu saja diperkirakan lebih banyak. Menurut Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR, dari penelitian yang dilakukannya, kurang lebih 100 juta rakyat Indonesia belum mendapatkan akses untuk energi listrik.

Sementara untuk pengentasan kesulitan akses energi pada rakyat, Bank Dunia dan Pemerintah RI justru menyokong PLN dengan proyek batubara sejak 2006 yang dikuatkan oleh Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006. Menurut peta pembangunan sektor energi Indonesia, peruntukkan konsumsi batubara untuk listrik hanya sebesar 15 persen. Namun, kenyataannya saat ini terjadi peningkatan konsumsi batubara hingga 35 persen dan menurut PLN pada 2020 akan digenapi hingga sebesar 70%.

Ambisi Bank Dunia untuk menguatkan penggunaan energi bersih ternyata hanya di atas kertas. Kenyataannya, mereka berkelit dengan mengatakan energi dari batubara dan gas sebagai salah satu energi bersih. Hal ini tentu saja berdampak pada perubahan iklim dan emisi yang dihasilkan Indonesia. Lewat perannya di sektor energi  Indonesia Bank Dunia malah menambah jumlah emisi gas rumah kaca.

“Terkait dengan hutang emisi dan perdagangan karbon, Bank Dunia telah membeli 16 juta dolar kredit karbon. Namun, kembali lagi terjadi standar ganda di sini. Bank Dunia tidak pernah menghitung emisi karbon yang mereka hasilkan dari proyek di Indonesia yang sudah berjalan selama 40 tahun. Bank Dunia hanya menghitung pencegahannya, tetapi tidak kepada emisi yang telah dihasilkannya,” ujar Daniel King, salah satu konsultan peneliti dari IESR.

Di Indonesia, keberadaan proyek Bank Dunia untuk sektor energi lebih berfokus pada penguatan peran swasta atau lazim kita sebut privatisasi. Sementara untuk membantu efek dari perubahan iklim, pendanaan untuk energi terbaru masih sangat kecil ketimbang energi fosil. Dengan kerusakan ekologis dan buangan emisi yang semakin besar, rakyat Indonesia kembali lagi yang harus membayar akibat kebijakan pemerintah di sektor energi dan Bank Dunia. Kenyataan yang terjadi adalah pemiskinan yang ditanggung rakyat. Lalu, mana implementasi mandat Bank Dunia untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia?



--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Berikut adalah rilis kesimpulan kegiatan workshop yang dikeluarkan oleh penyelenggara.

Press Release IESR dan BIC

Bank Dunia Tidak Menyentuh Masyarakat Miskin dan Perbaikan Iklim

Jakarta, 5 Mei 2010



Sebagai Kelompok Bank Dunia (WBG) dengan peningkatan general capital $ 86
miliar dari  pemegang saham utama, tampak jelas Bank dunia dan kelompoknya
tetap tidak menunjukkan komitmenya dalam menjalankan mandat terhadap publik
guna mendukung langkah-langkah pembangunan berkelanjutan, penanggulangan dan
pengurangan kemiskinan serta menegakkan energi bersih. Sebaliknya, Bank
Dunia tetap akan memobilisasi uang rakyat untuk mesubsidi industri bahan
bakar fosil dalam termal skala besar, proyek-proyek hydropower dan reformasi
energi yang terkait.



Kritik ini disampaikan terkait dengan hasil penelitian dari IESR dan BIC
terkait Portfolio Bank Dunia di Sektor Energi Indonesa. Penelitian ini
mengkaji peran dan pengaruh Bank Dunia di sektor energi Indonesia selama
lebih dari 40 tahun dalam memberikan pelayanan kredit dan non pinjaman.
Laporan dari hasil penelitian ini akan di bawah dalam Konsultasi Publik Bank
Dunia di Sektor Energi Indonesia pada Kamis ini (6/7), di Jakarta dimana
Bank Dunia akan melakukan sosialisasi kebijakan dan strategi energinya di
Indonesia.



"Sejak Tahun 1969, WBG telah memberikan lebih dari USD 5,4 miliar pada
pinjaman energi di Indonesia yang memiliki fokus pada sentralisasi, skala
besar, grid berbasis termal dan proyek tenaga air juga terhadap viabilitas
keuangan dan privatisasi Aktiva pajak tangguhan Listrik Negara (PLN)", jelas
Daniel King salah seorang  konsultan dan peneliti IESR.



King juga menjelaskan bahwa Bank telah melakukan kebijakan yang justru
mengedepankan hutang publik secara kotor untuk sektor energi dengan tinggi
dengan menunda pinjaman untuk proyek geothermal (panas bumi) di Sumater dan
Sulawesi Utara sebesar 500 juta $, 530 juta untuk proyek hydropower di Jawa
Baratm dan $225 juta  untuk proyek transmisi di Jawa dan Sumatera.



 “Jika ini merupakan indikasi bahwa Bank tetap ingin mempertahankan model
ini sebagai business-as-usual untuk pembiayaan energi,  Hal ini jelas
membuat keyakinan semakin berkurang bahwa lembaga ini dapat memainkan peran
yang relevan dalam mendorong pembangunan rendah karbon dan akses energi yang
lebih luas bagi masyarakat miskin," tambah Direktur IESR, Fabby Tumiwa.



 "Jelas sekali, sebagai lembaga keuangan internasional yang katanya peduli
terhadap perubahan iklim dan akan memberikan akses energi terjangkau bagi
masyarakat miskin dan pedesaan itu, hanyalah sebuah lips-service belaka.
Nyatanya di lapangan mandate mereka  mengedepankan penanggulangan kemiskinan
tidak berjalan sama sekali, tandas Fabby lagi.



*Memberikan energi akses bagi kaum miskin?*

Senada juga diungkapkan oleh King, terkait mandate bank dunia yang harusnya
mengedepankan pada kepentingan masyarakat miskin dan bukan sebaliknya.

 "Mandat Bank adalah untuk mengurangi kemiskinan, tetapi sungguh
mengecewakan bahwa tujuan agar masyarakat miskin mendapatkan akses energi
justru tidak dibuat secara jelas dan tegas dalam Country Partnership
Strategy (Strategi Kemitraan Negara) untuk tahun 2009-2012, dimana Negara
mendukung masterplannya. Meskipun proyek kelistrikan di pedesaan Bank Dunia
di tahun 1990 telah membuat 10 juta rumah tangga mengakses listrik, namun
mereka masih belum memiliki rencana yang jelas untuk menangani akses energi
bagi lebih dari 70 juta orang Indonesia yang tidak memiliki akses listrik ",
jelas King yang asli Australia ini.



Penelitian ini juga menemukan bahwa Bank dunia telah berorientasi melakukan
pendanaan energi ke dalam investasi yang justru mendukung meningkatkan emisi
gas rumah kaca, kerusakan lingkungan dan resiko-resiko sosial bahkan
mendukung privatisasi utilitas energi. Ditambahkan oleh King bahwa pada
tahun 1970-an, sekitar $600 juta senilai pinjaman dan hibah justru
difokuskan pada minyak dan transmisi sementara jumlah kredit itu dilebihkan
 tiga kali lipat ($ 1,5 miliar) pada tahun 1980-an. Bank Dunia jelas
mendedikasikan hutang publik kepada pembiayaan (investasi untuk asing) batu
bara Indonesia, proyek hydropower skala besar serta proyek transmisi. Tahun
1990, Bank Dunia kembali mengulangi pola pinjaman yang sama. Meskipun dapat
dikreditkan untuk imvestasi $670 juta untuk proyek kelistrikan di desa,
namun juga telah ditingkatkan pinjaman yang ditujukan untuk memprivatisasi
BUMN dan dioperasikan utilitas kekuasaan
.

* *

*Sebuah Bank Iklim? *

Sementara pemerintah Indonesia menyatakan akan mengurangi emisi gas rumah
kaca sebesar 26% pada tahun 2020 dan didukung secara internasional hingga
41%, justru bank dunia tidak memiliki strategi jelas dan lebih mengedepankan
pendanaan terhadap bahan bakar fosil. Padahal sektor energii adalah terbesar
kedua dalam emisi CO2 di Indonesia dari pembangkit listrik.



"Ini bisa diprediksi - dan juga mengecewakan - bahwa Bank tidak siap
meninggalkan kecanduan untuk sumber energi dinosaurus dan teknologi," tandas
Tumiwa. "Mempromosikan penggunaan batubara telah menjadi tujuan kebijakan
Bank Dunia dan kelompoknya hingga  1995; batubara dan gas masih diangap  bagian
penting dari strategi energi Bank Dunia di negara dan lembaga pinjaman yang
memiliki kecenderungan untuk memberi label bahwa ada teknologi canggih nergi
bersih batubara. Hal ini jelas menyesatkan dan sangat tidak akurat,” tandas
Fabby.



*Apakah Bank Dunia mempromosikan Energi Alternative?   *



"Di konseptual, tampaknya seperti  pasca-Perang Dunia Bank mencari
alternatif tetapi bagaimana bisa bersih dan berkelanjutan sebagai bagian
ditawarkan, patut dicurigai", jelas Koordinator BIC Asia Tenggara,  Grace
Mercado



“Banyak proyek hydropower dijadikan sebagai agenda kembali. Bank di atur
untuk menyetujui pinjaman sebesar $ 530 juta pada Oktober 2010 untuk
mengembangkan Cisokan River Storage Power Project. Power. Bank Dunia selalu
mengatakan bahwa ini proyek energi bersih dan rendah karbon, tapi penelitian
menemukan bahwa hydropower di daerah tropis seperti Indonesia justru memicu
emisi metana dari serapan air bisa tinggi,”jelas Norly.





Bank baru-baru ini meningkatkan pendanaan untuk proyek panas bumi
(geothermal) dengan menggunakan dana teknologi bersih dan kredit investasi
biasa,  tetapi  sebenarnya dampak sosial, lingkungan dan ekonomi jelas belum
terlihat. Sementara itu pada sektor swasta dan publik telah
memperpanjang  pinjaman
untuk “energi terbarukan” seperti  angin, solar, hydro kecil dan biomassa
modern tetapi volumenya telah diabaikan.



*Apa agenda energi terbaru di Indonesia?*

Dalam penelitian King juga menemukan bahwa  Bank  menanamkan potongan besar
uang publik untuk reformasi kebijakan-berbasis pengembangan kebijakan
pinjaman (DPL), pengganti program penyesuaian struktural (Sap) yang
kontroversial pada 1980-an dan 1990-an. Dari 2007 sampai 2010, Bank
prepositioned $ 467.000.000 untuk DPLs terkait dengan energi pembiayaan
infrastruktur, beberapa di antaranya termasuk regulasi, kelembagaan dan
reformasi administrasi.


Bank mengakui bahwa sektor infrastruktur "terus menjadi terganggu dengan isu
korupsi dalam proyek-proyek yang didanai Bank, yang telah menunda persiapan
dan pelaksanaan proyek dan memiliki implikasi serius untuk masa depan proyek
pipa" Namun., Hal ini tidak menghentikan  dan mengganggu Bank dari
penyediaan infrastruktur DPLs kendati kurangnya transparansi dan
akuntabilitas. Dalam desain DPL, sejumlah besar uang telah diberikan dalam
waktu singkat dengan konsultasi publik sedikit. Hal ini menimbulkan
keprihatinan lain tentang pengendalian fidusia: dengan detail kecil yang
tersedia, masyarakat yang tertinggal dalam gelap bagaimana hutang publik
sebenarnya dibelanjakan. Masyarakat tidak tahu jika DPLs yang berhubungan
dengan energi berkontribusi pada pengembangan karbon rendah atau hanya
disalurkan tanpa mengatasi kebutuhan energi masyarakat miskin

* *

*Waktunya Untuk Memperjelas Aksi*



Sementara Norly menambahkan bahwa dengan portofolio energi berisiko dan
kotor, itu lama berlalu bagi Bank untuk semakin mendorong
ketidakberlanjutan, dan merusak iklim investasi tapi mereka  selalu
mengatakan telah mengembangkan transisi ekonomi untuk pengembangan rendah
karbon.



“Sebagai  "Seperti Bank merevisi strategi energi baru untuk 10 tahun ke
depan, Bank harus menetapkan peran yang jelas terbatas - kegiatan yang
mendukung hanya yang memiliki dampak maksimum pada tujuan  pembangunan
berkelanjutan dan pengurangan kemiskinan."



Strategi Energi Bank Dunia harus memprioritaskan dukungan untuk akses
peningkatan energi bagi jutaan orang miskin yang  hidup  di pedesaan,  dan
mereka bergantung pada sumber-sumber energi non-listrik. Lagi pula, akses
energi merupakan hak asasi manusia ", tandas Mercado.

 "Negara seperti Indonesia memang rentan terhadap dampak perubahan iklim,
dan Bank harus mengkhiri investasinya di bahan bakar fosil dan menerapkan
siklus akuntansi biaya disesuaikan pada tahun 2015. Dan Bank Dunia telah
gagal untuk membersihkan investasi energi , dan perannya sebagai Bank Iklim,
sama sekali tidak membuat iklim bumi lebih baik,” tandas Fabby.

Sejarah Bank Dunia
Bank Dunia adalah sebuah lembaga keuangan global yang secara struktural berada di bawah PBB dan diistilahkan sebagai “specialized agency”. Bank Dunia dibentuk tahun 1944 sebagai hasil dari Konferensi Bretton Woods yang berlangsung di AS. Konferensi itu diikuti oleh delegasi dari 44 negara, namun yang paling berperan dalam negosiasi pembentukan Bank Dunia adalah AS dan Inggris. Tujuan awal dari dibentuknya Bank Dunia adalah untuk mengatur keuangan dunia pasca PD II dan membantu negara-negara korban perang untuk membangun kembali perekonomiannya.

Sejak tahun 1960-an, pemberian pinjaman difokuskan kepada negara-negara non-Eropa untuk membiayai proyek-proyek yang bisa menghasilkan uang, supaya negara yang bersangkutan bisa membayar kembali hutangnya, misalnya proyek pembangunan pelabuhan, jalan tol, atau pembangkit listrik. Era 1968-1980, pinjaman Bank Dunia banyak dikucurkan kepada negara-negara Dunia Ketiga, dengan tujuan ideal untuk mengentaskan kemiskinan di negara-negara tersebut. Pada era itu, pinjaman negara-negara Dunia Ketiga kepada Bank Dunia meningkat 20% setiap tahunnya.
Peran Bank Dunia dalam Ekonomi dan Politik Global
Rittberger dan Zangl (2006: 172) menulis, sejak tahun 1970-an Bank Dunia mengubah konsentrasinya karena situasi semakin meningkatnya jurang perekonomian antara negara berkembang dan negara maju. Pada era itu, seiring dengan merdekanya negara-negara yang semula terjajah, jumlah negara berkembang semakin meningkat. Negara-negara berkembang menuntut distribusi kemakmuran (distribution of welfare) yang lebih merata dan negara-negara maju memenuhi tuntutan ini dengan cara menyuplai dana pembangunan di negara-negara berkembang.

Basis keuangan Bank Dunia adalah modal yang diinvestasikan oleh negara anggota bank ini yang berjumlah 186 negara. Lima pemegang saham terbesar di Bank Dunia adalah AS, Perancis, Jerman, Inggris, dan Jepang. Kelima negara itu berhak menempatkan masing-masing satu Direktur Eksekutif dan merekalah yang akan memilih Presiden Bank Dunia. Secara tradisi, Presiden Bank Dunia adalah orang AS karena AS adalah pemegang saham terbesar.  Sementara itu, 181 negara lain diwakili oleh 19 Direktur Eksekutif (satu Direktur Eksekutif akan menjadi wakil dari beberapa negara).
Bank Dunia berperan besar dalam membangun kembali tatanan ekonomi liberal pasca Perang Dunia II (Rittberger dan Zangl, 2006: 41). Pembangunan kembali tatanan ekonomi liberal itu dipimpin oleh AS dengan rancangan utama mendirikan sebuah tatanan perdagangan dunia liberal. Untuk mencapai tujuan ini, perlu dibentuk tatanan moneter yang berlandaskan mata uang yang bebas untuk dikonversi. Rittberger dan Zangl (2006: 43) menulis, “Perjanjian Bretton Woods mewajibkan negara-negara untuk menjamin kebebasan mata uang mereka untuk dikonversi dan mempertahankan standar pertukaran yang stabil terhadap Dollar AS.”
Lembaga yang bertugas untuk menjaga kestabilan moneter itu adalah IMF (International Monetary Funds) dan IBRD (International Bank for Reconstruction dan Development). IBRD inilah yang kemudian sering disebut “Bank Dunia”. Pendirian Bank Dunia dan IMF tahun 1944 diikuti oleh pembentukan tatanan perdagangan dunia melalui lembaga bernama GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) pada tahun 1947. Pada tahun 1995, GATT berevolusi menjadi WTO (World Trade Organization).
Meskipun tugas Bank Dunia adalah mengatur kestabilan moneter, namun dalam prakteknya, Bank Dunia sangat mempengaruhi politik global karena hampir semua negara di dunia menjadi penerima hutang dari Bank Dunia. Sejak awal beroperasinya, Bank Dunia sudah mempengaruhi politik dalam negeri negara yang menjadi penghutangnya. Penerima hutang pertama Bank Dunia adalah Perancis, yaitu pada tahun 1947, dengan pinjaman sebesar $ 987 juta. Pinjaman itu diberikan dengan syarat yang ketat, antara lain staf dari Bank Dunia mengawasi penggunaan dana itu dan menjaga agar Perancis mendahulukan membayar hutang kepada Bank Dunia daripada hutangnya kepada negara lain. AS juga ikut campur dalam proses pencairan hutang ini. Kementerian Dalam Negeri AS meminta Perancis agar mengeluarkan kelompok komunis dari koalisi pemerintahan. Hanya beberapa jam setelah Perancis menuruti permintaan itu, pinjaman pun cair.
Kebijakan yang diterapkan Bank Dunia yang mempengaruhi kebijakan politik dan ekonomi suatu negara, disebut SAP (Structural Adjustment Program). Bila negara-negara ingin meminta tambahan hutang, Bank Dunia memerintahkan agar negera penerima hutang melakukan “perubahan kebijakan” (yang diatur dalam SAP). Bila negara tersebut gagal menerapkan SAP, Bank Dunia akan memberi sanksi fiskal. Perubahan kebijakan yang diatur dalam SAP antara lain, program pasar bebas, privatisasi, dan deregulasi.
Karena adanya SAP ini, tak dapat dipungkiri, pengaruh Bank Dunia terhadap politik dan ekonomi dalam negeri Indonesia juga sangat besar, sebagaimana akan diuraikan berikut ini.
Kinerja Bank Dunia di Indonesia
Bank Dunia telah aktif di Indonesia sejak 1967. Sejak saat itu hingga saat ini, Bank Dunia telah membiayai lebih dari 280 proyek dan program pembangunan senilai 26,2 milyar dollar atau setara dengan Rp243,725 triliun (dengan kurs Rp9.302 per USD). Menurut Managing Director The World Bank Group, Ngozi Okonjo (30/1/2008), pinjaman tersebut telah digunakan pemerintah Indonesia untuk mendukung pengembangan energi, industri, dan pertanian. Sementara yang sektor yang paling mendominasi selama 20 tahun pertama yakni infrastruktur yang pemberiannya kepada masyarakat miskin. Total hutang Indonesia kepada Bank Dunia adalah 243,7 Trilyun rupiah dan total hutang pemerintah Indonesia kepada berbagai pihak mencapai 1600 Trilyun rupiah.
Anggoro (2008) menulis, ada beberapa tugas Bank Dunia di Indonesia. Pertama, memimpin Forum CGI. Aggota CGI (Consultative Group meeting on Indonesia) adalah 33 negara dan lembaga-lembaga donor yang dikoordinasikan oleh Bank Dunia. CGI  “membantu” pembangunan di Indonesia dengan cara memberikan pinjaman uang serta bantuan teknik untuk menciptakan aturan-aturan pasar dan aktivitas ekonomi liberal. Dalam hal ini, Bank Dunia bertugas menciptakan pasar yang kuat bagi kepentingan negara-negara dan lembaga donor.
Tugas kedua Bank Dunia adalah menyediakan hutang dalam jumlah besar, bekerjasama dengan Jepang dan ADB (Asian Development Bank). Tugas Bank Dunia yang lain adalah mendorong pemerintah Indonesia untuk melakukan privatisasi dan kebijakan yang memihak pada perusahaan-perusahaan besar.
Dana hutang yang diberikan kepada Indonesia, antara lain dalam bentuk hutang proyek dan hutang dana segar.
a. Hutang Proyek
Hutang proyek adalah hutang dalam bentuk fasilitas berbelanja barang dan jasa secara kredit. Namun, sayangnya, hutang ini justru menjadi alat bagi Bank Dunia untuk memasarkan barang dan jasa dari negara-negara pemegang saham utama, seperti Amerika, Inggris, Jepang dan lainnya kepada Indonesia.

b. Hutang Dana Segar
Hutang dana segar bisa dicairkan bila Indonesia menerima Program Penyesuaian Struktural (SAP). SAP mensyaratkan pemerintah untuk melakukan perubahan kebijakan yang bentuknya, antara lain:
1. swastanisasi (Privatisasi) BUMN dan lembaga-lembaga pendidikan
2. deregulasi dan pembukaan peluang bagi investor asing untuk memasuki semua sektor
3. pengurangan subsidi kebutuhan-kebutuhan pokok, seperti: beras, listrik, pupuk dan rokok
4. menaikkan tarif telepon dan pos
5. menaikkan harga bahan bakar (BBM)
Besarnya jumlah hutang (yang terus bertambah) membuat pemerintah juga harus terus mengalokasikan dana APBN untuk membayar hutng dan bunganya. Sebagai illustrasi, dapat kita lihat data APBN 2004 dimana pemerintah mengalokasikan Rp 114.8 trilyun (28% dari total anggaran) untuk belanja daerah, Rp 113.3 trilyun untuk pembayaran utang dalam dan luar negeri (27% dari total anggaran), dan subsidi hanya Rp 23.3 trilyun (5% dari total anggaran). Dari ketiga komponen anggaran belanja tersebut, anggaran belanja daerah dan subsidi masing-masing mengalami penurunan sebesar Rp 2 trilyun dan Rp 2.1 trilyun. Sedangkan alokasi untuk pembayaran utang mengalami kenaikan sebesar Rp 14.1 trilyun.
Komposisi dalam anggaran belanja negara tersebut mencerminkan besarnya beban utang tidak saja menguras sumber-sumber pendapatan negara, tetapi juga mengorbankan kepentingan rakyat berupa pemotongan subsidi dan belanja daerah. Karena itu, meski Bank Dunia memiliki semboyan “working for a world free of  poverty”, namun meski telah lebih dari 60 tahun beroperasi di Indonesia, angka kemiskinan masih tetap tinggi. Data dari Badan Pusat Statistik tahun 2009, ada 31,5 juta penduduk miskin di Indonesia.

Anggoro (2008), peneliti dari Institute of Global Justice, menulis, kerugian yang diderita Indonesia karena menerima pinjaman dari Bank Dunia adalah sebagai berikut.
1.    Kerugian dalam bidang ekonomi
-Indonesia kehilangan hasil dari pengilangan minyak dan penambangan mineral (karena diberikan untuk membayar hutang dan karena proses pengilangan dan penambangan itu dilakukan oleh perusahaan-perusahaan transnational partner Bank Dunia)
-Jebakan hutang yang semakin membesar, karena mayoritas hutang diberikan dengan konsesi pembebasan pajak bagi perusahaan-perusahaan AS dan negara donor lainnya.
-Hutang yang diberikan akhirnya kembali dinikmati negara donor karena Indonesia harus membayar “biaya konsultasi” kepada para pakar asing, yang sebenarnya bisa dilakukan oleh para ahli Indonesia sendiri.
-Hutang juga dipakai untuk membiayai penelitian-penelitian yang tidak bermanfaat bagi Indonesia melalui kerjasama-kerjasama dengan lembaga penelitian dan universitas-universitas.
-Bahkan, sebagian hutang dipakai untuk membangun infrastuktur demi kepentingan perusahaan-perusahaan asing, seperti membangun fasilitas pengeboran di ladang minyak Caltex atau Exxon Mobil. Pembangunan infrastruktur itu dilakukan bukan di bawah kontrol pemerintah Indonesia, tetapi langsung dilakukan oleh Caltex dan Exxon.

2. Kerugian dalam bidang politik
-  Keterikatan pada hutang membuat pemerintah menjadi sangat bergantung kepada Bank Dunia dan mempengaruhi keputusan-keputusan politik  yang dibuat pemerintah. Pemerintah harus berkali-kali membuat reformasi hukum yang sesuai dengan kepentingan Bank Dunia.

Hal ini juga diungkapkan ekonom Rizal Ramli (2009), ”Lembaga-lembaga keuangan internasional, seperti Bank Dunia, IMF, ADB, dan sebagainya dalam memberikan pinjaman, biasanya memesan dan menuntut UU ataupun peraturan pemerintah negara yang menerima pinjaman, tidak hanya dalam bidang ekonomi, tetapi juga di bidang sosial. Misalnya, pinjaman sebesar 300 juta dolar AS dari ADB yang ditukar dengan UU Privatisasi BUMN, sejalan dengan kebijakan Neoliberal. UU Migas ditukar dengan pinjaman 400 juta dolar AS dari Bank Dunia.”
Cara kerja Bank Dunia (dan lembaga-lembaga donor lainnya) dalam menyeret Indonesia (dan negara-negara berkembang lain) ke dalam jebakan hutang, diceritakan secara detil oleh John Perkins dalam bukunya, “Economic Hit Men”. Perkins adalah mantan konsultan keuangan yang bekerja pada perusahaan bernama Chas T. Main, yaitu perusahaan konsultan teknik. Perusahaan ini memberikan konsultasi pembangunan proyek-proyek insfrastruktur di negara-negara berkembang yang dananya berasal dari hutang kepada Bank Dunia, IMF, dll.
Mengenai pekerjaannya itu, Perkins (2004: 13-16) menulis, “…saya mempunyai dua tujuan penting. Pertama, saya harus membenarkan (justify) kredit dari dunia internasional yang sangat besar jumlahnya, yang akan disalurkan melalui Main dan perusahaan-perusahaan Amerika lainnya (seperti Bechtel, Halliburton, Stone & Webster) melalui proyek-proyek engineering dan konstruksi raksasa. Kedua, saya harus bekerja untuk membangkrutkan negara-negara yang menerima pinjaman raksasa tersebut (tentunya setelah mereka membayar Main dan kontraktor Amerika lainnya), sehingga mereka untuk selamanya akan dicengkeram oleh para kreditornya, dan dengan demikian negara-negara penerima utang itu akan menjadi target yang mudah ketika kita memerlukan yang kita kehendaki seperti pangkalan-pangkalan militer, suaranya di PBB, atau akses pada minyak dan sumber daya alam lainnya.”
Dalam wawancaranya dengan Democracy Now! Perkins mengatakan, “Pekerjaan utama saya adalah membuat kesepakatan (deal-making) dalam pemberian hutang kepada negara-negara lain, hutang yang sangat besar, jauh lebih besar daripada kemampuan mereka untuk membayarnya. Salah satu syarat dari hutang itu adalah—contohnya, hutang 1 milyar dolar untuk negara seperti Indonesia atau Ecuador—negara ini harus memberikan 90% dari hutang itu kepada perusahaan AS untuk membangun infrastruktur, misalnya perusahaan Halliburton atau Bechtel. Ini adalah perusahaan-perusahaan besar. Perusahaan ini kemudian akan membangun jaringan listrik, pelabuhan, atau jalan tol, dan ini hanya akan melayani segelintir keluarga kaya di negara-negara itu. Orang-orang miskin di sana akan terjebak dalam hutang yang luar biasa yang tidak mungkin bisa mereka bayar.”
Untuk kasus Ekuador, Perkins menulis, negara itu kini harus memberikan lebih dari 50% pendapatannya untuk membayar hutang. Hal itu tentu tak mungkin dilakukan Ekuador. Sebagai kompensasinya, AS meminta Ekuador agar memberikan ladang-ladang minyaknya kepada perusahaan-perusahaan minyak AS yang kini beroperasi di kawasan Amazon yang kaya minyak.
Tak heran bila kemudian ekonom Joseph Stiglitz pada tahun 2002 mengkritik keras Bank Dunia dan menyebutnya “institusi yang tidak bekerja untuk orang miskin, lingkungan, atau bahkan stabilitas ekonomi”. Dengan demikian, menurut Stiglitz, Bank Dunia pada prakteknya menyalahi tujuan didirikannya bank tersebut, sebagaimana disebutkan di awal tulisan ini, yaitu untuk membantu mengentaskan kemiskinan dan menjaga kestabilan ekonomi.
Melihat kinerja seperti ini, menurut Anggoro (2008), Bank Dunia sesungguhnya telah melanggar Piagam PBB yang menyebutkan, “to employ international machinery for the promotion of the economic and social advancement of all peoples”. Dengan kata lain, Bank Dunia sebagai salah satu organ PBB mendapatkan mandat untuk membantu meningkatkan kesejahteraan bangsa-bangsa. Bank Dunia malah memfokuskan operasinya pada penguatan pasar dan keuangan melalui ekspansi ekonomi perusahaan multinasional, dan membiarkan Indonesia selalu berada dalam jeratan hutang tak berkesudahan.

*

Daftar Pustaka
Volker Rittberger dan Bernard Zangl, 2006, International Organization, New York:Palgrave MacMillan.
Ponny Anggoro, Why Does World Bank Control Indonesia, dimuat di jurnal Global Justice Update, Volume VI, 1st Edition, May 2008, http://www.globaljust.org/index.php?option=com_content&task=view&id=187&Itemid=133
John Perkins, Economic Hit Man (edisi terjemahan), Jakarta: Abdi Tandur.
http://en.wikipedia.org/wiki/World_Bank
http://en.wikipedia.org/wiki/Structural_adjustment
http://www.antara.co.id/berita/1247296978/pengamat-lipi-data-kemiskinan-bps-jadi-tertawaan
Rizal Ramli, Membangun dengan Lilitan Utang, sebagaimana diberitakan dalam http://www.news.id.finroll.com/articles/75304-____membangun-bangsa-dengan-lilitan-hutang-(2)-oleh-yudhi-mahatma____.html
Transkrip wawancara dengan John Perkins
http://www.democracynow.org/2004/11/9/confessions_of_an_economic_hit_man
Total Utang RI ke World Bank Rp243,7 T
(Liputan diskusi dengan Managing Director World Bank)

http://economy.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/01/30/20/79590/20/total-utang-ri-ke-world-bank-rp243-7-t
Website resmi PBB, http://www.un.org/
Sumber: http://dinasulaeman.wordpress.com/2009/12/30/peran-bank-dunia-dalam-kemunduran-perekonomian-indonesia/

Peran Bank Dunia pada Krisis Keuangan Dunia

Laurens Nijzink
13-10-2008
Bank Dunia harus direformasi. Menteri Kerjasama Pembangunan Belanda Bert Koenders dan para menteri lain yang negara mereka merupakan anggota Bank Dunia, berpendapat bahwa bank ini harus menyesuaikan diri dengan situasi ekonomi dunia. Negara-negara berkembang dan negara dengan perekonomian yang bergerak maju misalnya harus memperoleh suara lebih berat dalam menentukan kebijakan Bank Dunia.
Negara-negara berkembang tidak boleh menjadi korban krisis keuangan yang dimulai di dan melanda dunia Barat. Demikian pendapat para menteri kerjasama pembangunan yang akhir pekan silam bertemu di Washington. Justru sekarang ketika pembangunan ekonomi banyak negara sedang baik-baiknya, krisis keuangan merupakan mendung hitam yang mengancam negara-negara itu. Berikut Menteri Kerjasama Pembangunan Belanda Bert Koenders:
"Itulah kekhawatiran besar yang melanda banyak negara berkembang. Pada umumnya perekonomian negara-negara ini mengalami kemajuan lumayan. Dengan pertumbuhan ekonomi enam sampai tujuh persen, pemerintahan yang lebih demokratis dan investasi yang meningkat, sekarang mungkin mereka harus menanggung pukulan besar, karena kredit untuk negara-negara ini berkurang. Khususnya negara-negara rentan yang sudah terkena krisis energi dan bahan pangan."
Harus dibahas
Selain berkurangannya investasi dan kredit, banyak negara berkembang sekarang juga mengalami penurunan ekspor karena berkurangnya permintaan negara-negara maju. Negara-negara rentan jelas kena pukulan ekstra berat oleh krisis keuangan.

Direktur Bank Dunia Robert Zoellick dalam pertemuan akhir pekan lalu menyebut beberapa langkah kongkrit untuk bisa memperbaiki perimbangan dalam bank yang dipimpinnya. Negara-negara dengan perekonomian maju seperti India, Tiongkok dan Brasil terus makin penting saja bagi pertumbuhan ekonomi dunia, tetapi sampai sekarang tetap tidak diperhitungkan dalam menentukan kebijakan Bank Dunia. Selain itu, krisis keuangan yang sekarang merebak menunjukkan bahwa selain kebijakan pembangunan, situasi keuangan internasional juga harus dibahas oleh Bank Dunia.
Reorganisasi
Di dewan pimpinan Bank Dunia, jumlah kursi untuk negara-negara Afrika akan ditambah dari dua hingga tiga, dan negara-negara yang ekonominya mulai maju akan diberikan pengaruh lebih besar. Selain itu presiden Bank Dunia juga tidak selalu harus datang dari Amerika Serikat. Akhirnya, ujar Jan-Willem Gunning, guru besar ekonomi pembangunan:
"Keputusan soal presiden Bank Dunia sangat penting. Di masa lampau itu sering menjadi bahan perselisihan. Sudah beberapa kali presiden berasal dari Amerika Serikat, juga apabila ada calon-calon lain yang lebih baik. Bahwa peraturan soal itu disingkirkan, tentu sangat bagus. Kami harus mempunyai calon terbaik, dan bukan orang dengan kewarganegaraan tertentu."
Regu pemadam kebakaran
Tapi apa yang dilakukan secara konkrit Bank Dunia di tengah krisis kredit ini? Bank tersebut sudah mempunyai dana untuk pemberian bantuan langsung kepada negara-negara korban naiknya harga pangan dan BBM. Menurut Presiden Bank Dunia, Robert Zoellick, dana ini juga bisa dipakai untuk mencegah ambruknya bank-bank di negara-negara berkembang. Namun pakar ekonomi Jan-Willem Gunning tidak sependapat.
Jan Willem Gunning: "Bank Dunia bukan lembaga untuk menangani krisis. Itulah tugas IMF. Bank Dunia dimaksud untuk, di jangka panjang, mendukung perkembangan di negara-negara berkembang. Bank Dunia tidak bisa dijadikan semacam regu pemadam kebakaran, karena itu bukan tugasnya."
Kendati demikian Bank Dunia bermakna besar bagi negara-negara yang mengalami dampak negatif krisis keuangan. Kalau dalam masa tidak menentu ini, bank-bank komersial tidak mau memberikan kredit lagi, maka itu masih bisa dilakukan Bank Dunia. Dalam masa yang bergejolak ini, peran kuat Bank Dunia sangat diandalkan negara-negara berkembang.
"Secara teori, kapital yang dimiliki bank tersebut, bisa sepuluh kali lipat, hanya dengan meminta sepeser dana dari para pemegang sahamnya, yang semuanya adalah pemerintah. Karena itu posisi bank, sangatlah kuat. Pasar tahu: bank itu tidak bisa ambruk," ujar pakar ekonomi Gunning.
Dalam masa krisis seperti ini, untuk sekian kali Bank Dunia tampak ketinggalan zaman. Kalau ingin mempertahankan citranya, maka perimbangan politik global baru harus berdampak balik terhadap Bank Dunia. Selain itu kebijakannya juga harus disesuaikan pada struktur finansial global yang terus berubah, sebagai dampak krisis kredit. Di dalamnya juga termasuk pemberian kesempatan bagi negara-negara berkembang untuk menghindari turbulensi di pasar keuangan di seluruh dunia.

Bank Dunia Fokuskan Peranannya Sebagai Mediator


Peranan klasik Bank Dunia masih bertahan. Bantuan untuk negara miskin tanpa bahan baku tidak lagi mencukupi. Direktur Bank Dunia mengawali tugasnya dengan tujuan mempersiapkan lembaga tersebut menghadapi tuntutan global.


Sejak setengah tahun ini Robert Zoelick memimpin Bank Dunia di Washington. Zoellick sebelumnya dikenal sebagai manager papan atas yang merumuskan kesepakatan perdagangan internasional bagi Amerika Serikat dan ikut serta dalam pembicaraan penyatuan Jerman Barat dan Timur.

Diamengawali tugasnya di Bank Dunia dengan target membereskan masalah internal dan mereformasi badan yang berusia 60 tahun itu agar siap menghadapi tuntutan global. Di Washington, Deutsche Welle berbincang dengan Zoellick mengenai sejumlah masalah aktual.
  
Eropa dan Amerika Serikat harus membuka pasarnya untuk produk pertanian, tuntut Direktur Bank Dunia Robert Zoellick. Hanya melalui itu, target milenium PBB, untuk mengurangi separuh kelaparan di dunia hingga 2015, dapat tercapai. Adalah penting untuk mengurangi subsidi di Eropa dan Amerika Serikat, serta merampungkan kesepakatan Organisasi Perdagangan Dunia WTO yang sudah dimulai di Doha. Menyangkut perkembangan di Afrika dan negara-negara miskin di benua itu, Zoellick mengatakan:

“Penelitian kami mengungkapkan bahwa manfaat pengurangan kemiskinan akan tiga kali lebih besar jika investasi dilakukan di sektor pertanian, ketimbang di sektor lainnya. Ini dapat dimengerti, karena 70 hingga 75 persen warga miskin hidup di wilayah pedesaan. Jadi peningkatan terbesar pertumbuhan ekonomi dan pendapatan terjadi di situ.“

Menurut Zoellick, oleh karena itu pasar tanpa kuota dan perjanjian tarif amat penting. Selanjutnya dia menyayangkan Eropa dan negara lain yang semakin menggunakan ‘standar bersih’ untuk mencegah masuknya produk dari negara miskin.

“Ini dapat dimengerti, sebab standar itu ada dan kita harus menolong negara berkembang untuk menyesuaikan standar. Tapi, dalam beberapa hal ini dapat dilihat sebagai bentuk baru proteksionisme.“

Mengenai peranan Cina di Afrika, Zoellick berpendapat bahwa negara itu merupakan kekuatan ekonomi yang bangkit dan negara lain harus bekerjasama dengannya.

“Ini penting agar Cina dapat menjadi pemain yang bertanggung jawab dalam sistem ekonomi dan pembangunan.“

Zoellick kemudian menambahkan, kegiatan investasi besar-besaran Cina di Afrika bisa menjadi sangat bagus, jika dilaksanakan dengan baik dan tidak menimbulkan korupsi.

Selanjtnya Zoellick melihat peranan Bank Dunia di Afrika dilihat terutama sebagai mediator. Setiap negara Afrika rata-rata punya 300 pedonor dengan ribuan program. Dan setiap program bernilai sekitar 1, 5 juta Dollar. Ini akan membuat negara Afrika kelabakan menanganinya. Karena itu peranan mediator diperlukan untuk mengatur keseimbangan dalam bantuan pendidikan, kesehatan, investasi pada umumnya, perubahan iklim atau sektor finansial, ujar Zoellick.

Pada akhir pembicaraannya dengan Deutsche Welle, Direktur Bank Dunia Robert Zoellick menyatakan puas atas dukungan Jerman terhadap lembaga perbankan dunia itu. Namun dia memperingatkan, agar Jerman dan negara lain dalam bantuannya lebih mementingkan program multilateral ketimbang program atau investasi sendiri. (cs)
UMUL Umul Huriah 06 Desember jam 15:06 Laporkan
081324151788.