BAB II
LEMBAGA EKONOMI INTERNASIONAL dan
REGIONAL
A.
Konferensi Bretton Woods dan Keputusan
Pada Tahun 1944 tepatnya tanggal 22 Juli diadakanlah pertemuan
internasional membahas masalah ekonomi dunia pasca perang dunia ke-2. Pertemuan
itu dikenal dengan The United Nations Monetary and Financial Conference,
atau biasa dikenal dengan Bretton Woods conference yang dimana salah
satu tamunya adalah John Maynard Keynes. Konferensi ini merupakan bagian
dari upaya terorganisir untuk mendanai restrukturisasi Eropa pasca Perang Dunia
II dan untuk menyelamatkan dunia dari depresi seperti The Great Depression pada
1930an.
Dari konferensi ini menghasilkan tiga lembaga internasional, yaitu:
1.
International Monetary
Fund (IMF),
2.
International Bank for
Reconstructions and Development (IBRD), dan
3.
International Trade Organization (ITO) yang
akan dijadikan sebagai pilar-pilar ekonomi internasional.
Tetapi ITO tidak berhasil dibentuk,
karena Kongres Amerika Serikat tidak meratifikasi rancangannya karena dipandang dapat
menggerogoti kedaulatan bangsa. Kemudian didirikan General Agreement on Tariff
and Trade (GATT), sebuah format kerjasama yang lebih longgar pada tahun 1947.
Baru berubah menjadi World Trade Organization (WTO) formalnya pada tanggal 1
Januari 1997 dan sudah dibahas sebelumnya pada Putaran Uruguay (1986 – 1994),
dengan begitu menandai kelengkapan produk konferensi Bretton Woods selain IMF
dan World Bank. Fungsi dari IMF dan World Bank sendiri adalah untuk menciptakan
stabilisasi global dan mendanai pembangunan dunia. Sedangkan WTO sendiri
merupakan lembaga internasional yang bertujuan untuk menciptakan stabilitas
perdagangan dan berfungsi sebagai wasit dalam perdagangan internasional.
B. Pentingnya Sistem Moneter
Sistem Moneter Internasional atau juga biasa disebut sebagai
Regime Moneter Internasional berhubungan dengan aturan-
aturan, kebiasaan, instrumen-instrumen, fasilitas-fasilitas dan
organisasi untuk mempengaruhi pembayaran internasional.
Evaluasi Sistem Moneter Internasional
•Sistem Moneter Internasional yang baik
adalah yang dapat memaksimalkan
aliran
perdagangan internasional dan
investasi serta
membawa pada kondisi pemerataan
keuntungan perdagangan bagi
negara-negara
di dunia.
•Sistem Moneter Internasional dapat
dievaluasi berdasarkan aspek-aspek
penyesuaian, likuiditas, dan
kepercayaan.
• Penyesuaian menunjuk kepada proses dimana
ketidakseimbangan neraca
pembayaran (balance
of payment) dapat diperbaiki.
• Likuiditas menyangkut jumlah assets cadangan
internasional yang tersedia untuk
menanggulangi
sementara neraca pembayaran yang
tidak
seimbang.
• Kepercayaan mengacu kepada pengetahuan
bahwa mekanisme penyesuaian
bekerja secara
memadai dan cadangan internasional
akan
terjaga nilai absolut dan
relatifnya.
C. IMF dan peranannya dari masa
ke masa
IMF didirikan
pada tahun 1945, dengan ditandatanganinya pasal-pasal didalam pejanjian yang
merupakan hasil dari konferensi Breetoon Woods tahun 1944 oleh 29 negara dan
mulai beroperasi pada 1947. Peran IMF diantaranya yaitu:
1.
Meningkatkan kerja sama
moneter internasional menuju institusi yang permanen yang menyediakan jasa
pelayanan konsultasi dan kolaborasi bagi masalah moneter internasional.
2.
Memfasilitasi upaya perluasan
dan pertumbuhan yang seimbang dari perdagangan internasional dan mendorong
peningkatan derajat buruh dan memasukan sector rill dan mendorong sumber daya
yang produktif sebagai objek utama bagi kebijakan ekonomi setiap Negara.
3.
Meningkatkan stsbilitas nilai
tukar dengan tujuan mengetur nilai tukar diantara para anggota serta mencegah
terjadinya persaingan untuk melakukan depresiasi terhadap nilai tukar.
4.
Membantu pembentukan system
pembayaran yang bersifat multilateral yang bertujuan untuk memudahkan transaksi
antar Negara anggota serta menghapus hambatan pertukaran asing yang akan
mencegah pertumbuhan terhadap perdagangan dunia.
5.
Kesempatan untuk memperbaiki
persoalan dalam neraca pembayaran tanpa menggunakan langkah-langkah yang
memperburuk kesejahteraan nasional dan internasional.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, IMF bertujuan untuk mempercepat
penyelesaian krisis yang disebabkan oleh ketidakseimbangan neraca pembayaran
Negara-negara anggota.
D. BANK DUNIA dan Peranannya
Bank Dunia sering disebut sebagai institusi
“Breeton Woods”, karena didalam konferensi yang diselenggarakan di New
Hampshire AS itulah Bank Dunia pertama kali dibentuk 66 tahun silam. Klien
pertamanya adalah Prancis yang digelontori pinjaman senilai USD 250 miliar
untuk rekonstruksi pasca perang. Bank Dunia bernama panjang International Bank
for Recontruction and Development (IBRD) . Bank Dunia menitikberatkan pada
pembangunan perekonomian. Fungsi utama Bank Dunia ialah memberikan pinjaman
untuk proyek-proyek produktif dari rehabilitas demi pertumbuhan ekonomi di
Negara-negara sedang berkembang yang menjadi anggotanya. Bank Dunia memiliki
dua keanggotaan dalam menjalankan perannya, yaitu :
1.
IFC (International Finance
Corporation)
2.
IDA (International Development
Assosiation)
Keanggotaan Bank Dunia merupakan persyaratan keanggotaan IFC dan IDA. IFC
didirikan pada tahun 1956 sebagai badan apilasi Bank Dunia dan mulai beroperasi
pada tahun 1957. Tujuan pembentukan lembaga ini adalah:
1.
Mengadakan kerja sama dengan
investor swasta
2.
Membantu membiayai perusahaan
swasta untuk menunjang pembangunan.
3.
Menghimpun kesempatan
investasi bagi modal swasta (asing dan dalam negeri) dan memyediakan manajemen
yang berpengalaman .
4.
Mengendalikan dan meningkatkan
arus modal swasta ke investasi yang produktif di Negara berkembang.
E. GATT sampai WTO
Pasca perang Dunia
II,kperekonomian dunia mengalami keterlambatan yang cukup signipikan.Perbedaan
pandangan politik ditengah terbentuknya dua blok baru antara kapitalisme dan
komunisme,menyebabkan semakin mengutnya upaya proteksinisme perdagangan yang
semakin menekan upaya perbaikan ekonomi pasca perang dunia.Kondisi ini
mendorong beberapa negara yang memiliki tingkat perdangan dunia yang besar
untuk menyusun sebuah sistem perdagangan multilateral yang kemudian
memghasilkan sutu kesepakatan yang dikenal sebagai General Agreement on Tariff
and Trade (GATT) pada tahun 1947.
Pada awalnya GATT ditujukan
untuk membentk internasional Trade organization (ITO), suatu badan khusus PBB
yang merupakan bagian dari sistem Bretton Woods (IMF dan Bank Dunia). Meskipun
piagam ITO akhirnya disetujui dalam UN conference on treade development di
Havana pada bulan Maret 1948, proses ratifikasi oleh lembaga-lembaga legislatif
negara anggota tidak berjalan lancar. Tantangan serius berasal dari kongres AS,
yang walauoun sedagai pencetus, AS memutuskan tinak meratifikasi piagam Havana,
sehingga ITO secara efektif tidak dapat dilaksanakan. Meskipun demikian GATT
tetap merupakan instumen multilateral yang mengatur perdagangan internasional.
Bersama berjalannya waktu,GAT
semakin membuka diri kepada negara-negara lain untuk menjadi anggota.Pada tahun
1947,anggota GAT tercatat sebanyak 23 negara dan akhirnya terus berkembang
menjadi 123 negara yang terlibat dalm putaran Uruguay pada tahun 1994.Dalam
putaran Uruguay itu pulalah para negara anggota GAT sepakat untuk membentuk
suatu lembaga baru yakni WTO.Setelah melewati masa transisi untuk memberikan
kesempatan ratifikasi di tingkat nasional anggota,WTO secara resmi berdiri pada
tanggal 1 januari 1995.Walau telah terbentuk organisasi baru dibidang perjanjian
perdagangan internasional,GAT masih tetap ada sebagai “Payung perjanjian”di
dalam WTO berdampingan perjanjian lain seperti General Agreemnt on Trade in
Service(GATS) dan Agreement o Trade Related Aspect of intellectual Proparty
Right (TRIPS).
Daftar Pustaka
Baswir, Revrisond. 2006. Mafia Berkeley. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Chossudovsky, Michel. 1998. The Globalisation of Poverty: Impact of IMF
and World Bank Reform. Sidney: Pluto Press.
Gie, Kwik Kian. 2006. Kebijakan Ekonomi Politik dan Hilangnya Nalar. Jakarta:
Kompas.
Hancock. Graham. 2005. Dewa-Dewa Pencipta Kemiskinan. Yogyakarta:
Cindelaras
International Forum of Globalization. 2003. Globalisasi kemiskinan dan
ketimpangan. Yogyakarta:
Cindelaras.
Justice and Piece Institute. 2003. Fair Trade: Sebuah
Alternatif Positif. Surakarta: Yayasan Samadi.
Khudori. 2004. Neoliberalisme Menumpas Petani: Menyingkap
Kejahatan Industri Pangan. Yogyakarta: Resist Book.
Mubyarto. 2000. Membangun Sistem Ekonomi. Yogyakarta: BPFE.
Stiglitz, Joseph. 2003. Globalisasi dan Kegagalan Lembaga-Lembaga
Keuangan Internasional. Jakarta: Ina Publikatama.
____________. 2006. Dekade Keserakahan: Era ’90-an san Awal Mula Petaka
Ekonomi dunia. Tangerang: Marjin Kiri.
Zona Ekonomi
Islam–Ada benang
merah antara Stiglitz, pemenang Nobel ekonomi 2001, dengan Indonesia dan
ekonomi syariah. Melalui buku-bukunya, Stiglitz banyak mengungkap berbagai
persoalan yang secara langsung dan tidak langsung dihadapi Indonesia. Melalui
bukunya pula, terkuak pemikiran Stiglitz yang entah disadarinya atau tidak,
memiliki sudut pandang yang sama dengan ekonomi syariah.
Joseph E.
Stiglitz adalah pemenang Nobel bidang ekonomi tahun 2001. Kemenangannya diraih
atas penciptaan cabang teori baru yang disebut The Economics of Information
yang banyak mengulas dampak asimetri informasi. (more…)
Pencarian yang terkait :
teori ekonomi syariah, apakah sistem nilai tukar uang bebas
di indonesia mengikuti imf, cara efektif mengatasi kerugian dalam bank, cadangan devisa dalam perbankan syariah, mekanisme transmisi kebijakan
moneter di Indonesia, teori penawaran kredit, TEORY BANK CENTRAL INDONESIA, pentingnya Indonesia untuk perekonomian dunia, pentingnya
kredit, pentingnya perdagangan dalam ekonomi, penjelasan stiglitz toward, pengaruh ekonomi dunia terhadap pasar bebas, pentingnya sistem ekonomi, utang indonesia stiglitz, penetapan sistem kurs dalam
kebijakan ekonomi indonesia, pendapat stiglitz tentang paradigma
baru pembangunan ekonomi, peluang globalisasi, Menyiasati globalisasi dalam moneter, menguraikan sistem ekonomi indonesia
dalam era global arah kebijakan ekonomi indonesia, Mekanisme transmisi syariah pada
sistem moneter ganda di indonesia
Zona Ekonomi Islam–Sektor keuangan syariah memerlukan lebih banyak
regulasi untuk dapat mendeteksi risiko lebih baik. Menurut Deloitte, terdapat
sejumlah masalah terhadap sektor keuangan Timur Tengah, dimana beberapa
perusahaan gagal melakukan best practice keuangan syariah.
Deloitte
memaparkan hanya setengah dari perusahaan yang merspon survey bahwa sistem
manajemen risiko telah sesuai. (more…)
Pencarian yang terkait :
regulasi sistem keuangan syariah, perkembangan perbankan syariah di inggris, manajemen keuangan syariah, keuangan syariah 2010, makalah keuangan internasional syariah, deloitte, manajement keuangan syariah, perkembangan keuangan syariah 2010, PERKEMBANGAN lembaga keuangan
syariah di inggris, regulasi dalam sektor perbankan, regulasi perbankan syariah, sektor ekonomi inggris 2010, manajemen resiko keuangan syariah, manajemen
perbankan, manajemen keuangan terhadap ekonomi syariah, ekonomi islam, keuangan internasional syariah, makalah manajemen keuangan menurut syariah, makalah regulasi sektor ekonomi, makalah
sektor keuangan
Firman Allah
: “Apa yang kamu berikan (pinjaman) dalam bentuk riba agar harta manusia
betambah, maka hal itu tidak bertambah di sisi Allah” (QS.ar-Rum : 39)
Menurut pandangan kebanyakan manusia, pinjaman dengan sistem bunga akan dapat
membantu ekonomi masyarakat yang pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi rakyat. Anggapan tersebut telah menjadi keyakinan kuat hampir setiap
orang, baik ekonom, pemeritah maupun praktisi. Keyakinan kuat itu juga terdapat
pada inetelektual muslim terdidik yang tidak berlatar belakang pendidikan
ekonomi. Karena itu tidak aneh, jika para pejabat negara dan direktur perbankan
seringkali bangga melaporkan jumlah kredit yang dikucurkan untuk pengusaha
kecil sekian puluh triliun rupiah. (more…)
Pencarian yang terkait :
dampak riba secara makro, ayat alquran yang berhubungan dengan
ekonomi islam, ekonomi makro menurut ekonomi islam, hubungan debitur dengan inflasi, dampak riba menurut pandangan islam, dampak riba menurut islam, inflasi tinggi menguntungkan debitur, perbedaan ekonomi makro secara
islami dan ekonomi mikro secara islami, keuntungan debitur dan kreditur
terhadap inflasi, surah-surah Al-Quran tentang ekonomi, ekonomi secara islami, surah yang membahas manusia yang
menggunakan akalnya, tingkat bunga dalam ekonomi kapitalis, PANDANGAN KREDIT DALAM EKONOMI ISLAM, pandangan islam riba, pengertian
meta ekonomi, Pinjam dalam al-quran, MAKALAH DAMPAK PENGANGGURAN EKONOMI ISLAM, pandangan islam mengenai kredit, pandangan islam mengenai ekonomi makro
NEW YORK-–Dana Moneter Internasional memperkirakan aset perbankan syariah akan
tumbuh 15 persen per tahun, dimana aset tersebut akan berjumlah 1 triliun dolar
AS pada 2016. Dalam satu dekade terakhir industri perbankan syariah adalah
salah satu yang mengalami pertumbuhan tercepat di dunia keuangan global dengan
pertumbuhan antara 10-15 persen per tahun.
Tingkat
pertumbuhan perbankan syariah yang begitu cepat dimotori oleh meningkatnya
permintaan dari umat muslim, meningkatnya pendapatan minyak di Timur Tengah,
dan minat investor non muslim akan praktek perbankan beretika. (more…)
Pencarian yang terkait :
JAKARTA–Meski peristiwa 11 September 2001 sempat digunakan oleh negara-negara
Barat terutama Amerika Serikat untuk menyudutkan Islam, namun insiden itu
memberikan hikmah tersendiri bagi bank-bank Islam. Dana Moneter Internasional
(IMF) melaporkan insiden September kelabu itu justru membuat bank syariah di
seluruh dunia meningkat pesat.
Pasalnya,
para investor atau nasabah Muslim yang semula menyimpan uangnya di bank-bank
konvensional di Amerika dan negara Barat lainnya khawatir dananya bakal
dibekukan akibat peristiwa tersebut. (more…)
Pencarian yang terkait :
pengertian
IMF, Bank Islam di negara-negara Barat, peristiwa
ekonomi 2010, peristiwa 11 september wtc, pengaruh peristiwa AS 11 september
2001 terhadap bisnis di indonesia, kesan-kesan ekonomi dalam peristiwa
11 september 2001, kesan politik di barat akibat peristiwa
11 september 2001, kesan ekonomi peristiwa 11 september, kajian dampak peristiwa 11 september, info terakhir tentang peristiwa 11 september, Impak peristiwa 11 September 2001, dampak
positif IMF, dampak peristiwa 11 september 2001 bagi islam, dampak 11september 2001, dampak 11 september bisnis di indonesia, tumbuhnya bank syariah terhadap bank
konvensional
Ditulis oleh
Agustianto
Sepanjang 1 abad belakangan ini, krisis keuangan terus terjadi dan berulang.
Setelah didera krisis hebat sejak tahun 1929, ekonomi dunia tak pernah sepi
dari krisis yang kekerapannya lebih dari 20 kali krisis. Kini di tahun 2008
perekonomian global kembali mengalami goncangan dahsyat. Bermula dari subprime
mortgage crisis di Amerika Serikat (A.S.) tahun 2007 yang lalu, dalam waktu
relatif singkat kemudian dalam tahun 2008 berubah menjadi tsunami keuangan yang
melanda sistem dan pasar keuangan global, tak terkecuali pasar keuangan
Indonesia. (more…)
Pencarian yang terkait :
MACAM-MACAM
bank, pengertian syariah dan ruang lingkup
syariah, HARAPAN MASA
DEPAN PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH, mekanisme penetapan harga beras, kebutuhan
dalam situasi darurat untuk menuju kesejahteraan, definisi produksi menurut para ahli, axa mandiri syariah, definisi sistem sosialis, pemahaman ekonomi dan keuangan
syariah, Makalah produk bank islam, hadist berbisnis, hukum ekonomi islam, hukum ekonomi islam, pandangan
islam dalam masyarakat dan sosial ekonomi, teori permintaan pada, pendapat imam mazhab mengenai wakaf
uang, Hukum dan dalil jual beli salam, kedudukan kompilasi hukum islam, pengertian sistem ekonomi islam, makalah leasing, keseimbangan
kepentingan individu dan sosial dalam ekonomi islam, produk kpr bni, sistem ekonomi kapitalis, Impak peristiwa 11 September 2001, pasar uang antar bank syariah, manajemen dlm aktivitas bisnis, kelemahan perbankan syariah, artikel penetapan harga produk, produk investasi pada bank syariah, berikan
contoh perusahaan tenaga kerja yang intensif, buku karangan al imam an nasai, pengertian tentang ayat ayat hukum, faktor teori permintaan, Keuntungan kpr syariah, definisi wadiah dan wakalah, keuntungan bri syariah, istilah-istilah ekonomi, pengambilan
untung sebanyak-banyaknya dari orang lain, makalah wadiah dan wakalah, perbankan syariah di indonesia, pengertian ushul fiqh pada masa
kontemporer, hukum ekonimi menurut islam, basyarnas, macam pasar modal, MACAM MACAM PASAR MODAL, koperasi syariah batam, definisi sosialisme dan komunisme, negara mana pengguna mata uang emas, Objek HAKI, artikel motif ekonomi
Sejak zaman dulu emas telah digunakan sebagai
medium pertukaran. Kerajaan Yunani dan Romawi menjadikan emas sebagai alat
pertukaran, dan tradisi tersebut diteruskan sampai ke zaman Mercantile (sekitar
abad 19). Dalam sejarah telah terdapat beberapa sistem kurs yang ditetapkan
untuk mencari sistem kurs yang ideal.
Mekanisme untuk menentukan kurs juga dapat dikategorikan menjadi beberapa
kelompok, yaitu: Mengambang bebas, Float yang dikelola, Perjanjian Zona Target
Tertentu, Dikaitkan dengan Mata Uang Lain, Dikaitkan dengan kelompok mata uang
lain, Dikaitkan dengan Indikator Tertentu, dan Sistem Kurs Tetap.
Limabelas negara Eropa sepakat untuk membentuk kerjasama
dalam penentuan kurs pada Sistem Moneter Eropa. Negara-negara tersebut terlibat
perdagangan satu sama lain cukup besar sehingga kurs yang stabil diharapkan
akan sangan membantu perdagangan antar negara Eropa. Perkembangan sistem
moneter Eropa dapat memberikan pelajaran mengenai pentingnya koordinasi moneter
antar negara.
IMF dan Bank Dunia merupakan dua lembaga yang dibentuk
melalui perjanjian Bretton Woods pada tahun 1944 setelah perang dunia kedua
berakhir. IMF merupakan lembaga kunci dalam sistem moneter internasional karena
IMF membantu negara anggotanya mempertahankan kurs atas tekanan musiman,
siklus, atau kejadian random.
SEJARAH SISTEM MONETER INTERNASIONAL
Zaman Emas (1876-1913)
Perdagangan yang semakin meningkat membuat kebutuhan
sistem pertukaran yang lebih formal menjadi semakin terasa. Standar emas pada
dasarnya menetapkan nilai tukar mata uang negara berdasarkan emas. Pemerintah
atau Negara yang bersangkutan harus menjaga persediaan emas yang cukup untuk
menjamin jual-beli emas. Jika pemerintah negara lain juga menetapkan nilai mata
uangnya berdasarkan, maka kurs antar dua mata uang bisa ditentukan.
Karena nilai emas terhadap barang lain tidak banyak berubah
dalam jangka panjang, stabilitas nilai uang dan kurs mata uang tidak banyak
berfluktuasi dalam jangka panjang.
Bagaimana Mekanisme Emas Berjalan
Standar emas berbeda dengan mata uang fiat (fiat money).
Dalam mata uang fiat, nilai mata uang ditentukan berdasarkan kepercayaan
terhadap kemauan pemerintah menjaga integritas mata uang tersebut. Seringkali
kepercayaan tersebut disalahgunakan. Pemerintah tertentu selalu tergoda
menerbitkan uang baru, karena biaya produksi penerbitan tersebut praktis nol.
Dengan menggunakan standar emas, nilai mata uang
didasarkan pada emas. Pemerintah tidak bisa seenaknya menambah jumlah uang yang
beredar, karena suplai uang dibatasi oleh suplai emas. Mekanisme penyesuaian
kurs dalam standar emas bisa digambarkan melalui mekanisme price-specie-flow
mechanism (specie merujuk ke mata uang emas).
Dengan proses tersebut kurs mata uang bisa terjaga selama
negara-negara di dunia memakai emas sebagai standar nilai uangnya. Inflasi yang
berkepanjangan tidak akan terjadi dalam situasi semacam itu.
Periode Perang Dunia 1914-1944
Standar emas hancur waktu perang dunia 1 pecah. Mata uang
praktis ditetapkan atas dasar emas atau mata uang lainnya dengan longgar.
Beberapa usaha kembali ke standar emas dilakukan sesudah perang dunia 1 berakhir.
Emas hanya diperdagangkan dengan bank sentral, bukan
pribadi. Kurs mata uang ditetapkan berdasarkan emas. Sesudah tahun 1934 dan
sesudah perang dunia kedua, konvertibilitas mata uang yang bisa ditukarkan
(konvertibel) dengan mata uang lainnya.
Periode Kurs Tetap
Periode ini dimulai dengan perjanjian Bretton Woods.
Melalui perjanjian ini, semua negara menetapkan nilai tukar mata uangnya
berdasarkan emas, tetapi tidak diharuskan memenuhi konvertibilitas mata uang
mereka dalam emas.
Negara anggota diminta menjaga kursnya dalam batas 1%
(naik atau turun) dari nilai par, dan bersedia melakukan intervensi untuk
menjaga kurs tersebut. IMF membantu negara anggotanya dalam rangka menjaga kurs
mata uangnya.
Tekanan spekulasi menyebabkan sistem kurs tetap tidak
layak lagi dipertahankan. Pasar keuangan dunia sempat tutup selama beberapa
minggu pada bulan Maret 1973. Ketika pasar tersebut dibuka, kurs mata uang
dibiarkan mengambang sampai ke kurs yang ditentukan oleh kekuatan pasar.
Post Bretton Woods (1973) - sekarang
Setelah kurs dibiarkan mengambang, fluktuasi kurs mata
uang dunia menjadi semakin tinggi dan semakin sulit diprediksi. Kejadian
penting pertama setelah Bretton Woods berakhir adalah embargo minyak negara
OPEC yang cukup sukses (Oktober 1973). Pada tahun 1974 harga minyak cenderung
melakukan kebijakan sangat tajam.
Kurs dollar dan juga kurs mata uang lainnya, di masa
mendatang akan berfluktuasi sama seperti sekitar dua puluh tahun terakhir ini.
Selama tidak ada patokan yang pasti, kurs mata uang di masa mendatang akan
mengalami fluktuasi yang tidak bisa diprediksi.
Beberapa ekonom mulai menganjurkan kembali ke sistem kurs
tetap. Tetapi sampai saat ini belum ada model yang ideal yang sesuai dengan
kondisi saat ini, yang bisa menjamin stabilitas kurs. Sistem yang ideal akan
mencakup dua hal :
1. Sistem harus kredibel (bisa dipercaya)
2. Sistem harus mempunyai mekanisme stabilitas harga yang
otomatis (built in)
Sistem yang ideal diharapkan bisa memunculkan mata uang
dengan karakteristik :
1. Nilai yang stabil. Nilai yang stabil merupakan
karakteristik yang diinginkan karena bisa membuat transaksi bisnis menjadi
lebih mudah diperhitungkan.
2. Bisa dipertukarkan dengan mudah. Lalu lintas modal yang
lancer merupakan karakteristik yang diinginkan.
3. Kebijakan Moneter yang independent. Kebijakan Moneter
ditentukan oleh setiap negara untuk mencapai tujuan ekonomi yang ditetapkan
atau diprioritaskan negara tersebut.
SISTEM PENETAPAN KURS
Mekanisme penentuan kurs bisa dikategorikan menjadi
beberapa kelompok :
Free Float (Mengambang Bebas)
Berdasarkan sistem ini, kurs mata uang dibiarkan
mengambang bebas tergantung kekuatan pasar. Beberapa faktor yang mempengaruhi
kurs, misal inflasi, pertumbuhan ekonomi, inflasi akan digunakan oleh pasar
dalam mengevaluasi kurs mata uang negara yang bersangkutan. Jika variable
tersebut berubah, atau penghargaan terhadap variable tersebut berubah, kurs
mata uang akan berubah. Sistem mengambang bebas juga disebut sebagai clean
float.
Float yang dikelola (Managed Float)
Sistem mengambang bebas mempunyai kerugian karena
ketidakpastian kurs cukup tinggi. Sistem float yang dikelola, yang sering
disebut juga sebagai dirty float, dilakukan melalui campur tangan Bank Sentral
yang cukup aktif.
Bank Sentral kemudian akan melakukan intervensi jika kurs
yang terjadi di luar batasan yang telah ditetapkan. Beberapa bentuk intervensi
:
a. Menstabilkan fluktuasi harian. Bank Sentral melakukan
cara ini dengan tujuan menjaga stabilitas kurs agar perubahan kurs cukup
teratur.
b. Menunda kurs (leaning against the wind). Melalui cara
ini bank sentral melakukan intervensi dengan tujuan mencegah atau mengurangi
fluktuasi jangka pendek yang cukup tajam, yang diakibatkan oleh kejadian yang
sifatnya sementara.
c. Kurs tetap secara tidak resmi (unofficial pegging).
Melalui cara ini Bank Sentral melawan kekuatan pasar dengan menetapkan (secara
resmi) kurs mata uangnya.
Perjanjian Zona Target Tertentu
Melalui perjanjian ini, beberapa negara sepakat untuk
menentukan kurs mata uangnya secara bersama dalam wilayah kurs tertentu. Jika
kurs melewati batas atas atau batas bawah, Bank Sentral negara yang
bersangkutan akan melakukan intervensi.
Dikaitkan dengan Mata Uang Lain
Sekitar 62 negara dari 162 negara anggota IMF mengkaitkan
nilai mata uangnya terhadap mata uang lainnya. Sebagian mengkaitkan nilai mata
uangnya terhadap mata uang negara tetangga.
Dikaitkan dengan kelompok mata uang lain
Sekitar 21 negara mengkaitkan mata uangnya terhadap
kelompok mata uang lainnya. Basket, kelompok, atau portofolio mata uang
tersebut biasanya terdiri dari mata uang partner dagang yang penting. 19 negara
mengkaitkan nilai mata uangnya terhadap portofolio yang mereka buat sendiri.
Dikaitkan dengan Indikator Tertentu
Dua negara, Chili dan Nikaragua, mengkaitkan mata uangnya
terhadap indikator tertentu, seperti kurs riil efektif, kurs yang telah
memasukkan inflasi terhadap partner dagang mereka yang penting.
Sistem Kurs Tetap
Di bawah sistem kurs tetap, pemerintah atau Bank Sentral
menetapkan kurs secara resmi. Kemudian Bank Sentral akan selalu melakukan
intervensi secara aktif untuk menjaga kurs yang telah ditetapkan tersebut.
Jika kurs resmi dirasakan sudah tidak sesuai dengan
kondisi fundamental ekonomi negara tersebut, devaluasi atau revaluasi
dilakukan. Cara yang bisa dilakukan selain devaluasi adalah :
1. Pinjaman asing
2. Pengetatan
3. Pengendalian harga dan upah
4. Pembatasan aliran modal keluar
SISTEM MONETER EROPA (EUROPEAN
MONETARY SYSTEM ATAU EMS)
Unit Mata Uang Eropa (European Currency Unit atau ECU) dan
Mekanisme Kurs (Exchange Rate Mechanism)
ECU merupakan portofolio (basket) yang terdiri dari mata
uang negara angora EMD. Nilai ECU merupakan rata-rata tertimbang nilai
masing-masing mata uang anggota, dengan bobot ditentukan berdasrkan kekuatan
relative perekonomian negara tersebut. ECU bisa berfungsi sebagai unit moneter,
alat penyelesaian transaksi, dan sebagai cadangan negara anggota.
Mekanisme kurs Eropa (ERM atau European Rate Mechanism)
merupakan proses penentuan kurs antarmata uang negara anggota. ERM atau
mekanisme kurs mempunyai tiga karakteristik : Penetapan kewajiban setiap
anggota untuk memelihara kurs, Penyediaan dana dalam rangka menjaga stabilitas
kurs, dan Penentuan kurs yang baru atas kesepakatan bersama jika kondisi
ekonomi mengharuskan demikian.
Inti dari mekanisme penetuan kurs dalam Sistem Moneter
Eropa adalah dikaitkannya nilai setiap mata uang terhadap ECU.
Masa Depan Sistem Moneter Eropa
Menurut kesepakatan, negara Eropa akan membentuk Uni
Moneter Eropa (European Monetary Union atau EMU) secara penuh, yang mempunyai
satu bank sentral yang akan menerbitkan mata uang bersama pada tahun 1999
(disebut mata uang Euro). Kesepakatan tersebut mengharuskan integrasi dan
koordinasi dalam kebijakan moneter dan fiskal negara anggotanya. Sebelum
menjadi anggota, negara Eropa harus memenuhi standar sebagai berikut ini :
1. Inflasi nominal tidak boleh lebih dari 1,5% di atas
rata-rata tiga anggota dengan inflasi paling kecil tahun yang lalu.
2. Tingkat bungan jangka panjang tidak boleh lebih dari 2
% di atas rata-rata tiga anggota dengan tingkat bungan paling bawah.
3. Defisit fiskal tidak boleh lebih dari 3% dari GNP.
4. Utang pemerintah tidak boleh lebih dari 60% dari GNP.
IMF (INTERNATIONAL MONETARY FUND)
IMF dan Bank Dunia merupakan dua lembaga yang dibentuk
melalui perjanjian Bretton Woods pada tahun 1944 setelah perang dunia kedua
berakhir. IMF merupakan lembaga kunci dalam sistem moneter internasional. IMF
membantu negara anggotanya mempertahankan kurs atas tekanan musiman, siklus,
atau kejadian random.
IMF didanai oleh setiap anggotanya dengan kuota yan
gditetapkan berdasarkan perkiraan pola perdagangan sesudah Perang Dunia kedua.
IMF menciptakan mata uang (reserve) baru yang dinamakan sebagai Special Drawing
Right (SDR). Mata uang tersebut menjadi unit rekening untuk IMF maupun
organisasi regional dan internasional lainnya. Mata uang tersebut juga dipakai
sebagai dasar dalam penentuan kurs oleh beberapa negara. Negara lainnya
memegang SDR dalam bentuk deposito di IMF.
Pembicaraan mengenai sistem moneter internasional akan
memberi latar belakang penentuan kurs mata uang dunia. Saat ini sebagian besar
negara dunia, terutama negara besar, menggunakan sistem kurs mengambang. Tetapi
nampaknya sistem kurs mengambang bukan pilihan terbaik, karena mendorong
fluktuasi kurs yang lebih tinggi.
Fluktuasi yang lebih tinggi tersebut membuat perhitungan
bisnis, biaya manajemen valuta asing menjadi semakin tinggi. Sistem kurs tetap
nampaknya cukup ideal, tetapi sistem tersebut nampaknya sulit dipertahankan.
Sejarah menunjukkan kegagalan sistem kurs tetap karena beberapa alasan,
khususnya ketidakseragaman kebijakan perekonomian dan moneter negara di dunia.
sumber : http://catatankuliahdigital.blogspot.com/2009/10/sistem-moneter-internasional.html
Masa depan IMF dalam perekonomian Asia
Oleh: Dewi Astuti, Erna S. U. Girsang, & M. Munir Haikal
International Monetary Fund (IMF)
mengajukan diri untuk meningkatkan peran dalam perekonomian Asia. Apakah IMF
masih memiliki masa depan yang cerah di kawasan ini?Pekan ini, selama 2 hari,
12 Juli sampai 13 Juli, para pemimpin Asia menggelar Konferensi Tingkat Tinggi
(Asia 21 Conference ) bertajuk Asia: Leading The Way Forward, Reflecting Asia’s
Economic Dynamism And Global Leadership Role In The 21st.
Sebagai tuan rumah, IMF dan Korsel menggelar perhelatan itu di
Daejeon, pusat teknologi dan ilmu pengetahuan negara itu. Pertemuan itu
meninjau kembali peran dan hubungan IMF di Asia selama krisis keuangan pada
1990-an, serta peningkatan peran IMF ke depan.
Keinginan IMF menambah peran di Asia sangat kuat. Bahkan,
dalam pidatonya pada hari pertama Managing Director Dominique Strauss Kahn
menyampaikan kembali pengakuan mengenai beberapa kesalahan kebijakan lembaga
itu selama krisis Asia pada 1998.
“Kami belajar dari kesalahan masa lalu.”
Dia juga mengatakan komitmennya menuntaskan reformasi kuota 5%
untuk negara berkembang, meski tidak mudah menyatukan pandangan dalam dewan
kebijakan. Negara yang kuotanya berlebihan dikurangi dan diseimbangkan dengan
negara lain.
Asia, jelasnya, perlu mengantisipasi dampak dari pergerakan
arus modal yang sangat cepat, karena sistem perekonomian negara yang sudah
sangat terbuka. Untuk ini dia berjanji memastikan akan memperkuat sistem
peringatan dini.
“Kami akan bekerja keras menjadikan analisis lembaga ini
berguna bagi kawasan Asia. Kami akan berupaya keras untuk meningkatkan
efektivitas dan penngawasan dari nasihat kebijakan yang diberikan oleh IMF,”
ujarnya.
Kahn juga memastikan akan memperkuat jaringan pengaman global
sehingga pihaknya akan bekerja sama lebih erat dengan negara di kawasan Asia.
IMF sedang mengkaji sejumlah opsi untuk memperkuat mekanisme dalam mencegah
krisis dan memitigasi dampak sistemik. Tidak tanggung-tanggung, dia mengatakan
telah menyiapkan paket reformasi [kuota] pada 2008 dan akan menyempurnakan lagi
pada G-20 Summit di Seoul pada November untuk kepentingan negara berkembang
dari total 186 negara anggota.
Sampai 28 Februari 2010, valuasi kuota IMF mencapai US$333
miliar. Pada saat yang sama, IMF juga memiliki komitmen penyaluran pinjaman
senilai US$191 miliar, sedangkan jumlah dana yang belum disalurkan mencapai
US$121 miliar.
Citra negatif
Chief Economist Regional Surabaya PT Bank BNI Tbk Ikhsan Modjo
mengatakan hubungan Asia dan IMF mulai retak pascakrisis moneter pada akhir
1990-an, karena anjuran agen kredit multilateral itu dinilai memperburuk
situasi perekonomian.
Selain citra IMF yang negatif dari sisi intervensi terhadap
negara penerima pinjaman, jelasnya, lembaga itu sudah diibaratkan sebagai rumah
sakit, sehingga jika sudah mendapatkan kredit maka peringkat investasi atau
indeks kepercayaan atas negara itu dapat turun.
Di luar itu, negara-negara di Asia sudah memiliki strategi
lain dalam mengatasi kekurangan cadangan devisa, dengan diversifikasi cadangan,
membentuk perjanjian konversi mata uang, seperti yang dilakukan Asean, China,
Jepang, dan Korsel, melalui Chiang May Initiative.
Beberapa pemerintah, termasuk Indonesia, jelasnya, enggan
membicarakan kemungkinan meminjam dana dari IMF dalam pertemuan terbuka karena
sangat sensitif dan dapat menuai citra negatif. Ini menjadi tantangan besar
bagi kreditur multilateral itu.
Kepercayaan Asia terhadap IMF, tambahnya, juga belum membaik
karena dominasi anggota dewan direksi dan staf yang masih berasal dari Eropa,
sehingga selama resesi negara yang menggunakan fasilitas IMF hanya dari negara
berkembang di Eropa.
Harapan atas peningkatan peran IMF di Asia disampaikan Menteri
Keuangan Korsel Jeung- Hyun Yoon, di Daejeon, meskipun dia mengemukakan sampai
saat ini IMF belum sepenuhnya mengutamakan perannya memastikan stabilitas dan
mendukung pertumbuhan di Asia.
Namun, dia menyampaikan keyakinannya atas kemampuan IMF
menyiapkan dan memperkuat jaring pengaman keuangan di dunia, meskipun lagi-lagi
dalam Spring Meeting IMF di Washington DC pada April lalu, Komite Keuangan dan
Moneter Internasional belum mampu memfinalisasi reformasi kuota sebesar 5%.
IMF hanya berjanji akan merampungkan agenda itu sebelum
Januari 2011. Padahal, Asia membutuhkan kebijakan efektif, termasuk akses
kredit yang fleksibel (flexible credit line/ FCL) untuk pasokan likuiditas
selama sistem mengalami krisis.
Menanggapi hal ini, Karn mengatakan perlu ada penanganan yang
tepat dan mengingatkan supaya pertumbuhan ekonomi tidak terlalu bergantung
kepada pasar tradisional sehingga perlu dikembangkan pasar baru.
Jeung-Hyun Yoon mengatakan langkah lain yang bisa ditempuh IMF
mengambil hati Asia adalah meningkatkan diversifikasi staf lembaga itu karena
selama ini masih didominasi Eropa.
Peserta pertemuan itu mengaminkan bahwa cadangan devisa dan
kebijakan nilai tukar perlu penanganan dan jaminan secara serius, sehingga
peran lembaga seperti IMF tidak dapat diabaikan, apalagi ekspor menjadi
pendorong utama pertumbuhan ekonomi Asia.
Gubernur Bank Sentral Korea (Bank of Korea) Kim Choong Soo
menilai pertumbuhan Asia didukung oleh pertumbuhan ekspor. Namun, dia menyadari
perlunya upaya untuk pertumbuhan domestik dengan meningkatkan konsumsi.
“Sejumlah negara berkembang mempunyai opsi untuk mengakumulasi
cadangan devisa guna menghadapai krisis. Tetapi merupakan biaya tinggi sehingga
ini bukan merupakan pilihan yang terbaik. Adanya global safety net merupakan
pilihan yang baik buat semua negara,” jelasnya.
Pertemuan ini memang menunjukan adanya sinyal dari Asia untuk
memberikan kesempatan berperan dalam perekonomian kawasan pada masa mendatang,
tetapi tentu pengalaman buruk selama krisis moneter diharapkan tidak akan
terulang lagi.
(dewi.astuti@bisnis.co.id/erna.girsang@bisnis.co.id/munir.haikal@bisnis.co.id)
Pola dan proses dinamika pembangunan ekonomi di suatu negara
ditentukan oleh banyak faktor baik domestik mapun eksternal. Faktor-faktor
domestik antara lain kondisi fisik (termasuk iklim), lokasi geografis, jumlah
dan kualitas sumber daya alam (SDA), dan sumber daya manusia (SDM) yang
dimiliki, kondisi awal ekonomi, sosial dan budaya, sistem politik, serta
peranan pemerintah di dalam ekonomi. Adapun faktor-faktor eksternal di
antaranya adalah perkembangan teknologi, kondisi perekonomian dan politik
dunia, serta keamanan global.
Dari pengalaman di berbagai negara menurut Tulus T.H. Tambunan mungkin dapat
dikatakan yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi bukan
“warisan” dari negara penjajah, melainkan orientasi politik, sistem ekonomi,
serta kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh rezim pemerintah yang berkuasa
setelah lenyapnya kolonialisasi. Pengalaman Indonesia sendiri menunukkan bahwa
pemerintahan orde lama, rezim yang berkuasa menerapkan sistem ekonomi tertutup
dan lebih menguatkan militer dari pada ekonomi. Ini semua menyebabkan ekonomi
nasional pada masa itu mengalami stagnasi, pembangunan praktis tidak ada.
Walaupun ideology Indonesia adalah Pancasila namun pengaruh ideology komunis
pada waktu itu sangat kuat. Indonesia umumnya memilih haluan politik berbau
komunis sebagai refleksi dari perasaan anti kolonialisme dan anti imperialisme.
Transisi pemerintahan dari orde lama ke orde baru berpenaruh pada paradigma
pembangunan ekonomi dari yang berhaluan sosialis ke kapitalis-liberal.
Pemerintahan orde baru menjalin kembali hubungan baik dengan Barat dan menjauhi
ideologi komunis. Indonesia juga kembali menjadi anggota PBB dan anggota
lembaga-lembaga dunia lainnya seperti Bank Dunia dan IMF. IMF yang didirikan
sebagai hasil konferensi Bretton Woods pada tahun 1944 secara umum mempunyai
tujuan memberi bantuan kepada negara anggota yang membutuhkan. Kesemuanya itu
akan dapat memberi peluang memperbaiki ketidakseimbangan neraca pembayarannya
tanpa mengambil jalan yang merusak neraca pembayaran nasional atau
internasional.
Indonesia dan IMF
Indonesia pada masa orde baru kembali menjadi anggota IMF dilakukan pada masa
Kabinet Ampera untuk melaksanakan pokok-pokok kebijakan stabilisasi dan
rehabilitasi. Kondisi merupakan awal terjadinya bantuan IMF hingga sekarang.
Setiap tahun, Indonesia mendapatkan bantuan dari IGGI (Inter Government Group
on Indonesia) yang di dalamnya terkait dengan bantuan Bank Dunia. Sesudah IGGI
berubah menjadi CGI , maka di dalamnya juga terkait bantuan IMF dan Bank Dunia
dengan bantuan sekitar US$ 5 Milyar setiap tahunnya. Sejak terjadi krisis tahun
1997 Indonesia telah meminta bantuan IMF dengan paket bantuan senilai US$ 23
Milyar. Kondisi perekonomian nasional era orde baru lmenjadi lebih baik karena
perubahan pada orientasi kebijakan ekonomi dari sistem sosialis ke sistem
kapitalis.
Era reformasi kemudian mewarnai arena perpolitikan dalam negeri, IMF melalui
Stanley Fisher (Wakil Dierektur IMF) yang didampingi Hubert Neiss (Direktur IMF
untuk Asia Timur dan Pasifik) melakukan wawancara secara terpisah dengan
pimpinan lima partai besara waktu itu yaitu PDIP, Golkar, PKB, PPP dan PAN.
Dari hasil wawancara dianggap telah mewakili gambaran pemerintahan Indonesia
pasca Pemilu 1999. dengan demikian hampir dapat dipastikan bahwa Indonesia
masih sangat tergantung pada bantuan luar negeri dan sulit melepaskan diri dari
pengaruh IMF . Begitu pula pemerintahan SBY dengan menghadirkan sosok Sri
Mulyani sebagai Menteri Keuangan yang notabene mantan pejabat IMF.
Ketergantugan yang Tinggi
Pertanyaan yang timbul diajukan berdasar paparan sebelumnya bahwa kenapa
Indonesia begitu sangat bergantung pada campur tangan IMF? Dari sisi historis
pengalaman Indonesia mengambil haluan ideologi sosialis terbukti telah gagal di
samping beberapa faktor. Indonesia kemudian mengambil jalan ekonomi yang
terbuka yang dimungkinkannya kerja sama dengan berbagai pihak termasuk IMF.
Adam Smith dalam pandangannya menghendaki negara membiarkan kekuasaan membuat
keputusan-keputusan ekonomi berada di tangan orang-orang ekonomi itu sendiri.
Jika perekonomian itu bebas maka para pengusaha akan menggunakan modalnya untuk
usaha-usaha yang paling produktif dan pembagian pembagian pendapatan dapat
menemukan sendiri tingkatnya yang wajar di pasar.
Tidak bisa dipungkiri bahwa hingga sekarang tingkat ketergantungan Indonesia
kepada pengaruh IMF sangat tinggi, karena pada dasarnya Indonesia terbantu
dengan bantuan luar negeri ini. Sistem ekonomi yang liberal memberi potensi
bagi suatu negara untuk membuka pintu kerja sama yang luas yang kemudian
menjelma menjadi arena transaski internasional secara bebas.
Sebagai negara dengan perekonomian terbuka, Indonesia tidak dapat menghindar
dari proses globalisasi ekonomi dunia. Dampak utama dari proses globalisasi
ekonomi adalah berubahnya konsep perdagangan internasional dalam menentukan
pola perdagangan dan produksi suatu negara. Ketergantungan Indonesia yang
tinggi semakin terasa ketika Indonesia tidak mampu megatasi sendiri krisisnya
yang berujung pada kebutuhan bantuan dari IMF melalui mekanisme utang luar
negeri.
DAFTAR PUSTAKA
Ikbar, Januar Ekonomi Politik Internasional Konsep dan Teori
Bandung: Refika Aditama, 2006
Latief, Dochak Pembangunan Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi Global Surakarta: UMS
Press, 2002
Perwita, A.A. Banyu & Yani, Y.M Pengantar Ilmu Hubungan Internasional
Bandung: Rosda, 2005
Sjahrir Kebijakan Negara Mengantisipasi Masa Depan Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 1994
Tabb, William K. Tabir Politik Globalisasi Yogyakarta: Lafadl Pustaka, 2006
Tambunan, Tulus T.H. Perekonomian Indonesia Teori dan Temuan Empiris Jakarta:
Ghalia Indonesia, 2001
Apakah IMF itu?
Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund
(IMF) adalah organisasi internasional yang bertanggungjawab dalam mengatur
sistem finansial global dan menyediakan pinjaman kepada negara anggotanya untuk
membantu masalah-masalah keseimbangan neraca keuangan masing-masing negara.
Salah satu misinya adalah membantu negara-negara yang mengalami kesulitan
ekonomi yang serius, dan sebagai imbalannya, negara tersebut diwajibkan
melakukan kebijakan-kebijakan tertentu, misalnya privatisasi badan usaha milik
negara.
Dari negara-negara anggota PBB, yang tidak menjadi anggota IMF adalah Korea
Utara, Kuba, Liechtenstein, Andorra, Monako, Tuvalu dan Nauru.
Lembaga ini berawal ketika PBB mensponsori Konferensi Keuangan
dan Moneter di Bretton Woods, New Hampshire, Amerika Serikat pada tanggal 22
Juli, 1944. Artikel tentang Perjanjian IMF berlaku mulai 27 Desember 1945, dan
organisasi IMF terbentuk pada bulan Mei 1946, sebagai bagian dari rencana
rekonstruksi pasca Perang Dunia II dan memulai operasi finansial pada 1 Maret
1947.
Lembaga ini, bersama Bank untuk Penyelesaian Internasional dan Bank Dunia,
sering pula disebut sebagai institusi Bretton Woods. Ketiga institusi ini
menentukan kebijakan moneter yang diikuti oleh hampir semua negara-negara yang
memiliki ekonomi pasar. Sebuah negara yang menginginkan pinjaman dari IMF,
keistimewaan BIS serta pinjaman pembangunan Bank Dunia, harus menyetujui
syarat-syarat yang ditentukan oleh ketiga institusi ini.
IMF adalah lembaga pemberi pinjaman terbesar kepada Indonesia.
Lembaga internasional ini beranggotakan 182 negara. Kantor pusatnya terletak di
Washington. Misi lembaga ini adalah mengupayakan stabilitas keuangan dan
ekonomi melalui pemberian pinjaman sebagai bantuan keuangan temporer, guna
meringankan penyesuaian neraca pembayaran. Sebuah negara akan meminta dana
kepada IMF ketika sedang dilanda kiris ekonomi. Pinjaman tersebut terkait erat
dengan berbagai persyaratan, yang disebut kondisionalitas. Mata uang IMF adalah
SDR — Special Drawing Rights. Mulai 20 Agustus 1998, 1 SDR = US$ 1,33.
IMF dijuluki ‘organisasi internasional paling berkuasa di abad
20, yang sangat besar pengaruhnya bagi kesejahteraan sebagian besar penduduk
bumi’. Ada pula yang mengolok-olok IMF sebagai singkatan dari ‘institute of
misery and famine’ (lembaga kesengsaraan dan kelaparan). Sebagaimana halnya
Bank Dunia, lembaga ini dibentuk sebagai hasil kesepakatan Bretton Woods
setelah Perang Dunia II. Menurut pencetusnya, Keynes dan Dexter White,
tujuannya adalah ‘menciptakan lembaga demokratis yang menggantikan kekuasaan para
bankir dan pemilik modal internasional’ yang bertanggung jawab terhadap resesi
ekonomi pada dekade 1930-an. Akan tetapi peran itu sekarang berbalik 180
derajat, setelah IMF dan Bank Dunia menerapkan model ekonomi neo-liberal yang
menguntungkan para pemberi pinjaman, bankir swasta dan investor internasional.
Lembaga keuangan tersebut dikecam sebagai tak lebih dari perpanjangan kebijakan
luar negeri Amerika Serikat.
IMF diserang kritik
Selama bertahun-tahun IMF dikecam karena meningkatkan kemiskinan dan ketidakstabilan.
Laporan-laporan terbaru dari Kongres AS dan Parlemen Inggris juga memberikan
kecaman pedas terhadap tindakan-tindakan IMF. Kepala ahli Ekonomi Bank Dunia,
Joseph Stiglitz, sangat mengecam IMF atas perannya dalam krisis Asia. Di
Indonesia, IMF dituding sebagai biang keladi kepanikan yang berbuntut pada
krisis keuangan, setelah ia memaksa penutupan 16 bank dan membuat kesepakatan
restrukturisasi besar-besaran yang mengakibatkan investor panik. Kendati sejak
musim gugur 1999 IMF menempuh langkah pengurangan kemiskinan sebagai sasaran
utama, masih perlu dicermati seberapa kuat daya penyembuhnya.
Menurut laporan staf IMF sendiri: “Sering didapati bahwa
program-program (IMF) diikuti oleh meningkatnya inflasi dan anjloknya tingkat
pertumbuhan” (Khan 1990). Institut Pembangunan Luar Negeri (ODI) Inggris
menyimpulkan bahwa program-program IMF mengandung ‘pengaruh terbatas kepada
pertumbuhan ekonomi,’ ‘mengurangi pendapatan riil’, ‘gagal memicu arus modal
masuk,’ ‘tidak begitu berdampak terhadap angka inflasi’, ‘memangkas tingkat
investasi’, ‘berbiaya sosial besar,’ ‘menciptakan destabilisasi politik.’
Bagaimana pinjaman berlaku
Ada beberapa macam pinjaman;
SBA – standby arrangements: pinjaman jangka pendek 1-2 tahun
EFF – extended fund facility: pinjaman jangka menengah 3 tahun dengan
peninjauan sasaran setiap tahun.
SAF – structural adjustment facility: pinjaman jangka menengah dengan konsesi
tertentu selama tiga tahun bagi negara-negara berpendapatan rendah.
ESAF – enhanced structural adjustment fund: mirip SAF, tapi berbeda cakupan dan
rentang persyaratannya.
Amerika Serikat mengontrol pembuatan keputusan di IMF melalui
hak votingnya, sesuai dengan besarnya hak suara yang dimiliki yakni 17.81%.
Angka tersebut cukup memberinya hak untuk memveto kebijakan IMF. Selain AS,
tidak ada negara yang mempunyai lebih dari 6% hak suara dan mayoritas negara
anggota mempunyai kurang dari 1%. Pinjaman IMF dianggap sebagai sesuatu yang
‘keramat’; yang tidak bisa dilalaikan oleh suatu negara.
Persyaratan – obat IMF
Nota Kesepakatan atau Letter of Intent (LoI) adalah dokumen yang menetapkan apa
yang harus dilakukan oleh sebuah negara agar bisa memperoleh pinjaman IMF. LoI
didahului dengan negosiasi antara kementerian keuangan negara yang bersangkutan
dan IMF. Dokumen tersebut biasanya ditandatangani oleh Menteri Keuangan dan
kepala bank sentral. LoI memuat kebijakan-kebijakan berskala besar yang harus
diimplementasikan oleh pemerintah. Tidak jarang, LoI sangat jauh jangkauannya.
Unsur-unsurnya sering mencakup, antara lain: sasaran anggaran berimbang,
sasaran-sasaran pengadaan uang dan inflasi, kebijakan nilai tukar uang,
keseimbangan perdagangan dan kebijakan perdagangan, reformasi hukum perburuhan,
reformasi struktur PNS, privatisasi, dan perubahan perundang-undangan. Kadang-kadang
Memorandum tambahan disertakan pada LoI.
IMF menambahkan syarat-syarat pada pinjamannya. Dalam jangka
pendek, umumnya IMF menekankan kebijakan-kebijakan berikut:
devaluasi nilai tukar uang, unifikasi dan peniadaan kontrol uang; liberalisasi
harga: peniadaan subsidi dan kontrol; pengetatan anggaran.
Dalam jangka panjang, umumnya IMF menekankan
kebijakan-kebijakan berikut:
liberalisasi perdagangan: mengurangi dan meniadakan kuota impor dan
tarif;deregulasi sektor perbankan sebagai ‘program penyesuaian sektor
keuangan’;privatisasi perusahaan-perusahaan milik negara;privatisasi lahan
pertanian, mendorong agribisnis;reformasi pajak: memperkenalkan/meningkatkan
pajak tak langsung;
‘mengelola kemiskinan’ melalui penciptaan sasaran dana-dana sosial’pemerintahan
yang baik’.
Kesepakatan terbaru antara Pemerintah Indonesia dan
IMF
Pada 4 Februari 2000, IMF menyetujui pemberian pinjaman — jenis EFF — berjangka
waktu tiga tahun sebesar SDR 3,638 milyar (sekitar US$5 milyar) untuk mendukung
program reformasi ekonomi dan struktural Indonesia. Dari jumlah tersebut, SDR
260 juta (sekitar US$49 juta) diberikan pada hari itu juga dan sisanya akan
diberikan setelah dilakukan peninjauan kinerja sasaran dan program pada periode
berikutnya
Kesepakatan Pinjaman Pasca-krisis
Tabel berikut ini menunjukkan tiga kesepakatan terakhir IMF dengan Pemerintah
Indonesia. Jumlah pinjaman sesungguhnya lebih kecil daripada jumlah yang
disetujui — yakni Pemerintah Indonesia tidak sepenuhnya menerima total dana
yang disediakan.
Konsultasi dengan masyarakat sipil, LSM dan Aktivis
IMF mengatakan bahwa sulit menerima masukan dari masyarakat sipil mengenai
pinjaman karena kendala waktu. Tapi, LSM bisa mendesak untuk bertemu dengan
para utusan misi IMF. Jika mereka menolak, mereka bisa diadukan kepada para
petinggi IMF dan pers. LSM juga bisa menyoroti sasaran/kebijakan yang belum
diimplementasikan, kebijakan-kebijakan yang bermasalah dan menyarankan
kebijakan yang dapat disisipkan. Pinjaman terbaru dari IMF akan berlaku hingga
31 Desember 2002, tetapi sewaktu-waktu dapat ditunda bila sasaran tidak
tercapai.
SatuDunia, Jakarta- Bank Dunia selama ini telah memerankan peran yang sangat penting dalam
sektor energi secara global. Sebagai institusi finansial terbesar yang
memberikan bantuan finansial kepada negara berkembang, Bank Dunia memiliki
mandat untuk mengurangi kemiskinan di negara berkembang dan negara miskin
dunia.
Namun, dari paparan hasil penelitian yang dilakukan oleh IESR
dan BIC terkait proyek-proyek Bank Dunia selama 40 tahun di sektor energi
Indonesia, hasilnya kinerja Bank Dunia sedikit sekali berpengaruh pada
kesejahteraan rakyat. Untuk akses energi sendiri menurut data Bank Dunia pada
tahun 2007, lebih dari 70 juta rakyat Indonesia masih belum mendapatkan akses
listrik. Temuan ini tentu saja diperkirakan lebih banyak. Menurut Fabby Tumiwa,
Direktur Eksekutif IESR, dari penelitian yang dilakukannya, kurang lebih 100
juta rakyat Indonesia belum mendapatkan akses untuk energi listrik.
Sementara untuk pengentasan kesulitan akses energi pada
rakyat, Bank Dunia dan Pemerintah RI justru menyokong PLN dengan proyek
batubara sejak 2006 yang dikuatkan oleh Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006.
Menurut peta pembangunan sektor energi Indonesia, peruntukkan konsumsi batubara
untuk listrik hanya sebesar 15 persen. Namun, kenyataannya saat ini terjadi
peningkatan konsumsi batubara hingga 35 persen dan menurut PLN pada 2020 akan
digenapi hingga sebesar 70%.
Ambisi Bank Dunia untuk menguatkan penggunaan energi bersih
ternyata hanya di atas kertas. Kenyataannya, mereka berkelit dengan mengatakan
energi dari batubara dan gas sebagai salah satu energi bersih. Hal ini tentu
saja berdampak pada perubahan iklim dan emisi yang dihasilkan Indonesia. Lewat
perannya di sektor energi Indonesia Bank Dunia malah menambah jumlah
emisi gas rumah kaca.
“Terkait dengan hutang emisi dan perdagangan karbon, Bank
Dunia telah membeli 16 juta dolar kredit karbon. Namun, kembali lagi terjadi
standar ganda di sini. Bank Dunia tidak pernah menghitung emisi karbon yang mereka
hasilkan dari proyek di Indonesia yang sudah berjalan selama 40 tahun. Bank
Dunia hanya menghitung pencegahannya, tetapi tidak kepada emisi yang telah
dihasilkannya,” ujar Daniel King, salah satu konsultan peneliti dari IESR.
Di Indonesia, keberadaan proyek Bank Dunia untuk sektor energi
lebih berfokus pada penguatan peran swasta atau lazim kita sebut privatisasi.
Sementara untuk membantu efek dari perubahan iklim, pendanaan untuk energi
terbaru masih sangat kecil ketimbang energi fosil. Dengan kerusakan ekologis
dan buangan emisi yang semakin besar, rakyat Indonesia kembali lagi yang harus
membayar akibat kebijakan pemerintah di sektor energi dan Bank Dunia. Kenyataan
yang terjadi adalah pemiskinan yang ditanggung rakyat. Lalu, mana implementasi
mandat Bank Dunia untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia?
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Berikut adalah rilis kesimpulan kegiatan workshop yang
dikeluarkan oleh penyelenggara.
Press Release IESR dan BIC
Bank Dunia Tidak Menyentuh Masyarakat Miskin dan Perbaikan
Iklim
Jakarta, 5 Mei 2010
Sebagai Kelompok Bank Dunia (WBG) dengan peningkatan general
capital $ 86
miliar dari pemegang saham utama, tampak jelas Bank
dunia dan kelompoknya
tetap tidak menunjukkan komitmenya dalam menjalankan mandat
terhadap publik
guna mendukung langkah-langkah pembangunan berkelanjutan,
penanggulangan dan
pengurangan kemiskinan serta menegakkan energi bersih.
Sebaliknya, Bank
Dunia tetap akan memobilisasi uang rakyat untuk mesubsidi
industri bahan
bakar fosil dalam termal skala besar, proyek-proyek hydropower
dan reformasi
energi yang terkait.
Kritik ini disampaikan terkait dengan hasil penelitian dari
IESR dan BIC
terkait Portfolio Bank Dunia di Sektor Energi Indonesa.
Penelitian ini
mengkaji peran dan pengaruh Bank Dunia di sektor energi
Indonesia selama
lebih dari 40 tahun dalam memberikan pelayanan kredit dan non
pinjaman.
Laporan dari hasil penelitian ini akan di bawah dalam
Konsultasi Publik Bank
Dunia di Sektor Energi Indonesia pada Kamis ini (6/7), di
Jakarta dimana
Bank Dunia akan melakukan sosialisasi kebijakan dan strategi
energinya di
Indonesia.
"Sejak Tahun 1969, WBG telah memberikan lebih dari USD
5,4 miliar pada
pinjaman energi di Indonesia yang memiliki fokus pada
sentralisasi, skala
besar, grid berbasis termal dan proyek tenaga air juga
terhadap viabilitas
keuangan dan privatisasi Aktiva pajak tangguhan Listrik Negara
(PLN)", jelas
Daniel King salah seorang konsultan dan peneliti IESR.
King juga menjelaskan bahwa Bank telah melakukan kebijakan
yang justru
mengedepankan hutang publik secara kotor untuk sektor energi
dengan tinggi
dengan menunda pinjaman untuk proyek geothermal (panas bumi)
di Sumater dan
Sulawesi Utara sebesar 500 juta $, 530 juta untuk proyek
hydropower di Jawa
Baratm dan $225 juta untuk proyek transmisi di Jawa dan
Sumatera.
“Jika ini merupakan indikasi bahwa Bank tetap ingin
mempertahankan model
ini sebagai business-as-usual untuk pembiayaan energi,
Hal ini jelas
membuat keyakinan semakin berkurang bahwa lembaga ini dapat
memainkan peran
yang relevan dalam mendorong pembangunan rendah karbon dan
akses energi yang
lebih luas bagi masyarakat miskin," tambah Direktur IESR,
Fabby Tumiwa.
"Jelas sekali, sebagai lembaga keuangan
internasional yang katanya peduli
terhadap perubahan iklim dan akan memberikan akses energi
terjangkau bagi
masyarakat miskin dan pedesaan itu, hanyalah sebuah
lips-service belaka.
Nyatanya di lapangan mandate mereka mengedepankan
penanggulangan kemiskinan
tidak berjalan sama sekali, tandas Fabby lagi.
*Memberikan energi akses bagi kaum miskin?*
Senada juga diungkapkan oleh King, terkait mandate bank dunia
yang harusnya
mengedepankan pada kepentingan masyarakat miskin dan bukan
sebaliknya.
"Mandat Bank adalah untuk mengurangi kemiskinan,
tetapi sungguh
mengecewakan bahwa tujuan agar masyarakat miskin mendapatkan
akses energi
justru tidak dibuat secara jelas dan tegas dalam Country Partnership
Strategy (Strategi Kemitraan Negara) untuk tahun 2009-2012,
dimana Negara
mendukung masterplannya. Meskipun proyek kelistrikan di
pedesaan Bank Dunia
di tahun 1990 telah membuat 10 juta rumah tangga mengakses
listrik, namun
mereka masih belum memiliki rencana yang jelas untuk menangani
akses energi
bagi lebih dari 70 juta orang Indonesia yang tidak memiliki
akses listrik ",
jelas King yang asli Australia ini.
Penelitian ini juga menemukan bahwa Bank dunia telah
berorientasi melakukan
pendanaan energi ke dalam investasi yang justru mendukung
meningkatkan emisi
gas rumah kaca, kerusakan lingkungan dan resiko-resiko sosial
bahkan
mendukung privatisasi utilitas energi. Ditambahkan oleh King
bahwa pada
tahun 1970-an, sekitar $600 juta senilai pinjaman dan hibah
justru
difokuskan pada minyak dan transmisi sementara jumlah kredit
itu dilebihkan
tiga kali lipat ($ 1,5 miliar) pada tahun 1980-an. Bank
Dunia jelas
mendedikasikan hutang publik kepada pembiayaan (investasi
untuk asing) batu
bara Indonesia, proyek hydropower skala besar serta proyek
transmisi. Tahun
1990, Bank Dunia kembali mengulangi pola pinjaman yang sama.
Meskipun dapat
dikreditkan untuk imvestasi $670 juta untuk proyek kelistrikan
di desa,
namun juga telah ditingkatkan pinjaman yang ditujukan untuk
memprivatisasi
BUMN dan dioperasikan utilitas kekuasaan
.
* *
*Sebuah Bank Iklim? *
Sementara pemerintah Indonesia menyatakan akan mengurangi
emisi gas rumah
kaca sebesar 26% pada tahun 2020 dan didukung secara
internasional hingga
41%, justru bank dunia tidak memiliki strategi jelas dan lebih
mengedepankan
pendanaan terhadap bahan bakar fosil. Padahal sektor energii
adalah terbesar
kedua dalam emisi CO2 di Indonesia dari pembangkit listrik.
"Ini bisa diprediksi - dan juga mengecewakan - bahwa Bank
tidak siap
meninggalkan kecanduan untuk sumber energi dinosaurus dan
teknologi," tandas
Tumiwa. "Mempromosikan penggunaan batubara telah menjadi
tujuan kebijakan
Bank Dunia dan kelompoknya hingga 1995; batubara dan gas
masih diangap bagian
penting dari strategi energi Bank Dunia di negara dan lembaga
pinjaman yang
memiliki kecenderungan untuk memberi label bahwa ada teknologi
canggih nergi
bersih batubara. Hal ini jelas menyesatkan dan sangat tidak
akurat,” tandas
Fabby.
*Apakah Bank Dunia mempromosikan Energi
Alternative? *
"Di konseptual, tampaknya seperti pasca-Perang
Dunia Bank mencari
alternatif tetapi bagaimana bisa bersih dan berkelanjutan
sebagai bagian
ditawarkan, patut dicurigai", jelas Koordinator BIC Asia Tenggara,
Grace
Mercado
“Banyak proyek hydropower dijadikan sebagai agenda kembali.
Bank di atur
untuk menyetujui pinjaman sebesar $ 530 juta pada Oktober 2010
untuk
mengembangkan Cisokan River Storage Power Project. Power. Bank
Dunia selalu
mengatakan bahwa ini proyek energi bersih dan rendah karbon,
tapi penelitian
menemukan bahwa hydropower di daerah tropis seperti Indonesia
justru memicu
emisi metana dari serapan air bisa tinggi,”jelas Norly.
Bank baru-baru ini meningkatkan pendanaan untuk proyek panas
bumi
(geothermal) dengan menggunakan dana teknologi bersih dan
kredit investasi
biasa, tetapi sebenarnya dampak sosial, lingkungan
dan ekonomi jelas belum
terlihat. Sementara itu pada sektor swasta dan publik telah
memperpanjang pinjaman
untuk “energi terbarukan” seperti angin, solar, hydro
kecil dan biomassa
modern tetapi volumenya telah diabaikan.
*Apa agenda energi terbaru di Indonesia?*
Dalam penelitian King juga menemukan bahwa Bank
menanamkan potongan besar
uang publik untuk reformasi kebijakan-berbasis pengembangan
kebijakan
pinjaman (DPL), pengganti program penyesuaian struktural (Sap)
yang
kontroversial pada 1980-an dan 1990-an. Dari 2007 sampai 2010,
Bank
prepositioned $ 467.000.000 untuk DPLs terkait dengan energi pembiayaan
infrastruktur, beberapa di antaranya termasuk regulasi,
kelembagaan dan
reformasi administrasi.
Bank mengakui bahwa sektor infrastruktur "terus menjadi
terganggu dengan isu
korupsi dalam proyek-proyek yang didanai Bank, yang telah
menunda persiapan
dan pelaksanaan proyek dan memiliki implikasi serius untuk
masa depan proyek
pipa" Namun., Hal ini tidak menghentikan dan
mengganggu Bank dari
penyediaan infrastruktur DPLs kendati kurangnya transparansi
dan
akuntabilitas. Dalam desain DPL, sejumlah besar uang telah
diberikan dalam
waktu singkat dengan konsultasi publik sedikit. Hal ini
menimbulkan
keprihatinan lain tentang pengendalian fidusia: dengan detail
kecil yang
tersedia, masyarakat yang tertinggal dalam gelap bagaimana
hutang publik
sebenarnya dibelanjakan. Masyarakat tidak tahu jika DPLs yang
berhubungan
dengan energi berkontribusi pada pengembangan karbon rendah
atau hanya
disalurkan tanpa mengatasi kebutuhan energi masyarakat miskin
* *
*Waktunya Untuk Memperjelas Aksi*
Sementara Norly menambahkan bahwa dengan portofolio energi
berisiko dan
kotor, itu lama berlalu bagi Bank untuk semakin mendorong
ketidakberlanjutan, dan merusak iklim investasi tapi
mereka selalu
mengatakan telah mengembangkan transisi ekonomi untuk pengembangan
rendah
karbon.
“Sebagai "Seperti Bank merevisi strategi energi
baru untuk 10 tahun ke
depan, Bank harus menetapkan peran yang jelas terbatas -
kegiatan yang
mendukung hanya yang memiliki dampak maksimum pada
tujuan pembangunan
berkelanjutan dan pengurangan kemiskinan."
Strategi Energi Bank Dunia harus memprioritaskan dukungan
untuk akses
peningkatan energi bagi jutaan orang miskin yang
hidup di pedesaan, dan
mereka bergantung pada sumber-sumber energi non-listrik. Lagi
pula, akses
energi merupakan hak asasi manusia ", tandas Mercado.
"Negara seperti Indonesia memang rentan terhadap
dampak perubahan iklim,
dan Bank harus mengkhiri investasinya di bahan bakar fosil dan
menerapkan
siklus akuntansi biaya disesuaikan pada tahun 2015. Dan Bank
Dunia telah
gagal untuk membersihkan investasi energi , dan perannya
sebagai Bank Iklim,
sama sekali tidak membuat iklim bumi lebih baik,” tandas
Fabby.
Sejarah Bank Dunia
Bank Dunia adalah sebuah lembaga keuangan global yang secara struktural berada
di bawah PBB dan diistilahkan sebagai “specialized agency”. Bank Dunia dibentuk
tahun 1944 sebagai hasil dari Konferensi Bretton Woods yang berlangsung di AS.
Konferensi itu diikuti oleh delegasi dari 44 negara, namun yang paling berperan
dalam negosiasi pembentukan Bank Dunia adalah AS dan Inggris. Tujuan awal dari
dibentuknya Bank Dunia adalah untuk mengatur keuangan dunia pasca PD II dan
membantu negara-negara korban perang untuk membangun kembali perekonomiannya.
Sejak tahun 1960-an, pemberian pinjaman difokuskan kepada
negara-negara non-Eropa untuk membiayai proyek-proyek yang bisa menghasilkan
uang, supaya negara yang bersangkutan bisa membayar kembali hutangnya, misalnya
proyek pembangunan pelabuhan, jalan tol, atau pembangkit listrik. Era 1968-1980,
pinjaman Bank Dunia banyak dikucurkan kepada negara-negara Dunia Ketiga, dengan
tujuan ideal untuk mengentaskan kemiskinan di negara-negara tersebut. Pada era
itu, pinjaman negara-negara Dunia Ketiga kepada Bank Dunia meningkat 20% setiap
tahunnya.
Peran Bank Dunia dalam Ekonomi dan Politik Global
Rittberger dan Zangl (2006: 172) menulis, sejak tahun 1970-an Bank Dunia
mengubah konsentrasinya karena situasi semakin meningkatnya jurang perekonomian
antara negara berkembang dan negara maju. Pada era itu, seiring dengan
merdekanya negara-negara yang semula terjajah, jumlah negara berkembang semakin
meningkat. Negara-negara berkembang menuntut distribusi kemakmuran
(distribution of welfare) yang lebih merata dan negara-negara maju memenuhi
tuntutan ini dengan cara menyuplai dana pembangunan di negara-negara
berkembang.
Basis keuangan Bank Dunia adalah modal yang diinvestasikan
oleh negara anggota bank ini yang berjumlah 186 negara. Lima pemegang saham
terbesar di Bank Dunia adalah AS, Perancis, Jerman, Inggris, dan Jepang. Kelima
negara itu berhak menempatkan masing-masing satu Direktur Eksekutif dan
merekalah yang akan memilih Presiden Bank Dunia. Secara tradisi, Presiden Bank
Dunia adalah orang AS karena AS adalah pemegang saham terbesar. Sementara
itu, 181 negara lain diwakili oleh 19 Direktur Eksekutif (satu Direktur
Eksekutif akan menjadi wakil dari beberapa negara).
Bank Dunia berperan besar dalam membangun kembali tatanan
ekonomi liberal pasca Perang Dunia II (Rittberger dan Zangl, 2006: 41). Pembangunan
kembali tatanan ekonomi liberal itu dipimpin oleh AS dengan rancangan utama
mendirikan sebuah tatanan perdagangan dunia liberal. Untuk mencapai tujuan ini,
perlu dibentuk tatanan moneter yang berlandaskan mata uang yang bebas untuk
dikonversi. Rittberger dan Zangl (2006: 43) menulis, “Perjanjian Bretton Woods
mewajibkan negara-negara untuk menjamin kebebasan mata uang mereka untuk
dikonversi dan mempertahankan standar pertukaran yang stabil terhadap Dollar
AS.”
Lembaga yang bertugas untuk menjaga kestabilan moneter itu
adalah IMF (International Monetary Funds) dan IBRD (International Bank for
Reconstruction dan Development). IBRD inilah yang kemudian sering disebut “Bank
Dunia”. Pendirian Bank Dunia dan IMF tahun 1944 diikuti oleh pembentukan tatanan
perdagangan dunia melalui lembaga bernama GATT (General Agreement on Tariffs
and Trade) pada tahun 1947. Pada tahun 1995, GATT berevolusi menjadi WTO (World
Trade Organization).
Meskipun tugas Bank Dunia adalah mengatur kestabilan moneter,
namun dalam prakteknya, Bank Dunia sangat mempengaruhi politik global karena
hampir semua negara di dunia menjadi penerima hutang dari Bank Dunia. Sejak
awal beroperasinya, Bank Dunia sudah mempengaruhi politik dalam negeri negara
yang menjadi penghutangnya. Penerima hutang pertama Bank Dunia adalah Perancis,
yaitu pada tahun 1947, dengan pinjaman sebesar $ 987 juta. Pinjaman itu
diberikan dengan syarat yang ketat, antara lain staf dari Bank Dunia mengawasi
penggunaan dana itu dan menjaga agar Perancis mendahulukan membayar hutang
kepada Bank Dunia daripada hutangnya kepada negara lain. AS juga ikut campur
dalam proses pencairan hutang ini. Kementerian Dalam Negeri AS meminta Perancis
agar mengeluarkan kelompok komunis dari koalisi pemerintahan. Hanya beberapa
jam setelah Perancis menuruti permintaan itu, pinjaman pun cair.
Kebijakan yang diterapkan Bank Dunia yang mempengaruhi
kebijakan politik dan ekonomi suatu negara, disebut SAP (Structural Adjustment
Program). Bila negara-negara ingin meminta tambahan hutang, Bank Dunia
memerintahkan agar negera penerima hutang melakukan “perubahan kebijakan” (yang
diatur dalam SAP). Bila negara tersebut gagal menerapkan SAP, Bank Dunia akan
memberi sanksi fiskal. Perubahan kebijakan yang diatur dalam SAP antara lain,
program pasar bebas, privatisasi, dan deregulasi.
Karena adanya SAP ini, tak dapat dipungkiri, pengaruh Bank
Dunia terhadap politik dan ekonomi dalam negeri Indonesia juga sangat besar,
sebagaimana akan diuraikan berikut ini.
Kinerja Bank Dunia di Indonesia
Bank Dunia telah aktif di Indonesia sejak 1967. Sejak saat itu hingga saat ini,
Bank Dunia telah membiayai lebih dari 280 proyek dan program pembangunan
senilai 26,2 milyar dollar atau setara dengan Rp243,725 triliun (dengan kurs
Rp9.302 per USD). Menurut Managing Director The World Bank Group, Ngozi Okonjo
(30/1/2008), pinjaman tersebut telah digunakan pemerintah Indonesia untuk
mendukung pengembangan energi, industri, dan pertanian. Sementara yang sektor
yang paling mendominasi selama 20 tahun pertama yakni infrastruktur yang
pemberiannya kepada masyarakat miskin. Total hutang Indonesia kepada Bank Dunia
adalah 243,7 Trilyun rupiah dan total hutang pemerintah Indonesia kepada
berbagai pihak mencapai 1600 Trilyun rupiah.
Anggoro (2008) menulis, ada beberapa tugas Bank Dunia di Indonesia. Pertama,
memimpin Forum CGI. Aggota CGI (Consultative Group meeting on Indonesia) adalah
33 negara dan lembaga-lembaga donor yang dikoordinasikan oleh Bank Dunia.
CGI “membantu” pembangunan di Indonesia dengan cara memberikan pinjaman
uang serta bantuan teknik untuk menciptakan aturan-aturan pasar dan aktivitas
ekonomi liberal. Dalam hal ini, Bank Dunia bertugas menciptakan pasar yang kuat
bagi kepentingan negara-negara dan lembaga donor.
Tugas kedua Bank Dunia adalah menyediakan hutang dalam jumlah besar,
bekerjasama dengan Jepang dan ADB (Asian Development Bank). Tugas Bank Dunia
yang lain adalah mendorong pemerintah Indonesia untuk melakukan privatisasi dan
kebijakan yang memihak pada perusahaan-perusahaan besar.
Dana hutang yang diberikan kepada Indonesia, antara lain dalam bentuk hutang
proyek dan hutang dana segar.
a. Hutang Proyek
Hutang proyek adalah hutang dalam bentuk fasilitas berbelanja barang dan jasa
secara kredit. Namun, sayangnya, hutang ini justru menjadi alat bagi Bank Dunia
untuk memasarkan barang dan jasa dari negara-negara pemegang saham utama,
seperti Amerika, Inggris, Jepang dan lainnya kepada Indonesia.
b. Hutang Dana Segar
Hutang dana segar bisa dicairkan bila Indonesia menerima Program Penyesuaian
Struktural (SAP). SAP mensyaratkan pemerintah untuk melakukan perubahan
kebijakan yang bentuknya, antara lain:
1. swastanisasi (Privatisasi) BUMN dan lembaga-lembaga pendidikan
2. deregulasi dan pembukaan peluang bagi investor asing untuk memasuki semua
sektor
3. pengurangan subsidi kebutuhan-kebutuhan pokok, seperti: beras, listrik,
pupuk dan rokok
4. menaikkan tarif telepon dan pos
5. menaikkan harga bahan bakar (BBM)
Besarnya jumlah hutang (yang terus bertambah) membuat pemerintah juga harus
terus mengalokasikan dana APBN untuk membayar hutng dan bunganya. Sebagai
illustrasi, dapat kita lihat data APBN 2004 dimana pemerintah mengalokasikan Rp
114.8 trilyun (28% dari total anggaran) untuk belanja daerah, Rp 113.3 trilyun
untuk pembayaran utang dalam dan luar negeri (27% dari total anggaran), dan
subsidi hanya Rp 23.3 trilyun (5% dari total anggaran). Dari ketiga komponen
anggaran belanja tersebut, anggaran belanja daerah dan subsidi masing-masing
mengalami penurunan sebesar Rp 2 trilyun dan Rp 2.1 trilyun. Sedangkan alokasi
untuk pembayaran utang mengalami kenaikan sebesar Rp 14.1 trilyun.
Komposisi dalam anggaran belanja negara tersebut mencerminkan besarnya beban
utang tidak saja menguras sumber-sumber pendapatan negara, tetapi juga
mengorbankan kepentingan rakyat berupa pemotongan subsidi dan belanja daerah.
Karena itu, meski Bank Dunia memiliki semboyan “working for a world free
of poverty”, namun meski telah lebih dari 60 tahun beroperasi di
Indonesia, angka kemiskinan masih tetap tinggi. Data dari Badan Pusat Statistik
tahun 2009, ada 31,5 juta penduduk miskin di Indonesia.
Anggoro (2008), peneliti dari Institute of Global Justice,
menulis, kerugian yang diderita Indonesia karena menerima pinjaman dari Bank
Dunia adalah sebagai berikut.
1. Kerugian dalam bidang ekonomi
-Indonesia kehilangan hasil dari pengilangan minyak dan penambangan mineral
(karena diberikan untuk membayar hutang dan karena proses pengilangan dan
penambangan itu dilakukan oleh perusahaan-perusahaan transnational partner Bank
Dunia)
-Jebakan hutang yang semakin membesar, karena mayoritas hutang diberikan dengan
konsesi pembebasan pajak bagi perusahaan-perusahaan AS dan negara donor
lainnya.
-Hutang yang diberikan akhirnya kembali dinikmati negara donor karena Indonesia
harus membayar “biaya konsultasi” kepada para pakar asing, yang sebenarnya bisa
dilakukan oleh para ahli Indonesia sendiri.
-Hutang juga dipakai untuk membiayai penelitian-penelitian yang tidak
bermanfaat bagi Indonesia melalui kerjasama-kerjasama dengan lembaga penelitian
dan universitas-universitas.
-Bahkan, sebagian hutang dipakai untuk membangun infrastuktur demi kepentingan
perusahaan-perusahaan asing, seperti membangun fasilitas pengeboran di ladang
minyak Caltex atau Exxon Mobil. Pembangunan infrastruktur itu dilakukan bukan
di bawah kontrol pemerintah Indonesia, tetapi langsung dilakukan oleh Caltex
dan Exxon.
2. Kerugian dalam bidang politik
- Keterikatan pada hutang membuat pemerintah menjadi sangat bergantung
kepada Bank Dunia dan mempengaruhi keputusan-keputusan politik yang dibuat
pemerintah. Pemerintah harus berkali-kali membuat reformasi hukum yang sesuai
dengan kepentingan Bank Dunia.
Hal ini juga diungkapkan ekonom Rizal Ramli (2009),
”Lembaga-lembaga keuangan internasional, seperti Bank Dunia, IMF, ADB, dan
sebagainya dalam memberikan pinjaman, biasanya memesan dan menuntut UU ataupun
peraturan pemerintah negara yang menerima pinjaman, tidak hanya dalam bidang
ekonomi, tetapi juga di bidang sosial. Misalnya, pinjaman sebesar 300 juta
dolar AS dari ADB yang ditukar dengan UU Privatisasi BUMN, sejalan dengan
kebijakan Neoliberal. UU Migas ditukar dengan pinjaman 400 juta dolar AS dari
Bank Dunia.”
Cara kerja Bank Dunia (dan lembaga-lembaga donor lainnya)
dalam menyeret Indonesia (dan negara-negara berkembang lain) ke dalam jebakan
hutang, diceritakan secara detil oleh John Perkins dalam bukunya, “Economic Hit
Men”. Perkins adalah mantan konsultan keuangan yang bekerja pada perusahaan
bernama Chas T. Main, yaitu perusahaan konsultan teknik. Perusahaan ini
memberikan konsultasi pembangunan proyek-proyek insfrastruktur di negara-negara
berkembang yang dananya berasal dari hutang kepada Bank Dunia, IMF, dll.
Mengenai pekerjaannya itu, Perkins (2004: 13-16) menulis,
“…saya mempunyai dua tujuan penting. Pertama, saya harus membenarkan (justify)
kredit dari dunia internasional yang sangat besar jumlahnya, yang akan
disalurkan melalui Main dan perusahaan-perusahaan Amerika lainnya (seperti
Bechtel, Halliburton, Stone & Webster) melalui proyek-proyek engineering
dan konstruksi raksasa. Kedua, saya harus bekerja untuk membangkrutkan
negara-negara yang menerima pinjaman raksasa tersebut (tentunya setelah mereka
membayar Main dan kontraktor Amerika lainnya), sehingga mereka untuk selamanya
akan dicengkeram oleh para kreditornya, dan dengan demikian negara-negara
penerima utang itu akan menjadi target yang mudah ketika kita memerlukan yang
kita kehendaki seperti pangkalan-pangkalan militer, suaranya di PBB, atau akses
pada minyak dan sumber daya alam lainnya.”
Dalam wawancaranya dengan Democracy Now! Perkins mengatakan,
“Pekerjaan utama saya adalah membuat kesepakatan (deal-making) dalam pemberian
hutang kepada negara-negara lain, hutang yang sangat besar, jauh lebih besar
daripada kemampuan mereka untuk membayarnya. Salah satu syarat dari hutang itu
adalah—contohnya, hutang 1 milyar dolar untuk negara seperti Indonesia atau
Ecuador—negara ini harus memberikan 90% dari hutang itu kepada perusahaan AS
untuk membangun infrastruktur, misalnya perusahaan Halliburton atau Bechtel.
Ini adalah perusahaan-perusahaan besar. Perusahaan ini kemudian akan membangun
jaringan listrik, pelabuhan, atau jalan tol, dan ini hanya akan melayani
segelintir keluarga kaya di negara-negara itu. Orang-orang miskin di sana akan
terjebak dalam hutang yang luar biasa yang tidak mungkin bisa mereka bayar.”
Untuk kasus Ekuador, Perkins menulis, negara itu kini harus
memberikan lebih dari 50% pendapatannya untuk membayar hutang. Hal itu tentu
tak mungkin dilakukan Ekuador. Sebagai kompensasinya, AS meminta Ekuador agar
memberikan ladang-ladang minyaknya kepada perusahaan-perusahaan minyak AS yang
kini beroperasi di kawasan Amazon yang kaya minyak.
Tak heran bila kemudian ekonom Joseph Stiglitz pada tahun 2002
mengkritik keras Bank Dunia dan menyebutnya “institusi yang tidak bekerja untuk
orang miskin, lingkungan, atau bahkan stabilitas ekonomi”. Dengan demikian,
menurut Stiglitz, Bank Dunia pada prakteknya menyalahi tujuan didirikannya bank
tersebut, sebagaimana disebutkan di awal tulisan ini, yaitu untuk membantu
mengentaskan kemiskinan dan menjaga kestabilan ekonomi.
Melihat kinerja seperti ini, menurut Anggoro (2008), Bank
Dunia sesungguhnya telah melanggar Piagam PBB yang menyebutkan, “to employ
international machinery for the promotion of the economic and social
advancement of all peoples”. Dengan kata lain, Bank Dunia sebagai salah satu
organ PBB mendapatkan mandat untuk membantu meningkatkan kesejahteraan
bangsa-bangsa. Bank Dunia malah memfokuskan operasinya pada penguatan pasar dan
keuangan melalui ekspansi ekonomi perusahaan multinasional, dan membiarkan
Indonesia selalu berada dalam jeratan hutang tak berkesudahan.
•
*
Daftar Pustaka
Volker Rittberger dan Bernard Zangl, 2006, International
Organization, New York:Palgrave MacMillan.
Ponny Anggoro, Why Does World Bank Control Indonesia, dimuat
di jurnal Global Justice Update, Volume VI, 1st Edition, May 2008,
http://www.globaljust.org/index.php?option=com_content&task=view&id=187&Itemid=133
John Perkins, Economic Hit Man (edisi terjemahan), Jakarta:
Abdi Tandur.
http://en.wikipedia.org/wiki/World_Bank
http://en.wikipedia.org/wiki/Structural_adjustment
http://www.antara.co.id/berita/1247296978/pengamat-lipi-data-kemiskinan-bps-jadi-tertawaan
Rizal Ramli, Membangun dengan Lilitan Utang, sebagaimana
diberitakan dalam http://www.news.id.finroll.com/articles/75304-____membangun-bangsa-dengan-lilitan-hutang-(2)-oleh-yudhi-mahatma____.html
Transkrip wawancara dengan John Perkins
http://www.democracynow.org/2004/11/9/confessions_of_an_economic_hit_man
Total Utang RI ke World Bank Rp243,7 T
(Liputan diskusi dengan Managing Director World Bank)
http://economy.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/01/30/20/79590/20/total-utang-ri-ke-world-bank-rp243-7-t
Website resmi PBB, http://www.un.org/
Sumber: http://dinasulaeman.wordpress.com/2009/12/30/peran-bank-dunia-dalam-kemunduran-perekonomian-indonesia/
Peran Bank Dunia pada Krisis Keuangan Dunia
Laurens Nijzink
13-10-2008
Bank Dunia harus direformasi. Menteri Kerjasama
Pembangunan Belanda Bert Koenders dan para menteri lain yang negara mereka
merupakan anggota Bank Dunia, berpendapat bahwa bank ini harus menyesuaikan
diri dengan situasi ekonomi dunia. Negara-negara berkembang dan negara dengan
perekonomian yang bergerak maju misalnya harus memperoleh suara lebih berat
dalam menentukan kebijakan Bank Dunia.
Negara-negara berkembang tidak boleh menjadi korban krisis
keuangan yang dimulai di dan melanda dunia Barat. Demikian pendapat para
menteri kerjasama pembangunan yang akhir pekan silam bertemu di Washington.
Justru sekarang ketika pembangunan ekonomi banyak negara sedang baik-baiknya,
krisis keuangan merupakan mendung hitam yang mengancam negara-negara itu.
Berikut Menteri Kerjasama Pembangunan Belanda Bert Koenders:
"Itulah kekhawatiran besar yang
melanda banyak negara berkembang. Pada umumnya perekonomian negara-negara ini
mengalami kemajuan lumayan. Dengan pertumbuhan ekonomi enam sampai tujuh
persen, pemerintahan yang lebih demokratis dan investasi yang meningkat,
sekarang mungkin mereka harus menanggung pukulan besar, karena kredit untuk
negara-negara ini berkurang. Khususnya negara-negara rentan yang sudah terkena
krisis energi dan bahan pangan."
Harus dibahas
Selain berkurangannya investasi dan kredit, banyak negara berkembang sekarang
juga mengalami penurunan ekspor karena berkurangnya permintaan negara-negara
maju. Negara-negara rentan jelas kena pukulan ekstra berat oleh krisis
keuangan.
Direktur Bank Dunia Robert Zoellick dalam pertemuan akhir
pekan lalu menyebut beberapa langkah kongkrit untuk bisa memperbaiki
perimbangan dalam bank yang dipimpinnya. Negara-negara dengan perekonomian maju
seperti India, Tiongkok dan Brasil terus makin penting saja bagi pertumbuhan
ekonomi dunia, tetapi sampai sekarang tetap tidak diperhitungkan dalam
menentukan kebijakan Bank Dunia. Selain itu, krisis keuangan yang sekarang
merebak menunjukkan bahwa selain kebijakan pembangunan, situasi keuangan
internasional juga harus dibahas oleh Bank Dunia.
Reorganisasi
Di dewan pimpinan Bank Dunia, jumlah kursi untuk
negara-negara Afrika akan ditambah dari dua hingga tiga, dan negara-negara yang
ekonominya mulai maju akan diberikan pengaruh lebih besar. Selain itu presiden
Bank Dunia juga tidak selalu harus datang dari Amerika Serikat. Akhirnya, ujar
Jan-Willem Gunning, guru besar ekonomi pembangunan:
"Keputusan soal presiden Bank Dunia
sangat penting. Di masa lampau itu sering menjadi bahan perselisihan. Sudah
beberapa kali presiden berasal dari Amerika Serikat, juga apabila ada
calon-calon lain yang lebih baik. Bahwa peraturan soal itu disingkirkan, tentu
sangat bagus. Kami harus mempunyai calon terbaik, dan bukan orang dengan
kewarganegaraan tertentu."
Regu pemadam kebakaran
Tapi apa yang dilakukan secara konkrit Bank Dunia di
tengah krisis kredit ini? Bank tersebut sudah mempunyai dana untuk pemberian
bantuan langsung kepada negara-negara korban naiknya harga pangan dan BBM.
Menurut Presiden Bank Dunia, Robert Zoellick, dana ini juga bisa dipakai untuk
mencegah ambruknya bank-bank di negara-negara berkembang. Namun pakar ekonomi
Jan-Willem Gunning tidak sependapat.
Jan Willem Gunning: "Bank Dunia bukan
lembaga untuk menangani krisis. Itulah tugas IMF. Bank Dunia dimaksud untuk, di
jangka panjang, mendukung perkembangan di negara-negara berkembang. Bank Dunia
tidak bisa dijadikan semacam regu pemadam kebakaran, karena itu bukan
tugasnya."
Kendati demikian Bank Dunia bermakna besar bagi negara-negara
yang mengalami dampak negatif krisis keuangan. Kalau dalam masa tidak menentu
ini, bank-bank komersial tidak mau memberikan kredit lagi, maka itu masih bisa
dilakukan Bank Dunia. Dalam masa yang bergejolak ini, peran kuat Bank Dunia
sangat diandalkan negara-negara berkembang.
"Secara teori, kapital yang dimiliki bank tersebut, bisa
sepuluh kali lipat, hanya dengan meminta sepeser dana dari para pemegang
sahamnya, yang semuanya adalah pemerintah. Karena itu posisi bank, sangatlah
kuat. Pasar tahu: bank itu tidak bisa ambruk," ujar pakar ekonomi Gunning.
Dalam masa krisis seperti ini, untuk sekian kali Bank Dunia
tampak ketinggalan zaman. Kalau ingin mempertahankan citranya, maka perimbangan
politik global baru harus berdampak balik terhadap Bank Dunia. Selain itu
kebijakannya juga harus disesuaikan pada struktur finansial global yang terus
berubah, sebagai dampak krisis kredit. Di dalamnya juga termasuk pemberian
kesempatan bagi negara-negara berkembang untuk menghindari turbulensi di pasar
keuangan di seluruh dunia.
Bank Dunia Fokuskan Peranannya Sebagai Mediator
Peranan klasik Bank Dunia masih bertahan. Bantuan untuk
negara miskin tanpa bahan baku tidak lagi mencukupi. Direktur Bank Dunia
mengawali tugasnya dengan tujuan mempersiapkan lembaga tersebut menghadapi
tuntutan global.
Sejak setengah tahun ini Robert Zoelick
memimpin Bank Dunia di Washington. Zoellick sebelumnya dikenal sebagai manager
papan atas yang merumuskan kesepakatan perdagangan internasional bagi Amerika
Serikat dan ikut serta dalam pembicaraan penyatuan Jerman Barat dan Timur.
Diamengawali tugasnya di Bank Dunia dengan
target membereskan masalah internal dan mereformasi badan yang berusia 60 tahun
itu agar siap menghadapi tuntutan global. Di Washington, Deutsche Welle
berbincang dengan Zoellick mengenai sejumlah masalah aktual.
Eropa dan Amerika Serikat harus membuka
pasarnya untuk produk pertanian, tuntut Direktur Bank Dunia Robert Zoellick.
Hanya melalui itu, target milenium PBB, untuk mengurangi separuh kelaparan di
dunia hingga 2015, dapat tercapai. Adalah penting untuk mengurangi subsidi di
Eropa dan Amerika Serikat, serta merampungkan kesepakatan Organisasi Perdagangan
Dunia WTO yang sudah dimulai di Doha. Menyangkut perkembangan di Afrika dan
negara-negara miskin di benua itu, Zoellick mengatakan:
“Penelitian kami mengungkapkan bahwa manfaat
pengurangan kemiskinan akan tiga kali lebih besar jika investasi dilakukan di
sektor pertanian, ketimbang di sektor lainnya. Ini dapat dimengerti, karena 70
hingga 75 persen warga miskin hidup di wilayah pedesaan. Jadi peningkatan
terbesar pertumbuhan ekonomi dan pendapatan terjadi di situ.“
Menurut Zoellick, oleh karena itu pasar tanpa
kuota dan perjanjian tarif amat penting. Selanjutnya dia menyayangkan Eropa dan
negara lain yang semakin menggunakan ‘standar bersih’ untuk mencegah masuknya
produk dari negara miskin.
“Ini dapat dimengerti, sebab standar itu ada
dan kita harus menolong negara berkembang untuk menyesuaikan standar. Tapi,
dalam beberapa hal ini dapat dilihat sebagai bentuk baru proteksionisme.“
Mengenai peranan Cina di Afrika, Zoellick
berpendapat bahwa negara itu merupakan kekuatan ekonomi yang bangkit dan negara
lain harus bekerjasama dengannya.
“Ini penting agar Cina dapat menjadi pemain
yang bertanggung jawab dalam sistem ekonomi dan pembangunan.“
Zoellick kemudian menambahkan, kegiatan
investasi besar-besaran Cina di Afrika bisa menjadi sangat bagus, jika
dilaksanakan dengan baik dan tidak menimbulkan korupsi.
Selanjtnya Zoellick melihat peranan Bank Dunia
di Afrika dilihat terutama sebagai mediator. Setiap negara Afrika rata-rata
punya 300 pedonor dengan ribuan program. Dan setiap program bernilai sekitar 1,
5 juta Dollar. Ini akan membuat negara Afrika kelabakan menanganinya. Karena
itu peranan mediator diperlukan untuk mengatur keseimbangan dalam bantuan
pendidikan, kesehatan, investasi pada umumnya, perubahan iklim atau sektor
finansial, ujar Zoellick.
Pada akhir pembicaraannya dengan Deutsche
Welle, Direktur Bank Dunia Robert Zoellick menyatakan puas atas dukungan Jerman
terhadap lembaga perbankan dunia itu. Namun dia memperingatkan, agar Jerman dan
negara lain dalam bantuannya lebih mementingkan program multilateral ketimbang
program atau investasi sendiri. (cs)
081324151788.