PROPOSAL
PENELITIAN
“PENGARUH PENERAPAN KURIKULUM
TINGKAT SATUAN
PENDIDIKAN TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VII, VIII, IX MTs FATAHILAH KECAMATAN CIAWIGEBANG KUNINGAN”
PENDIDIKAN TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VII, VIII, IX MTs FATAHILAH KECAMATAN CIAWIGEBANG KUNINGAN”
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mandiri
Mata Kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan
Dosen Pengampu : Nuryana, S. Ag, M. Pd
Disusun
Oleh :
YADI SUPRIADI
NIM
: 07440624
FAKULTAS TARBIYAH JURUSAN
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI SYEKH NURJATI
CIREBON
2011
NAMA : YADI SUPRIADI
NIM : 07440624
SEMESTER : VI (ENAM)
MATA KULIAH : METODOLOGI PENELITIAN
JURUSAN : ILMU PENGETAHUAN SOSIAL – D
FAKULTAS : TARBIYAH
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON
JUDUL
PROPOSAL PENELITIAN :
“PENGARUH
PENERAPAN KTSP TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VII, VIII, XI MTs
FATAHILAH KECAMATAN CIAWIGEBANG KUNINGAN”
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Allah menciptakan manusia dengan dibekali berbagai macam perasaan
(feeling). Salah
satunya adalah perasaan “Ingin Tahu (idle courocity)” dan perasaan “Tidak Puas” terhadap sesuatu
yang ia miliki. Dengan rasa keingintahuannya ia berusaha
untuk mendapatkan berbagai macam informasi yang banyak,
dan dengan rasa ketidakpuasannya ia ingin memiliki sesuatu yang lebih. Manusia adalah makhluk yang dinamis, dan bercita-cita ingin
meraih kehidupan yang cemerlang, sejahtera, dan bahagia
dalam arti yang luas, baik lahiriah maupun bathiniah,
duniawi dan ukhrawi. Namun cita-cita tersebut tidak mungkin
tercapai dan terwujud jika manusia itu sendiri tidak berusaha seoptimal mungkin dalam meningkatkan kemampuannya melalui proses kependidikan,
karena proses kependidikan adalah suatu kegiatan secara bertahap
berdasarkan perencanaan yang matang untuk mencapai tujuan
atau cita-cita tersebut.
Pendidikan adalah yang utama dan terutama didalam kehidupan era masa
sekarang ini. Sejauh kita memandang maka sejauh itu pulalah kita
harus memperlengkapi diri kita dengan berbagai
pendidikan. Pendidikan merupakan kebutuhan pokok bahkan
mutlak bagi manusia dalam rangka merubah keadaan hidupnya
menjadi lebih baik dan terarah. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil mereka dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita)
untuk maju, sejahtera dan bahagia menurut konsep pandang
hidup mereka.
Dalam
kaitannya dengan pendidikan, Lodge (dalam Zuhairini, 2004:10) mengemukakan
pengertian pendidikan dalam arti yang luas, yaitu “life is
education, and education is life“,
akan berarti bahwa seluruh proses hidup dan kehidupan
manusia itu adalah proses pendidikan. Jadi pendidikan bagi manusia merupakan kebutuhan sepanjang hidupnya yang dapat memberikan pengaruh
baik dalam menata masa depan yang cemerlang, sejahtera
dan bahagia.
Selanjutnya
dalam arti yang sempit Lodge menjelaskan pengertian pendidikan sebagai berikut
:
“
in the narrower sense, education is restricted to that functions, its
background, and its outlook to the member of the
rising generations. In practice identical with schooling,
i.e. formal instruction under controlled conditions “.
Dalam arti yang sempit, pendidikan hanya mempunyai fungsi yang terbatas, yaitu memberikan dasar-dasar dan pandangan hidup ke generasi
yang sedang tumbuh, yang dalam prakteknya identik dengan
pendidikan formal di sekolah dan dalam situasi dan kondisi serta
lingkungan belajar yang serba terkontrol.
Dengan pengertian pendidikan diatas, dapat kita pahami bahwa pendidikan formal di sekolah hanyalah bagian kecil saja dari pada pendidikan informal secara umum, tapi pendidikan formal merupakan pendidikan inti yang sangat urgen dan tidak bisa lepas kaitannya dengan proses pendidikan secara keseluruhan. Pendidikan formal memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan pendidikan informal dalam lingkungan keluarga.
Dengan pengertian pendidikan diatas, dapat kita pahami bahwa pendidikan formal di sekolah hanyalah bagian kecil saja dari pada pendidikan informal secara umum, tapi pendidikan formal merupakan pendidikan inti yang sangat urgen dan tidak bisa lepas kaitannya dengan proses pendidikan secara keseluruhan. Pendidikan formal memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan pendidikan informal dalam lingkungan keluarga.
Pertama,
pendidikan formal di sekolah memiliki lingkup isi pendidikan yang lebih luas,
bukan hanya berkenaan dengan pembinaan segi-segi moral tetapi juga ilmu
pengetahuan dan keterampilan.
Kedua,
pendidikan di sekolah dapat memberikan pengetahuan yang lebih tinggi, lebih
luas dan mendalam. Sejarah pendidikan sekolah diawali karena ketidakmampuan
keluarga memberikan pengetahuan dan keterampilan yang lebih tinggi dan
mendalam.
Ketiga,
karena memiliki rancangan atau kurikulum secara formal dan tertulis, pendidikan
di sekolah dilaksanakan secara berencana, sistematis, dan lebih mendasar.
(Sukmadinata, 2009:2).
Jadi
pendidikan formal lebih bersifat sistematis dan konsisten berdasarkan berbagai
pandangan teoritikal dan praktikal sepanjang waktu sesuai dengan kebutuhan
peserta didik. Sehingga secara umum pendidikan dapat mengarahkan peserta didik
terhadap peningkatan penguasaan pengetahuan, kemampuan, keterampilan, pengembangan
sikap dan nilai-nilai dalam rangka pembentukan dan pengembangan diri peserta
didik tersebut, dan tujuan pendidikan yang meliputi kepentingan, kemaslahatan
dan kesejahteraan peserta didik dan masyarakat bahkan tuntutan lapangan
kerjapun akan mudah tercapai.
Pendidikan
juga suatu proses pembelajaran. Sebab pada kenyataannya proses pendidikan yang
dilaksanakan diberbagai lembaga pendidikan banyak dilakukan bahkan tidak lepas
dari apa yang namanya proses belajar mengajar. Dalam keseluruhan proses pendidikan,
kegiatan belajar dan mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Hal ini
berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung
kepada bagaimana proses belajar mengajar yang dirancang dan dijalankan secara
professional (Fathurrahman, 2007:8). Sehingga dapat dikatakan bahwa belajar
mengajar tidak dapat disepelekan dan diabaikan dalam dunia pendidikan.
Salah
satu usaha untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan perlu dibuat sebuah
kurikulum pendidikan yang nilai relevansinya tinggi, atau kesesuaian antara
pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan nasional. Kurikulum
(curriculum) merupakan suatu rencana yang memberi pedoman atau pegangan dalam
proses kegiatan belajar mengajar (Sukmadinata, 2009:5). Kurikulum mempunyai
kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan. Kurikulum juga merupakan
komponen pendidikan yang mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi
tercapainya tujuan-tujuan pendidikan dan sebagai acuan dalam setiap satuan
pendidikan. Karena kurikulum ini sifatnya urgen maka dibutuhkan perhatian
khusus dalam pelaksanaan dan pengembangannya sesuai dengan satuan pendidikan,
potensi sekolah, sosial budaya masyarakat dan karakteristik siswa. Upaya
pengembangan kurikulum yang senantiasa dilakukan oleh pemerintah dari tahun ke
tahun melahirkan sebuah kurikulum baru yang merupakan pengembangan kurikulum
sebelumnya, yakni Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
KTSP
adalah suatu ide tentang pengembangan kurikulum yang diletakkan pada posisi
yang paling dekat dengan pembelajaran yakni sekolah dan satuan pendidikan
(Mulyasa, 2007:21). Paradigma baru ini memberikan otonomi luas pada setiap
satuan pendidikan dan pelibatan masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses
belajar mengajar di sekolah.
Dalam
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) ini seorang guru dituntut untuk
mampu mengubah sumber pembelajaran (Learning Resource) menjadi bahan ajar
(Teaching Material), sehingga materi yang diajarkan kepada peserta didik tidak
monoton pada buku yang menjadi pegangan di sekolah tersebut serta hal ini akan
mengurangi kejenuhan siswa saat belajar. Dengan demikian proses pembelajaran
akan berlangsung dengan baik, guru bisa memberikan pelajaran dengan bahan ajar
dan metode yang variatif sehingga peserta didik merasa nyaman dan materi yang
diajarkan menarik untuk dipahami yang pada akhirnya peserta didik bisa
terhindar dari kejenuhan. Jika hal ini terjadi disetiap proses belajar mengajar
diberbagai lembaga pendidikan maka tujuan pembelajaran bisa tercapai juga, yakni
pemahaman optimal, penguasaan, aplikasi yang akurat sehingga tatanan kognitif,
afektif dan psikomotorik akan stabil sebagaimana yang diharapkan tenaga
edukatif pada umumnya.
Ketiga
ranah penilaian tersebut merupakan faktor determinan untuk menentukan sukses
tidaknya prestasi belajar siswa dalam sebuah pembelajaran yang mengacu pada
sistem pembelajaran KTSP. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan
strategi pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif,
produktif, dan berprestasi. (Mulyasa, 2007:20).
B.
Identifikasi Masalah
Prestasi
merupakan hasil yang memuaskan dari segala usaha yang dicapai manusia secara
maksimal. Sedangkan belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu
dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan
psikomotor (Djamarah, 2008:13).
Sementara
yang dimaksud dengan prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau
keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan
nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru (Tu’u, 2004:75). Sedangkan
menurut W.J.S Purwadarminto (1976:767) menyatakan bahwa prestasi belajar adalah
hasil yang dicapai sebaik-baiknya menurut kemampuan anak pada waktu tertentu
terhadap hal-hal yang dikerjakan atau dilakukan. Berdasarkan pendapat tersebut,
dalam penelitian ini prestasi belajar siswa dapat diketahui dari nilai raport
peserta didik yang meliputi ketiga aspek diatas sebagai hasil dari sebuah
pembelajaran di sekolah.
C.
Batasan Masalah
Jadi
peningkatan prestasi belajar siswa yang meliputi ketiga ranah tersebut
(kognitif, afektif, psikomotorik), merupakan orientasi yang diprioritaskan
dalam pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan diberbagai sekolah.
Sehingga penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian lebih mendalam dengan mengangkat judul “Pengaruh Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas VII, VIII, IX MTs Fatahilah Kecamatan Ciawigebang Tahun 2011 “.
Sehingga penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian lebih mendalam dengan mengangkat judul “Pengaruh Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas VII, VIII, IX MTs Fatahilah Kecamatan Ciawigebang Tahun 2011 “.
D.
Rumusan Masalah
Merujuk pada paparan diatas, maka diambil beberapa
rumusan masalah guna pembahasan sebagai batasan penelitian, antara lain :
1.
Apakah penerapan kurikulum
tingkat satuan pendidikan berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa kelas
VII, VIII, IX MTs Fatahilah ?
2.
Sejauhmana pengaruh penerapan
kurikulum tingkat satuan pendidikan terhadap prestasi belajar siswa kelas VII,
VIII, IX MTs Fatahilah ?
E.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah rumusan tentang hal yang akan
dicapai oleh kegiatan penelitian (Dhofir, 2000:21). Berdasarkan permasalahan
diatas maka tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan proposal ini adalah :
1.
Ingin mengetahui ada tidaknya
pengaruh penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan terhadap prestasi
belajar siswa kelas VII, VIII, IX MTs Fatahilah
2.
Ingin mengetahui sejauhmana
pengaruh penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan terhadap prestasi
belajar siswa kelas VII, VIII, IX MTs Fatahilah
F.
Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian adalah follow up
penggunaan informasi yang tertera dalam kesimpulan (Dhofir, 2000:21)
Dari setiap penelitian yang
dilakukan dipastikan dapat memberi manfaat baik bagi
objek, atau peneliti khususnya dan juga bagi seluruh komponen yang terlibat didalamnya. Manfaat atau nilai guna yang bisa diambil dari
hasil penelitian ini adalah :
1.
Segi Teoritis
a.
Untuk pengembangan ilmu pengetahuan
khususnya dalam disiplin pendidikan bahwa penerapan dan
pengembangan kurikulum sangat dibutuhkan dalam proses
belajar mengajar yang efektif di lembaga pendidikan
sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
b.
Untuk memperkuat teori bahwa penerapan dan pengembangan
kurikulum yang baik dapat memicu kreatifitas siswa dalam berprestasi
2.
Segi Praktis
a.
Dengan adanya penerapan dan pengembangan
kurikulum yang baik dapat mewujudkan lembaga pendidikan
yang efektif, produktif, dan berprestasi, serta dapat
meningkatkan kreatifitas siswa dalam berprestasi khususnya di MTs
Fatahilah.
b.
Sebagai rujukan untuk penelitian selanjutnya.
BAB II
LANDASAN TEORI , KERANGKA BERPIKIR DAN
PENGAJUAN HIPOTESIS
A.
Deskripsi Teori
1.
Tinjauan Teoritis
tentang Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Sebelum penulis memaparkan pengertian kurikulum tingkat satuan pendidikan alangkah lebih baiknya apabila penulis mengutarakan pengertian kurikulum yang dikemukakan oleh para pakar pendidikan.
Pada zaman yunani kuno, kurikulum dianggap sebagai kumpulan
mata- mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau
dipelajari oleh siswa. Bahkan dalam ligkungan atau
hubungan tertentu pandangan lama ini masih dipakai sampai
sekarang. Banyak orang tua bahkan juga guru-guru kalau
ditanya tentang kurikulum akan memberikan jawaban sekitar bidang studi atau mata-mata pelajaran. Lebih khusus mungkin kurikulum diartikan hanya sebagai isi pelajaran.
Pendapat-penadapat yang muncul
selanjutnya dari sebagian ahli yang mengartikan kurikulum
dalam pengertian yang lebih luas, yakni "Segala
usaha yang dilakukan oleh sekolah untuk memperoleh hasil yang diharapkan dalam situasi didalam maupun diluar sekolah", atau
sejumlah pengalaman yang potensial dapat diberikan oleh
sekolah dengan tujuan agar anak dan pemuda dibiasakan
berpikir dan berbuat menurut kelompok atau masyarakat
tempat ia hidup", yang kemudian lebih dipersingkat sebagai
"Suatu cara mempersiapkan anak-anak untuk berpartisipasi sebagai anggota yang produktif dalam masyarakat", atau
"segala kegiatan dibawah tanggung jawab sekolah yang
mempengaruhi anak dalam pendidikannya" (Alipandie,
1984:117).
Pengertian diatas dapat dipahami bahwa pendidikan tidak hanya terbatas pada dinding-dinding kelas belaka, melainkan lebih diperluas
lagi pada luar sekolah. Bahkan ada pula yang berpendapat
bahwa segala sesuatu yang mempunyai dampak positif
terhadap tingkah laku peserta didik baik yang datang dari
sekolah, keluarga maupun masyarakat dapat dipandang
bagian dari kurikulum. Hal ini
selaras dengan penafsiran Ronald C. Doll (Dalam Sukmadinata, 2009:4) yang
menyatakan :
“The commonly accepted definition of the curriculum has changed
from content of courses of study and list of subjects and
courses to all the experiences which are offered to
learners under the auspices or direction of the school…
“
Definisi Doll ini tidak hanya menunjukkan adanya perubahan penekanan dari isi kepada proses atau lebih memberikan tekanan pada
pengalaman, tetapi juga menunjukkan adanya perubahan lingkup
dari konsep yang sangat sempit kepada yang lebih luas.
Hal ini menunjukkan bahwa yang dimaksud pengalaman siswa
dalam belajar yang diajarkan ataupun menjadi tanggug
jawab sekolah mengandung makna yang cukup luas, yakni
mencakup berbagai upaya guru dalam mendorong terjadinya pengalaman
tersebut dan memfasilitasinya.
Dalam kaitannya konsep kurikulum yang ditegaskan oleh Ronald Doll, Mauritz Johnson masih dalam buku yang sama mengajukan keberatan terhadap apa yang dikemukakan oleh Doll. Kemudian Johnson
membedakan dengan tegas antara kurikulum dengan pengajaran.
Semua yang berkenaan dengan perencanaan dan pelaksanaan,
seperti perencanaan isi, kegiatan belajar-mengajar,
evaluasi, termasuk pengajaran. Sedangkan kurikulum hanya
berkenaan dengan hasil-hasil belajar yang diharapkan oleh
siswa.
Berbeda dengan Hilda Taba, dia berpendapat bahwa ada perbedaan antara kurikulum dan pengajaran, menurutnya bukan terletak pada
implementasinya tetapi pada keluasan cakupannya. Kurikulum
berkenaan dengan cakupan tujuan isi dan metode yang lebih luas atau lebih umum sedangkan
yang lebih sempit dan lebih khusus menjadi tugas pengajaran (Sukmadinata,
2009:6).
Bagaimanapun rumusan-rumusan pengertian kurikulum diatas, jelaslah bahwa kurikulum harus dipandang sebagai suatu program yang
direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pendidikan
dan pengajaran.
Sedangkan menurut BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan), definisi kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (BNSP,2006:7).
A.
Pengertian Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 1 ayat 15, kurikulum
tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang
disusun oleh dan dilaksanakan dimasing-masing satuan pendidikan
(Muslich, 2008:4).
KTSP merupakan singkatan dari kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi
sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, sosial budaya
masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik
KTSP juga merupakan acuan dan pedoman bagi pelaksanaan pendidikan untuk mengembangkan berbagai ranah pendidikan (kognitif,
psikomotorik, dan afektif) dalam seluruh jenjang dan jalur
pendidikan, khususnya pada jalur pendidikan sekolah.
Disamping itu pengembangan kurikulum ini diupayakan dapat
memberikan wawasan baru terhadap sistem yang berjalan
selama ini, dan juga dapat membawa dampak terhadap
peningkatan efisiensi dan efektivitas kinerja sekolah, khususnya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran diberbagai sekolahan.
Penerapan kurikulum 2006 (KTSP) ini menuntut aktivasi dan partisipasi para peserta didik yang lebih banyak dalam proses pembelajaran. Struktur kurikulum tingkat satuan pendidikan berbeda
dengan kurikulum sebelumnya, KTSP dirancang sedemikian rupa,
sehingga tidak ada lagi jam efektif yang begitu mencolok
banyaknya. Kurikulum sebelumnya, sebagian mata pelajaran
memiliki waktu yang banyak, sebagian mata pelajaran yang
lain memiliki waktu sedikit dengan alasan urgen dan
padatnya materi.
Penekanan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) bukan mengejar target materi tetapi memaksimalkan proses dalam pembelajaran
dan mengembangkan kompetensi peserta didik, apalah arti bila
materi tercapai dengan proses yang tidak maksimal akan
tetapi dengan proses pembelajaran yang maksimal akan
membuahkan hasil (out put) yang berkualitas.
Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) ini sengaja disusun oleh masing-masing satuan pendidikan supaya terasa lebih familiar
dengan guru, karena mereka banyak dilibatkan dan akan merasa
memiliki tanggung jawab yang memadai.
Dalam KTSP pengembangan kurikulum ini dilakukan oleh guru, kepala sekolah, serta komite sekolah dan dewan pendidikan. Dan dalam
pengembangannya harus berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan
standar kompetensi lulusan (SKL), tanpa lepas dari Supervisi
Dinas Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab dibidang
pendidikan tersebut.
B.
Keterkaitan antara
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK)
Penyempurnaan kurikulum yang berkelanjutan merupakan keharusan agar sistem pendidikan nasional selalu relevan dan
kompetitif (Mulyasa, 2007:9). Kurikulum tingkat satuan
pendidikan merupakan penyempurnaan dari kurikulum
sebelumnya, yakni kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang
diterapkan sejak tahun 2004, sehingga belum lama KBK diterapkan sudah diganti dengan KTSP yang dianggap sebagai kurikulum baru tahun
2006 ini. Karena itu muncul istilah plesetan dikalangan
pengelola dan pelaku pendidikan di sekolah, seperti KBK singkatan
dari kurikulum berbasis kebingungan dan lainnya. Dan
terkait dengan kurikulum KTSP ini Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP) telah menyusun panduan penyusunannya tersebut. Sedangkan KBK merupakan seperangkat rencana
dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar, serta
memberdayakan sumber daya pendidikan. Kurikulum ini disebut KBK
karena menggunakan pendekatan kompetensi, dan kemampuan minimal
yang harus dicapai oleh peserta didik pada setiap tingkatan
kelas dan pada akhir satuan pendidikan dirumuskan secara
eksplisit. Disamping itu, dirumuskan pula materi standar
untuk mendukung pencapaian kompetensi dan indikator
sebagai tolak ukur terhadap pencapaian hasil pembelajaran.
Berdasarkan pemaparan diatas, perbedaan esensial antara KTSP dan KBK tidak ada. Kedua-duanya merupakan seperangkat rencana pendidikan yang berorientasi pada kompetensi dan hasil belajar peserta
didik. Namun perbedaan nampak pada teknis pelaksanaannya saja.
KBK disusun oleh pemerintah pusat yang dalam hal ini
adalah Depdiknas, sedangkan KTSP disusun oleh tingkat
satuan pendidikan masing-masing, yakni sekolah yang
bersangkutan walaupun masih didasarkan pada rambu- rambu
nasional panduan penyusunan KTSP yang disusun oleh Badan Independen,
yakni Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Dengan harapan,
jika pada tahun-tahun sebelumnya masing-masing satuan sekolah terkesan terlalu didikte dari atas, maka dengan otonomi yang luas ini
penerapan dan pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan
pada berbagai sekolahan mampu memberikan nuansa-nuansa
baru sesuai dengan karakteristik sekolah itu sendiri, sehingga dapat
melahirkan keunggulan-keunggulan kompetitif dan komparatif.
C.
Prinsip Pelaksanaan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Prinsip
Pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dalam Mulyasa (2007:247)
dijelaskan bahwa dalam pelaksanaannya,
kurikulum tingkat satuan pendidikan sedikitnya memperhatikan
tujuh prinsip, diantaranya :
1. Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan dan
kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna
bagi dirinya. Dalam hal ini peserta didik harus
mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta
memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya
secara bebas, dinamis dan menyenangkan.
2. Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar,
yaitu :
a.
Belajar untuk beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
b.
Belajar untuk memahami dan
menghayati,
c.
Belajar untuk mampu
melaksanakan dan berbuat secara efektif,
d.
Belajar untuk hidup bersama dan
berguna bagi orang lain,
e.
Belajar untuk membangun dan
menemukan jati diri, melalui prosespembelajaran yang efektif, aktif, kreatif,
dan menyenangkan.
3. Pelaksanaan
kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang bersifat
perbaikan, pengayaan, dan atau percepatan sesuai
dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan,
dan moral.
4. Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan
pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka,
dan hangat, dengan prinsip tut
wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tulada (di belakang memberikan daya dan kekuatan, di tengah
membangun semangat dan prakarsa, di depan memberikan contoh dan teladan).
5. Kurikulum
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang
memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber
belajar.
6. Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.
7. Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri
diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan, dan
kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis
serta jenjang pendidikan.
D.
Prinsip Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang kompleks, dan melibatkan berbagai komponen, yang menuntut keterampilan teknis dari pihak pengembang terhadap pengembangan
berbagai komponen kurikulum. Disamping itu dalam pengembangan
KTSP ini harus memperhatikan tujuh prinsip pengembangan,
diantaranya (Dalam Muhaimin, 2008:21) :
1.
Berpusat pada potensi,
perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
2.
Beragam dan terpadu. Kurikulum
dikembangkan dengan memperhatikan
keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang
dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial
ekonomi, dan jender.
3.
Tanggap terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis.
4.
Relevan dengan
kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk
menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk didalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja.
5.
Menyeluruh dan
berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata
pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara
berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan.
6.
Belajar
sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta
didik yang berlangsung sepanjang hayat yang berkaitan
dengan unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan
informal.
7.
Seimbang antara
kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum dikembangkan dengan memerhatikan kepentingan nasional
dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
E.
Pengembangan Program
Upaya pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan dapat dilakukan dengan berbagai macam
pengembangan program. Dalam (Mulyasa, 2007:249)
dijelaskan bahwa pengembangan KTSP mencakup pengembangan
program tahunan, program semester, program modul (pokok
bahasan), program mingguan dan harian, pengayaan dan remedial, serta program bimbingan dan konseling.
1.
Program Tahunan
Program tahunan merupakan program umum setiap mata pelajaran di
setiap kelas yang dikembangkan oleh guru mata pelajaran tersebut. Program ini perlu
disusun dan dipersiapkan serta dikembangkan sebelum tahun
ajaran, karena program ini merupakan pedoman bagi
pengembangan program berikutnya.
2.
Program Semesteran
Program semesteran
berisikan garis-garis mengenai hal-hal yang akan dilaksanakan dan dicapai dalam setiap semester. Program
ini merupakan penjabaran dari program tahunan.
3.
Program Mingguan dan Harian
Program ini merupakan penjabaran dari program
semesteran. Melalui program ini
kita dapat mengetahui tujuan-tujuan yang telah dicapai
dan yang perlu diulang, serta dapat mengidentifikasi kemajuan peserta didik dalam belajar dan kesulitannya. Sehingga nantinya kita
dapat menemukan solusi pemecahannya dan kesulitan yang dihadapi
peserta didik dapat teratasi.
4.
Program Pengayaan dan Remedia
Program ini dilaksanakan sebagai media tambahan dan
tindak lanjut dari analisis yang
dilakukan guru mata pelajaran untuk peserta didik dalam
proses pembelajaran sekolah dan guru perlu memberikan perlakuan
khusus bagi peserta didik yang mengalami kesulitan belajar dengan melalui kegiatan remedial. Dengan ini peserta didik akan tetap
mendapat kesempatan untuk memahami pelajaran dengan lebih baik.
Sedangkan pengayaan diberikan kepada siswa yang memiliki kemampuan
cemerlang dalam menangkap pelajaran serta untuk mempertahankan kecepatan
belajarnya.
5.
Program Bimbingan dan Konseling
Program ini merupakan suatu program yang disediakan sekolah untuk membantu mengoptimalkan perkembangan
siswa (Sukmadinata, 2004:233). Program ini merupakan
teknik bimbingan yang menjadi sasarannya bukan hanya
terjadinya perubahan tingkah laku, tetapi hal yang lebih
mendasar dari itu, yaitu perubahan sikap. Disamping itu
bimbingan dan konseling ini berusaha membantu peserta
didik dalam memahami dirinya, mengenal dan menunjukkan arah
perkembangan dirinya, menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan
serta mengatasi problema-problema yang dihadapinya.
6.
Pelaksanaan Pembelajaran
Dalam proses pendidikan, pembelajaran merupakan
kegiatan yang sangat pokok.
Sehingga dapat dikatakan bahwa sukses tidaknya tujuan pendidikan
banyak bergantung kepada proses pembelajaran yang dirancang
dan dijalankan secara profesional. Pembelajaran pada hakekatnya
adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya,
sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik
(Mulyasa, 2007:255). Keberhasilan suatu proses sangat didukung oleh faktor-faktor penunjang yang berada disekitar (lingkungan)
proses, demikian juga sebaliknya lingkungan sekitar
proses yang tidak baik dapat mengganggu proses itu bekerja maksimal (Yamin, 2007:60). Proses
interaksi antara peserta didik dengan pendidik (guru), dan
lingkungan sangat menentukan terhadap lancarnya
pelaksanaan di sekolah. Dalam interaksi tersebut banyak
sekali faktor yang mempengaruhinya.
Guru adalah komponen utama yang sangat berpengaruh dalam mengkondisikan lingkungan pembelajaran yang nenunjang terjadinya perubahan perilaku
bagi peserta didik. Dan pelaksanaan pembelajaran berbasis KTSP
mencakup tiga hal, yakni pre tes (tes awal), pembentukan
kompetensi, dan post test.
a.
Pre Tes (tes awal)
Pre tes merupakan kegiatan pendahuluan dalam
pelaksanaan proses pembelajaran.
Pre tes ini memiliki banyak kegunaan selain untuk
mengetahui kadar kemampuan dan pemahaman peserta didik pada
materi yang lalu. Dalam Mulyasa (2007:255), dikemukakan beberapa
kegunaan dari pre tes tersebut, diantaranya:
1. Untuk menyiapkan peserta didik dalam proses belajar, karena dengan pre tes maka pikiran mereka akan terfokus pada soal-soal
yang harus mereka kerjakan.
2.
Untuk mengetahui tingkat kemajuan
peserta didik sehubungan dengan proses pembelajaran yang
dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan membandingkan
hasil pre tes dengan post test.
3. Untuk mengetahui kemampuan awal yang telah dimiliki peserta didik mengenai kompetensi dasar yang akan dijadikan topik dalam
proses pembelajaran.
4. Untuk mengetahui dari mana seharusnya proses pembelajaran dimulai, kompetensi dasar mana yang telah dikuasai peserta didik,
serta kompetensi dasar mana yang perlu mendapat penekanan dan
perhatian khusus.
Untuk mencapai hasil yang ketiga dan yang keempat
dari hasil pre tes, maka harus
segera dilaksanakan pemeriksaan secara cepat dan cermat
sebelum proses pembelajaran dilaksanakan.
b.
Pembentukan Kompetensi
Pembentukan kompetensi merupakan kegiatan inti dari pelaksanaan proses pembelajaran, yakni bagaimana
kompetensi dibentuk pada peserta didik, dan bagaimana
tujuan-tujuan belajar direalisasikan (Mulyasa, 2007:256).
Dalam pembentukan
kompetensi ini harus dilakukan dengan tenang dan menyenangkan. Dan hal ini menuntut keaktifan dan kekreatifan guru dalam menciptakan suasana yang kondusif.
Kualitas pembentukan
kompetensi dapat dilihat dari segi proses dan dari segi hasil. Dapat dikatakan berhasil dari segi proses
apabila seluruh atau sebagian besar peserta didik dapat terlibat
secara aktif baik fisik, mental dan sosial dalam proses
pembentukan kompetensi dasar. Sedangkan
dari segi hasil dapat dikatakan berhasil apabila terjadi
perubahan perilaku pada diri peserta didik secara keseluruhan
atau sebagian besar.
Proses pembelajaran yang dilakukan hendaknya
disampaikan dengan menggunakan
metode dan strategi pembelajaran yang kondusif, agar
peserta didik dapat mengembangkan kompetensi dasar dan
potensinya secara optimal. Sehingga akan dengan mudah peserta didik menyesuaikan diri dengan masyarakat setelah lulus dari jenjang
pendidikan tertentu.
c. Post Test
Setelah pembentukan kompetensi terwujud, maka langkah yang harus dilakukan oleh guru adalah melaksanakan
post test untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman
peserta didik dalam menyerap ilmu selama berlangsungnya
suatu pembelajaran. Dalam melaksanakan post test seorang pendidik/guru
bisa memberikan pertanyaan-pertanyaan secara langsung
kepada peserta didik atau dengan cara mempresentasikan
kembali apa-apa yang sudah dijelaskan atau diterangkan
selama proses pembelajaran berlangsung.
Dibawah ini terdapat beberapa fungsi post test yang dikemukakan oleh
Mulyasa (2007:257) sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui tingkat
penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditentukan, baik secara
individu maupun kelompok. Hal ini dapat diketahui dengan membandingkan antara
hasil pre tes dan post tes.
2.
Untuk mengetahui
kompetensi dan tujuan-tujuan yang dapat dikuasai oleh peserta didik, serta kompetensi dan tujuan-tujuan
yang belum dikuasainya. Sehubungan dengan ini, apabila sebagian
besar peserta didik belum menguasainya maka dilakukan pembelajaran kembali (remedial teaching).
3.
Untuk mengetahui
peserta didik yang perlu mengikuti kegiatan remedial, dan yang perlu mengikuti kegiatan pengayaan, serta untuk mengetahui tingkat kesulitan belajar yang dihadapi.
4.
Sebagai bahan
acuan untuk melakukan perbaikan terhadap kegiatan pembelajaran dan pembentukan kompetensi yang telah dilaksanakan, baik terhadap perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi.
2.
Tinjauan Teoritis
tentang Prestasi Belajar
Sebagai landasan untuk memahami tentang pengertian prestasi belajar,
disini perlu penulis paparkan terlebih dahulu apa yang dimaksud
dengan prestasi, dan apa yang dimaksud dengan belajar,
serta berbagai definisi tentang prestasi belajar yang
dikemukakan oleh para pakar pendidikan (ilmuwan).
a.
Pengertian Prestasi
Kebutuhan untuk berprestasi adalah merupakan harapan dan cita- cita
setiap peserta didik dalam sebuah pembelajaran.
W.J.S Winkel Purwadarminto (1976:768) mengartikan,
"Prestasi adalah hasil yang dicapai". Sedangkan
sebagian ahli mendefinisikan prestasi adalah hasil yang
telah dicapai seseorang dalam melakukan kegiatan.
Dari pendefinisian prestasi diatas, dapat penulis
simpulkan bahwa prestasi adalah
segala usaha yang dicapai seseorang secara maksimal dan memuaskan
sebagai hasil dalam melakukan suatu kegiatan.
b.
Pengertian Belajar
Terkait dengan pengertian belajar, banyak para ahli
yang mendefinisikannya. Salah
satunya adalah Cronbach dalam (Djamarah, 2008:13)
berpendapat bahwa belajar sebagai suatu aktivitas yang
ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman. Sedangkan Howard L. Kingskey mengatakan bahwa
belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam arti
luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau
latihan. Dua pendapat tersebut serujuk dengan apa yang dikatakan
oleh Ahmadi (2005:17), bahwa belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan pelatihan. Sedangkan M. Sobry Sutikno
(Dalam Fathurrohman, 2007:5) mengartikan belajar adalah suatu
proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalaman sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya.
Dari beberapa penafsiran tentang belajar yang
dikemukakan oleh oleh para pakar
pendidikan diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan
proses usaha seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang dihasilkan dari pengalaman dan praktek (pelatihan) didalam berinteraksi dengan lingkungannya. Tentunya perubahan tersebut
menyangkut ranah kognitif, afektif, danpsi komotorik.
c.
Pengertian Prestasi belajar
Prestasi belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata yaitu prestasi dan
belajar. Antara kata prestasi dan belajar mempunyai arti yang berbeda. Oleh
karena itu, sebelum pengertian prestasi belajar, ada baiknya
pembahasan ini diarahkan pada masing-masing permasalahan terlebih dahulu untuk
mendapatkan pemahaman lebih jauh mengenai makna kata prestasi dan belajar. Hal
ini juga untuk memudahkan dalam memahami lebih mendalam tentang pengertian prestasi belajar itu sendiri. Di bawah ini akan dikemukakan
beberapa pengertian prestasi dan belajar menurut para ahli.
Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan
yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individu maupun secara kelompok
(Djamarah, 1994:19). Sedangkan menurut Mas’ud Hasan Abdul Dahar dalam Djamarah
(1994:21) bahwa prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil
pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan
kerja.
Dari pengertian yang dikemukakan tersebut di
atas, jelas terlihat perbedaan pada kata-kata tertentu sebagai penekanan,
namun intinya sama yaitu hasil yang
dicapai dari suatu kegiatan. Untuk itu,
dapat dipahami bahwa prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah
dikerjakan, diciptakan, yang menyenangkan hati, yang diperoleh dengan jalan
keuletan kerja, baik secara individual maupun secara kelompok dalam bidang
kegiatan tertentu.
Menurut Slameto (1995 : 2) bahwa belajar
adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Secara sederhana dari pengertian belajar
sebagaimana yang dikemukakan oleh pendapat di atas, dapat diambil suatu
pemahaman tentang hakekat dari aktivitas belajar adalah suatu perubahan yang
terjadi dalam diri individu. Sedangkan menurut Nurkencana (1986 : 62)
mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai atau
diperoleh anak berupa nilai mata pelajaran. Ditambahkan bahwa prestasi belajar
merupakan hasil yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil
dari aktivitas dalam belajar.
Setelah menelusuri
uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa prestasi belajar adalah hasil
atau taraf kemampuan yang telah dicapai siswa setelah mengikuti proses belajar
mengajar dalam waktu tertentu baik berupa perubahan tingkah laku, keterampilan
dan pengetahuan dan kemudian akan diukur dan dinilai yang kemudian diwujudkan
dalam angka atau pernyataan.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Prestasi Belajar
1.
Faktor dari dalam diri
siswa (intern)
Sehubungan dengan faktor intern ini
ada tingkat yang perlu dibahas menurut Slameto (1995 : 54) yaitu faktor
jasmani, faktor psikologi dan faktor kelelahan.
a.
Faktor Jasmani
Dalam
faktor jasmaniah ini dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor kesehatan dan faktor
cacat tubuh.
1.
Faktor kesehatan
Faktor
kesehatan sangat berpengaruh terhadap proses belajar siswa, jika kesehatan
seseorang terganggu atau cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing,
ngantuk, jika keadaan badannya lemah dan kurang darah ataupun ada gangguan
kelainan alat inderanya.
2.
Cacat tubuh
Cacat
tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurnanya
mengenai tubuh atau badan. Cacat ini berupa buta, setengah buta, tulis, patah
kaki, patah tangan, lumpuh, dan lain-lain (Slameto, 2003 : 55).
b.
Faktor psikologis
Dapat berupa intelegensi, perhatian,
bakat, minat, motivasi, kematangan, kesiapan.
1.
Intelegensi
Slameto (2003: 56) mengemukakan bahwa intelegensi atau kecakapan
terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke
dalam situasi yang baru dan cepat efektif mengetahui/menggunakan konsep-konsep
yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat.
2.
Perhatian
Menurut al-Ghazali dalam Slameto (2003 : 56) bahwa perhatian adalah
keaktifan jiwa yang dipertinggi jiwa itupun bertujuan semata-mata kepada suatu
benda atau hal atau sekumpulan obyek.
Untuk menjamin belajar yang lebih baik maka siswa harus mempunyai
perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya. Jika bahan pelajaran tidak menjadi
perhatian siswa, maka timbullah kebosanan, sehingga ia tidak lagi suka belajar.
Agar siswa belajar dengan baik, usahakan buku pelajaran itu sesuai dengan hobi
dan bakatnya.
3.
Bakat
Menurut Hilgard dalam Slameto (2003 : 57) bahwa bakat adalah the
capacity to learn. Dengan kata lain, bakat adalah kemampuan untuk belajar.
Kemampuan itu akan terealisasi pencapaian kecakapan yang nyata sesudah belajar
atau terlatih. Kemudian menurut Muhibbin (2003 : 136) bahwa bakat adalah
kemampuan potensial yang dimiliki oleh seseorang untuk mencapai keberhasilan
pada masa yang akan datang.
4.
Minat
Menurut Jersild dan Taisch dalam Nurkencana (1996 : 214) bahwa minat
adalah menyakut aktivitas-aktivitas yang dipilih secara bebas oleh individu.
Minat besar pengaruhnya terhadap aktivitas belajar siswa, siswa yang gemar
membaca akan dapat memperoleh berbagai pengetahuan dan teknologi. Dengan
demikian, wawasan akan bertambah luas sehingga akan sangat mempengaruhi
peningkatan atau pencapaian prestasi belajar siswa yang seoptimal
mungkin karena siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu pelajaran akan
mempelajari dengan sungguh-sungguh karena ada daya tarik baginya.
5.
Motivasi
Menurut Slameto (2003 : 58) bahwa motivasi erat sekali hubungannya
dengan tujuan yang akan dicapai dalam belajar, di dalam menentukan tujuan itu
dapat disadari atau tidak, akan tetapi untuk mencapai tujuan itu perlu berbuat,
sedangkan yang menjadi penyebab berbuat adalah motivasi itu sendiri sebagai
daya penggerak atau pendorongnya.
6.
Kematangan
Menurut Slameto (2003 : 58) bahwa kematangan adalah sesuatu tingkah
atau fase dalam pertumbuhan seseorang di mana alat-alat tubuhnya sudah siap
melaksanakan kecakapan baru.
Berdasarkan pendapat di atas, maka kematangan adalah suatu organ
atau alat tubuhnya dikatakan sudah matang apabila dalam diri makhluk telah
mencapai kesanggupan untuk menjalankan fungsinya masing-masing kematang itu
datang atau tiba waktunya dengan sendirinya, sehingga dalam belajarnya akan
lebih berhasil jika anak itu sudah siap atau matang untuk mengikuti proses
belajar mengajar.
7.
Kesiapan
Kesiapan menurut James Drever seperti yang dikutip oleh Slameto
(2003 : 59) adalah preparedes to respon or react, artinya kesediaan untuk
memberikan respon atau reaksi.
Jadi, dari pendapat di atas dapat diasumsikan bahwa kesiapan siswa
dalam proses belajar mengajar, sangat mempengaruhi prestasi belajar siswa,
dengan demikian prestasi belajar siswa dapat berdampak positif bilamana siswa
itu sendiri mempunyai kesiapan dalam menerima suatu mata pelajaran dengan baik.
c.
Faktor kelelahan
Ada beberapa faktor kelelahan yang dapat mempengaruhi prestasi
belajar siswa antara lain dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. Sebagaimana dikemukakan oleh Slameto
(1995:59) sebagai berikut:
“Kelelahan
jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecendrungan untuk
membaringkan tubuh. Kelelahan jasmani terjadi karena ada substansi sisa
pembakaran di dalam tubuh, sehingga darah kurang lancar pada bagian tertentu.
Sedangkan kelelahan rohani dapat terus menerus karena memikirkan masalah yang
berarti tanpa istirahat, mengerjakan sesuatu karena terpaksa, tidak sesuai
dengan minat dan perhatian”.
Dari uraian di atas maka kelelahan jasmani dan rohani dapat
mempengaruhi prestasi belajar dan agar siswa belajar dengan baik
haruslah menghindari jangan sampai terjadi kelelahan dalam belajarnya seperti
lemah lunglainya tubuh. Sehingga perlu diusahakan kondisi yang bebas dari
kelelahan rohani seperti memikirkan masalah yang berarti tanpa istirahat,
mengerjakan sesuatu karena terpaksa tidak sesuai dengan minat dan perhatian.
Ini semua besar sekali pengaruhnya terhadap pencapaian prestasi belajar siswa.
Agar siswa selaku pelajar dengan baik harus tidak terjadi kelelahan fisik dan
psikis.
2.
Faktor yang berasal dari
luar (faktor ekstern)
Faktor ekstern yang berpengaruh
terhadap prestasi belajar dapatlah dikelompokkan menjadi tiga
faktor yaitu faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat (Slameto,
1995 : 60).
a.
Faktor keluarga
Faktor keluarga sangat berperan aktif
bagi siswa dan dapat mempengaruhi dari keluarga antara lain: cara orang tua
mendidik, relasi antara anggota keluarga, keadaan keluarga, pengertian orang
tua, keadaan ekonomi keluarga, latar belakang kebudayaan dan suasana rumah.
1.
Cara orang tua mendidik
Cara orang tua mendidik
besar sekali pengaruhnya terhadap prestasi belajar anak, hal ini dipertegas
oleh Wirowidjojo dalam Slameto (2003 : 60) mengemukakan bahwa keluarga adalah
lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga yang sehat besar artinya
untuk mendidik dalam ukuran kecil, tetapi bersifat menentukan mutu pendidikan
dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa dan negara.
Dari pendapat di atas dapat dipahami
betapa pentingnya peranan keluarga di dalam pendidikan anaknya. Cara orang
mendidik anaknya akan berpengaruh terhadap belajarnya.
2.
Relasi antar anggota keluarga
Menurut Slameto (2003 : 60) bahwa yang penting dalam keluarga adalah
relasi orang tua dan anaknya. Selain itu juga relasi anak dengan saudaranya
atau dengan keluarga yang lain turut mempengaruhi belajar anak. Wujud dari
relasi adalah apakah ada kasih sayang atau kebencian, sikap terlalu keras atau
sikap acuh tak acuh, dan sebagainya.
3.
Keadaan keluarga
Menurut Hamalik (2002 : 160) mengemukakan bahwa keadaan keluarga
sangat mempengaruhi prestasi belajar anak karena dipengaruhi oleh
beberapa faktor dari keluarga yang dapat menimbulkan perbedaan individu seperti
kultur keluarga, pendidikan orang tua, tingkat ekonomi, hubungan antara orang
tua, sikap keluarga terhadap masalah sosial dan realitas kehidupan.
Berdasarkan pendapat di atas bahwa
keadaan keluarga dapa mempengaruhi prestasi belajar anak sehingga faktor inilah
yang memberikan pengalaman kepada anak untuk dapat menimbulkan prestasi, minat,
sikap dan pemahamannya sehingga proses belajar yang dicapai oleh anak itu dapat
dipengaruhi oleh orang tua yang tidak berpendidikan atau kurang ilmu
pengetahuannya.
4.
Pengertian orang tua
Menurut Slameto (2003 : 64) bahwa anak belajar perlu dorongan dan
pengertian orang tua. Bila anak sedang belajar jangan diganggu dengan
tugas-tugas rumah. Kadang-kadang anak mengalami lemah semangat, orang tua wajib
memberi pengertian dan mendorongnya sedapat mungkin untuk mengatasi kesulitan
yang dialaminya.
5.
Keadaan ekonomi keluarga
Menurut Slameto (2003 : 63) bahwa keadaan
ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar
selain terpenuhi kebutuhan pokoknya, misalnya makanan, pakaian, perlindungan
kesehatan, dan lain-lain, juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang
belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulis menulis, dan sebagainya.
6.
Latar belakang kebudayaan
Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam
keluarga mempengaruhi sikap anak dalam belajar (Roestiyah, 1989: 156).
Oleh karena itu perlu kepada anak ditanamkan kebiasaan-kebiasaan baik, agar
mendorong tercapainya hasil belajar yang optimal.
7.
Suasana rumah
Suasana rumah sangat mempengaruhi prestasi
belajar, hal ini sesuai dengan pendapat Slameto (2003 : 63) yang
mengemukakan bahwa suasana rumah merupakan situasi atau kejadian yang sering
terjadi di dalam keluarga di mana anak-anak berada dan belajar. Suasana rumah
yang gaduh, bising dan semwarut tidak akan memberikan ketenangan terhadap diri
anak untuk belajar.
Suasana ini dapat terjadi pada keluarga yang
besar terlalu banyak penghuninya. Suasana yang tegang, ribut dan sering terjadi
cekcok, pertengkaran antara anggota keluarga yang lain yang menyebabkan anak
bosan tinggal di rumah, suka keluar rumah yang akibatnya belajarnya kacau serta
prestasinya rendah.
Faktor sekolah dapat
berupa cara guru
mengajar, ala-alat pelajaran, kurikulum, waktu sekolah, interaksi guru
dan murid, disiplin sekolah, dan media pendidikan, yaitu :
1.
Guru dan cara mengajar
Menurut Purwanto (2004 : 104) faktor guru
dan cara mengajarnya merupakan faktor penting, bagaimana sikap dan kepribadian guru,
tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki oleh guru,
dan bagaimana cara guru itu mengajarkan pengetahuan itu kepada anak-anak
didiknya turut menentukan hasil belajar yang akan dicapai oleh siswa. Sedangkan
menurut Nana Sudjana dalam Djamarah (2006 : 39) mengajar pada hakikatnya
adalah suatu proses , yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan
yang ada disekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak
didik melakukan proses belajar.
Dalam kegiatan belajar, guru
berperan sebagai pembimbing. Dalam perannya sebagai pembimbing, guru
harus berusaha menhidupkan dan memberikan motivasi, agar terjadi proses
interaksi yang kondusif. Dengan demikian cara mengajar guru
harus efektif dan dimengerti oleh anak didiknya, baik dalam menggunakan model,
tehnik ataupun metode dalam mengajar yang akan disampaikan kepada anak didiknya
dalam proses belajar mengajar dan disesuaikan dengan konsep yang diajarkan
berdasarkan kebutuhan siswa dalam proses belajar mengajar
Model atau metode pembelajaran
sangat penting dan berpengaruh sekali terhadap prestasi belajar siswa, terutama
pada pelajaran matematika.
Dalam hal ini model atau metode pembelajaran
yang digunakan oleh guru
tidak hanya terpaku pada satu model pembelajaran
saja, akan tetapi harus bervariasi yang disesuaikan dengan konsep yang
diajarkan dan sesuai dengan kebutuhan siswa, terutama pada guru
matematika. Dimana guru matematika
harus bisa menilih dan menentukan metode pembelajaran yang tepat untuk
digunakan dalam pembelajaran.
Adapun model-model pembelajaran
itu, misalnya : model pembelajaran
kooperatif, pembelajaran kontekstual, realistik matematika
problem
solving dan lain sebagainya. Dalam hal ini, model yang diterapkan
adalah model kooperatif tipe STAD, dimana
model atau metode ini berpengaruh terhadap proses belajar siswa dan dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa
3.
Alat-alat pelajaran
Untuk dapat hasil yang sempurna dalam
belajar, alat-alat belajar adalah suatu hal yang tidak kalah pentingnya dalam
meningkatkan prestasi belajar siswa, misalnya perpustakaan,
laboratorium, dan sebagaianya.
Menurut Purwanto (2004 : 105)
menjelaskan bahwa sekolah yang cukup memiliki alat-alat dan perlengkapan yang diperlukan
untuk belajar ditambah dengan cara mengajar yang baik dari guru-gurunya,
kecakapan guru dalam menggunakan alat-alat itu, akan mempermudah dan
mempercepat belajar anak.
4.
Kurikulum
Kurikulum diartikan sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa,
kegiatan itu sebagian besar menyajikan bahan pelajaran agar siswa menerima,
menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu. Menurut Slameto (2003 : 63)
bahwa kurikulum yang tidak baik akan berpengaruh tidak baik terhadap proses
belajar maupun prestasi belajar siswa.
5.
Waktu sekolah
Waktu sekolah adalah waktu terjadinya proses belajar mengajar di
sekolah, waktu sekolah dapat pagi hari, siang, sore bahkan malam hari. Waktu
sekolah juga mempengaruhi belajar siswa (Slameto, 2003 : 68).
6.
Interaksi guru dan murid
Menurut Roestiyah (1989 : 151) bahwa
guru yang kurang berinteraksi dengan murid secara intim, menyebabkan proses
belajar mengajar itu kurang lancar. Oleh karena itu, siswa merasa jenuh dari
guru, maka segan berpartisipasi secara aktif di dalam belajar.
7.
Disiplin sekolah
Kedisiplinan sekolah erat hubungannya dengan kerajinan siswa dalam
sekolah dan juga dalam belajar (Slameto, 2003 : 67). Kedisiplinan sekolah ini
misalnya mencakup kedisiplinan guru dalam mengajar dengan pelaksanaan tata
tertib, kedisiplinan pengawas atau karyawan dalam pekerjaan administrasi dan
keberhasilan atau keteraturan kelas, gedung sekolah, halaman, dan lain-lain.
8.
Media pendidikan
Kenyataan saat ini dengan banyaknya jumlah anak yang masuk sekolah,
maka memerlukan alat-alat yang membantu lancarnya belaajr anak dalam jumlah
yang besar pula (Roestiyah, 1989 : 152). Media pendidikan ini misalnya seperti
buku-buku di perpustakaan, laboratorium atau media lainnya yang dapat mendukung
tercapainya prestasi belajar dengan baik.
3.
Faktor Lingkungan
Masyarakat
Faktor yang mempengaruhi terhadap prestasi belajar siswa
antara lain teman bergaul, kegiatan lain di luar sekolah dan cara hidup di
lingkungan keluarganya.
a.
Kegiatan siswa dalam masyarakat
Menurut Slameto (2003 :
70) mengatakan bahwa kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan
terhadap perkembangan pribadinya. Tetapi jika siswa ambil bagian dalam kegiatan
masyarakat yang telalu banyak misalnya berorganisasi, kegiatan sosial,
keagamaan dan lain-lain, belajarnya akan terganggu, lebih-lebih jika tidak
bijaksana dalam mengatur waktunya.
b.
Teman Bergaul
Anak perlu bergaul dengan
anak lain, untik mengembangkan sosialisasinya. Tetapi perlu dijaga jangan
sampai mendapatkan teman bergaul yang buruk perangainya. Perbuatan tidak baik
mudah berpengaruh terhadap orang lain, maka perlu dikontrol dengan siapa mereka
bergaul.
Menurut Slameto (2003 : 73) agar siswa dapat belajar, teman bergaul
yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri siswa, begitu juga sebaliknya,
teman bergaul yang jelek perangainya pasti mempengaruhi sifat buruknya juga,
maka perlu diusahakan agar siswa memiliki teman bergaul yang baik-baik dan
pembinaan pergaulan yang baik serta pengawasan dari orang tua dan pendidik
harus bijaksana.
c.
Cara Hidup Lingkungan
Cara hidup tetangga
disekitar rumah di mana anak tinggal, besar pengaruh terhadap pertumbuhan anak
(Roestiyah, 1989 : 155). Hal ini misalnya anak tinggal di lingkungan
orang-orang rajib belajar, otomatis anak tersebut akan berpengaruh rajin juga
tanpa disuruh.
Faktor eksternal ini dapat menimbulkan pengaruh
positif antara lain dilihat dari
1.
Ekonomi keluarga
Menurut Slameto (1993 :
63), bahwa keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Anak
yang sedang belajar selain terpenuhi kebutuhan pokoknya, misalnya makanan,
pakaian, perlindungan kesehatan dan lain-lain. Juga membutuhkan fasilitas
belajar seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulis menulis,
buku dan lain-lain. Fasilitas belajar itu hanya dapat terpenuhi jika
keluarga mempunyai cukup uang.
2.
Guru
dan cara mengajar
Guru dan cara mengajar
merupakan faktor yang penting bagaimana sikap dan kepribadian guru, tinggi
rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru, dan bagaimana cara guru itu
menyampaikan pengatahuan itu kepada anak-anak didiknya. Ini sangat berpengaruh
terhadap prestasi belajar siswa karena guru
yang berpengetahuan tinggi dan cara mengajar yang bagus akan memperlancar
proses belajar mengajar sehingga siswa dengan mudah menerima pengetahuan yang
disampaikan oleh gurunya.
3.
Interaksi guru dan murid
Interaksi guru
dan murid dapat mempengaruhi juga dengan prestasi belajar, karena interaksi yang
lancar akan membuat siswa itu tidak merasa segan berpartisipasi secara aktif di
dalam proses belajar
mengajar.
4.
Kegiatan siswa dalam masyarakat
Kegaiatan siswa dalam
masyarakat dapat menguntungkan terhadap perkembangan pribadinya misalnya
berorganisasi, kegiatan-kegiatan sosial, kegiatan keagamaan, dan lain-lain.
5.
Teman bergaul
Anak perlu bergaul dengan anak lain untuk mengembangkan
sosialisainya karena siswa dapat belajar
dengan baik apabila teman bergaulnya baik tetapi perlu dijaga jangan sampai
mendapatkan teman bergaul yang buruk perangainya.
6.
Cara hidup lingkungan
Cara hidup tetangga di sekitar rumah
besar pengaruhnya pada pertumbuhan anak (Roestiyah 1989 : 155). Hal ini
misalnya anak yang tinggal di lingkungan orang-orang yang rajin belajar
otomatis anak tersebut akan berpengaruh rajin belajar
tanpa disuruh.
Faktor eksternal yang dapat menimbulkan pengaruh
negatif bagi prestasi anak adalah:
1.
Cara mendidik
Orang tua yang memanjakan anaknya, maka setelah anaknya sekolah akan
menjadi anak yang kurang bertanggung jawab dan takut menghadapi tantangan atau
kesulitan. Juga orang tua yang mendidik anaknya secara keras maka anak tersebut
manjadi penakut dan tidak percaya diri.
2.
Interaksi guru dan murid
Guru yang kurang berinteraksi dengan
murid secara intern menyebabkan proses balajar mengajar menjadi kurang lancar
juga anak merasa jauh dari guru
maka segan berpartisipasi secara aktif dalam belajarnya. Guru yang mengajar
bukan pada keahliannya, serta sekolah
yang memiliki fasilitas dan sarana yang kurang memadai maka bisa menyebabkan prestasi
belajarnya rendah.
Faktor ekstern adalah
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi
belajar yang sifatnya dari luar diri
peserta didik (siswa), yang meliputi :
1.
Keadaan Keluarga
Keluarga
seringkali disebut sebagai lingkungan pertama, sebab dalam lingkungan inilah pertama-tama anak
mendapatkan pendidikan, bimbingan, asuhan, pembiasaan,
dan latihan. Keluarga bukan hanya menjadi tempat anak
dipelihara dan dibesarkan tetapi juga tempat anak hidup
dan dididik pertama kali (Sukmadinata, 2004:6)
2.
Keadaan Sekolah
Sekolah
sering disebut sebagai lingkungan kedua setelah keluarga. Disamping itu sekolah merupakan lembaga pendidikan
formal pertama yang sangat penting dalam menentukan
keberhasilan belajar siswa. Karena tidak seperti dalam
lingkungan keluarga, di sekolah ada kurikulum sebagai
rencana pendidikan dan pengajaran, ada guru-guru yang
lebih profesional, ada sarana- prasarana dan fasilitas
pendidikan khusus sebagai pendukung proses pendidikan,
serta ada pengelolaan pendidikan yang khusus pula yang
semua itu dapat memacu dan memicu siswa untuk belajar
yang lebih giat lagi.
3.
Lingkungan Masyarakat
Lingkungan
masyarakat merupakan lingkungan ketiga setelah keluarga dan sekolah. Lingkungan masyarakat juga merupakan salah satu faktor yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap hasil
belajar siswa dalam proses pelaksanaan pendidikan. Sebab dalam
kehidupan sehari-hari anak lebih dominan bergaul dengan lingkungan alam sekitar dimana anak berada, sehingga hal ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan pribadi anak.
B.
Kerangka Berpikir
Madrasah Tsanawiyah adalah lembaga pendidikan sekolah di bawah naungan
Kementrian Agama, Operasinalnya mempertebal pengetahuan Agama Islam. Pendidikan
dan pengajaran pada Madrasah Tsanawiyah bertujuan untuk meningkatkan pembinaan
ajaran Ketuhanan Yang Maha Esa, dan untuk memberikan tambahan pengetahuan Agama
Islam kepada peserta didik yang merasa kurang menerima pelajaran agama di
sekolah-sekolah umum
Untuk menghindari kesalahpahaman
dalam penelitian ini, maka penulis perlu membatasi ruang lingkup penelitian
sebagai berikut :
1.
Ruang Lingkup Materi
Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah
penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) terhadap
prestasi belajar siswa kelas VII, VIII, IX MTs Fatahilah
Desa Pangkalan Kecamatan Ciawigebang Kabupaten Kuningan.
Maka untuk mempermudah penelitian ini, perlu kiranya
penulis membuat batasan ruang lingkup materi. Adapun permasalahan yang menjadi kajian pokok dalam penelitian ini adalah terdiri dari dua
variable, yakni :
Variabel X : Penerapan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP)
No
|
Sub variable
|
Indicator
|
01
|
Penerapan KTSP
|
|
02
|
Pelaksanaan pembelajaran
|
|
Variable Y : Prestasi Belajar
No
|
Sub variable
|
Indicator
|
01
|
Hasil rapot
|
Dicari angka dalam rapot
|
2.
Ruang Lingkup Subjek
Subjek
penelitian adalah sesuatu yang menjadi kajian pokok penelitian. Maka
dari ini yang menjadi subjek adalah siswa kelas siswa kelas VII, VIII, IX MTs Fatahilah Desa Pangkalan Kecamatan Ciawigebang Kabupaten Kuningan.
dari ini yang menjadi subjek adalah siswa kelas siswa kelas VII, VIII, IX MTs Fatahilah Desa Pangkalan Kecamatan Ciawigebang Kabupaten Kuningan.
3.
Ruang Lingkup Lokasi
Lokasi
adalah tempat sesuatu berada. Maka dalam hal ini adalah tempat
subjek berada. Jadi lokasi penelitian ini adalah di Desa Pangkalan Kecamatan Ciawigebang Kabupaten Kuningan.
subjek berada. Jadi lokasi penelitian ini adalah di Desa Pangkalan Kecamatan Ciawigebang Kabupaten Kuningan.
4.
Ruang Lingkup Waktu
Waktu
adalah masa kapan terjadinya sesuatu. Dalam hal ini waktu penelitian
adalah pada tahun 2011 M.
adalah pada tahun 2011 M.
Kata dan istilah yang perlu penulis ketengahkan sebagai
berikut :
1.
Pengaruh : Daya yang ada atau yang
timbul dari sesuatu (orang, benda dsb) yang berkuasa atau
yang berkekuatan (ghaib dsb). (Purwadarminto, 1976:731).
2.
KTSP : Adalah kurikulum operasional yang disusun oleh
dan dilaksanakan dimasing-masing satuan pendidikan (BNSP, 2006:10)
3.
Prestasi : Adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan,
dikerjakan dan sebagainya) (Purwadarminto, 1976:768).
4.
Belajar : Adalah serangkaian kegiatan
jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi
dengan ``lingkungannya yang menyangkut kognitif,
afektif, dan psikomotor (Djamarah,
2008:13).
C.
Hipotesis
Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu gambaran yang bersifat
sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai
terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 1998:67).
Karena
masalah yang diteliti ini merupakan usaha untuk mencari ada tidaknya pengaruh,
maka ada dua hipotesis yang muncul, yakni :
1.
Hipotesis Kerja (Ha)
Adanya pengaruh penerapan kurikulum
tingkat satuan pendidikan terhadap prestasi belajar siswa kelas
VII, VIII, IX MTs Fatahilah Desa Pangkalan Kecamatan Ciawigebang Kabupaten
Kuningan
2.
Hipotesis Nihil (Hi)
Tidak ada pengaruh penerapan
kurikulum tingkat satuan pendidikan terhadap prestasi belajar siswa
kelas VII, VIII, IX MTs Fatahilah Desa Pangkalan Kecamatan
Ciawigebang Kabupaten Kuningan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Rancangan Penelitian
Dalam kegiatan penelitian, kerangka atau rancangan penelitian
merupakan unsur pokok yang harus ada sebelum proses penelitian
dilaksanakan. Karena dengan sebuah rancangan yang baik
pelaksanaan penelitian menjadi terarah, jelas, dan
maksimal.
Terkait dengan penelitian ini, maka penulis menggunakan jenis penelitian korelasional kuantitatif, yaitu sebuah penelitian yang
menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data,
penafsiran terhadap data, serta penampilan dari hasilnya
yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan
antara dua variabel (Arikunto, 2006:270).
B.
Populasi Dan Sample
Penelitian ini adalah penelitian populasi, dimana
seluruh populasi merupakan sample
Populasi adalah keseluruhan
subjek penelitian yang mencakup semua elemen dan
unsur-unsur (Dhofir, 2000:36). Sedangkan sampel masih dalam buku yang sama, adalah sebagian subjek penelitian yang memiliki
kemampuan mewakili seluruh data (populasi).
Dalam hal ini yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas.
VII, VIII, IX MTs
Fatahilah Desa Pangkalan Kecamatan Ciawigebang Kabupaten Kuningan
No
|
Kelas
|
Populasi
|
Sample
|
1
|
VII
|
14
|
3
|
2
|
VIII
|
13
|
3
|
3
|
IX
|
16
|
3
|
C.
Instrumen Penelitian
Menurut maleong bahwa dalam
penelitian kuantitatif, sumber data utama adalah kata-kata dan tindakan. Adapun
selebihnya, seperti dokumen dan lain-lain adalah tambahan. Dari keterangan
diatas, dapat dipahami bahwa sumber data dalam penelitian ini terdiri dari :
1.
Kata-kata dan tindakan
Sumber data yang diperoleh dari kata – kata
atau lisan adalah sumber data yang diperoleh melalui wawancara dan informan.
Dalam hal ini dilakukan wawancara dengan kepala sekolah, wakil kepala sekolah, dan guru bidang studi.
Sumber data tindakan yaitu sumber data yang diperoleh melalui pengamatan. Dalam
hal ini, dilakukan pengamatan terhadap kondisi di MTs Fatahilah Pangkalan
Ciawigebang Kuningan dan waktu pelaksanaan kegiatan pembelajaran
2.
Sumber data tertulis
Sumber data tertulis yaitu sumber data
selain kata – kata dan tindakan yang merupakan sumber data ketiga. Walaupun
demikian sumber data tertulis tidak bisa diabaikan. Sumber data tertulis bisa
berupa majalah, arsip, dokumen, dan sejarah pendirian lembaga
D.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data
adalah cara yang dipakai untuk mengumpulkan data dengan
menggunakan metode-metode tertentu. Metode- metode yang
akan digunakan dalam penelitian ini, antara lain :
1.
Metode Angket
Angket adalah suatu teknik atau alat pengumpul
data yang berbentuk pertanyaan-pertanyaan tertulis yang
harus dijawab secara tertulis pula (Sukmadinata,
2004:271). Metode ini digunakan untuk mencari dan menyaring
data yang bersumber dari responden.
2.
Metode Wawancara
Wawancara atau interview merupakan suatu
teknik pengumpulan data yang dilakukan secara tatap muka,
pertanyaan diberikan secara lisan dan jawabannyapun
diterima secara lisan pula (Sukmadinata, 2004:222). Dengan
metode ini peneliti dapat langsung mengetahui reaksi yang ada pada responden dalam waktu yang relatif singkat.
3.
Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah “mencari data
mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen, rapat, legger, agenda dan sebagainya”
(Arikunto, 1998:236).
Metode dokumenter ini digunakan untuk
memperoleh data di MTs Fatahilah, baik dari segi jumlah siswa, nilai raport,
struktur sekolah, denah sekolah, yang kesemuanya itu
menunjang terhadap proses penelitian ini.
E.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data merupakan pengelolaan
data dari data-data yang sudah terkumpul. Diharapkan dari
pengelolaan data tersebut dapat diperoleh gambaran yang
akurat dan konkrit dari subjek penelitian. Penulis juga menggunakan
statistik guna membantu analisa data sebagai hasil dari penelitian
ini.
Dalam penelitian ini yang menjadi Variabel X adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,
sedangkan Variabel Y adalah Prestasi Belajar Siswa siswa kelas
VII, VIII, IX MTs Fatahilah Desa Pangkalan Kecamatan Ciawigebang Kabupaten
Kuningan 2011. Adapun rumus korelasi yang digunakan adalah
Product Moment, dengan alasan karena penelitian ini terdiri dari
dua variabel yang interval.
Rumus product momentnya adalah sebagai berikut :
∑xy
πxy =√(∑x²) (∑y²)
Keterangan :
πxy= Kofisien korelasi antara gejala X dan gejala Y
∑xy= Jumlah
product X dan Y
∑x²= Jumlah
gejala x kecil kuadrat
∑y²= Jumlah
gejala y kecil kuadrat
DAFTAR PUSTAKA
§ Ahmadi, Abu; 2005. Strategi Belajar Mengajar,
Bandung: Pustaka Setia
§ Alipandie, Imansjah; 1984. Didaktik Metodik
Pendidikan Umum, Surabaya: Usaha Nasional BNSP; 2006.
Panduan Penyusunan KTSP
§ Dhofir, Syarqowi; 2000. Pengantar Metodologi Riset
Denagn Spektrum Islami, Prenduan: Iman Bela
§ Djamarah, Syaiful Bahri; 2008. Psikologi Belajar,
Jakarta: Renika Cipta
Fathurrohman, Pupuh; 2007. Strategi Belajar Mengajar, Bandung: Refika Aditama
Fathurrohman, Pupuh; 2007. Strategi Belajar Mengajar, Bandung: Refika Aditama
§ Http://sunartombs.wordpress.com /2009/05/15/PAKEM Science fu
§ Muhaimin et. Al; 2008. Pengembangan Model KTSP Pada
Sekolah & Madrasah, Jakarta: Rajawali Press \
§ Mulyasa, E; 2007. KTSP Suatu Panduan Praktis,
Bandung: Remaja Rosdakarya
§ Muslich, Masnur; 2008. KTSP Dasar Pemahaman dan
Pengembangan, Jakarta: Bumi Aksara
§ Purwadarminto, W.J.S Winkel; 1976. Kamus Umum Bahasa
Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka
§ Sudjana, Nana; 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar
Mengajar, Bandung: Remaja Rosdakarya
§ Sukmadinata, Nana Syaodih; 2004. Landasan Psikologi
Proses Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya
§ Sukmadinata, Nana Syaodih; 2009. Pengembangan
Kurikulum Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya
§ Tu’u, Tulus; Peran Disiplin Pada Perilaku Dan
Prestasi Siswa, Jakarta: PT. Grasindo
§ Yamin, Martinis; 2007. Desain Pembelajaran Berbasis
KTSP, Jakarta: GP Press
§ Zuhairini; 2004. Filsafat Pendidikan Islam,
Jakarta: Bumi Aksara
§ Lexy J. Moleong. Metode Penelitian Kuantitaif. Bandung : Remaja
Rosdakarya. 1990
Tidak ada komentar:
Posting Komentar