Senin, 24 September 2012

PENGARUH PENERAPAN KTSP TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VII, VIII, XI MTs FATAHILAH KECAMATAN CIAWIGEBANG KUNINGAN


PROPOSAL PENELITIAN
“PENGARUH PENERAPAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN
PENDIDIKAN TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISW
A KELAS VII, VIII, IX  MTs FATAHILAH KECAMATAN CIAWIGEBANG KUNINGAN”
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mandiri
Mata Kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan
Dosen Pengampu : Nuryana, S. Ag, M. Pd





 

logo IAIN



Disusun Oleh :

YADI SUPRIADI
NIM : 07440624


FAKULTAS TARBIYAH JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI
CIREBON
2011
NAMA                       : YADI SUPRIADI
NIM                            : 07440624
SEMESTER              : VI (ENAM)
MATA KULIAH      : METODOLOGI PENELITIAN
JURUSAN                 : ILMU PENGETAHUAN SOSIAL – D
FAKULTAS              : TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON

JUDUL PROPOSAL PENELITIAN :

“PENGARUH PENERAPAN KTSP TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VII, VIII, XI MTs FATAHILAH KECAMATAN CIAWIGEBANG KUNINGAN”

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Allah menciptakan manusia dengan dibekali berbagai macam perasaan (feeling). Salah satunya adalah perasaan “Ingin Tahu (idle courocity)” dan perasaan “Tidak Puas” terhadap sesuatu yang ia miliki. Dengan rasa keingintahuannya ia berusaha untuk mendapatkan berbagai macam informasi yang banyak, dan dengan rasa ketidakpuasannya ia ingin memiliki sesuatu yang lebih. Manusia adalah makhluk yang dinamis, dan bercita-cita ingin meraih kehidupan yang cemerlang, sejahtera, dan bahagia dalam arti yang luas, baik lahiriah maupun bathiniah, duniawi dan ukhrawi. Namun cita-cita tersebut tidak mungkin tercapai dan terwujud jika manusia itu sendiri tidak berusaha seoptimal mungkin dalam meningkatkan kemampuannya melalui proses kependidikan, karena proses kependidikan adalah suatu kegiatan secara bertahap berdasarkan perencanaan yang matang untuk mencapai tujuan atau cita-cita tersebut.
Pendidikan adalah yang utama dan terutama didalam kehidupan era masa sekarang ini. Sejauh kita memandang maka sejauh itu pulalah kita harus memperlengkapi diri kita dengan berbagai pendidikan. Pendidikan merupakan kebutuhan pokok bahkan mutlak bagi manusia dalam rangka merubah keadaan hidupnya menjadi lebih baik dan terarah. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil mereka dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera dan bahagia menurut konsep pandang hidup mereka.
Dalam kaitannya dengan pendidikan, Lodge (dalam Zuhairini, 2004:10) mengemukakan pengertian pendidikan dalam arti yang luas, yaitu “life is education, and education is life“, akan berarti bahwa seluruh proses hidup dan kehidupan manusia itu adalah proses pendidikan. Jadi pendidikan bagi manusia merupakan kebutuhan sepanjang hidupnya yang dapat memberikan pengaruh baik dalam menata masa depan yang cemerlang, sejahtera dan bahagia.
Selanjutnya dalam arti yang sempit Lodge menjelaskan pengertian pendidikan sebagai berikut :
“ in the narrower sense, education is restricted to that functions, its background, and its outlook to the member of the rising generations. In practice identical with schooling, i.e. formal instruction under controlled conditions “.
Dalam arti yang sempit, pendidikan hanya mempunyai fungsi yang terbatas, yaitu memberikan dasar-dasar dan pandangan hidup ke generasi yang sedang tumbuh, yang dalam prakteknya identik dengan pendidikan formal di sekolah dan dalam situasi dan kondisi serta lingkungan belajar yang serba terkontrol.
Dengan pengertian pendidikan diatas, dapat kita pahami bahwa pendidikan formal di sekolah hanyalah bagian kecil saja dari pada pendidikan informal secara umum, tapi pendidikan formal merupakan pendidikan inti yang sangat urgen dan tidak bisa lepas kaitannya dengan proses pendidikan secara keseluruhan. Pendidikan formal memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan pendidikan informal dalam lingkungan keluarga.
Pertama, pendidikan formal di sekolah memiliki lingkup isi pendidikan yang lebih luas, bukan hanya berkenaan dengan pembinaan segi-segi moral tetapi juga ilmu pengetahuan dan keterampilan.
Kedua, pendidikan di sekolah dapat memberikan pengetahuan yang lebih tinggi, lebih luas dan mendalam. Sejarah pendidikan sekolah diawali karena ketidakmampuan keluarga memberikan pengetahuan dan keterampilan yang lebih tinggi dan mendalam.
Ketiga, karena memiliki rancangan atau kurikulum secara formal dan tertulis, pendidikan di sekolah dilaksanakan secara berencana, sistematis, dan lebih mendasar. (Sukmadinata, 2009:2).
Jadi pendidikan formal lebih bersifat sistematis dan konsisten berdasarkan berbagai pandangan teoritikal dan praktikal sepanjang waktu sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Sehingga secara umum pendidikan dapat mengarahkan peserta didik terhadap peningkatan penguasaan pengetahuan, kemampuan, keterampilan, pengembangan sikap dan nilai-nilai dalam rangka pembentukan dan pengembangan diri peserta didik tersebut, dan tujuan pendidikan yang meliputi kepentingan, kemaslahatan dan kesejahteraan peserta didik dan masyarakat bahkan tuntutan lapangan kerjapun akan mudah tercapai.
Pendidikan juga suatu proses pembelajaran. Sebab pada kenyataannya proses pendidikan yang dilaksanakan diberbagai lembaga pendidikan banyak dilakukan bahkan tidak lepas dari apa yang namanya proses belajar mengajar. Dalam keseluruhan proses pendidikan, kegiatan belajar dan mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Hal ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar mengajar yang dirancang dan dijalankan secara professional (Fathurrahman, 2007:8). Sehingga dapat dikatakan bahwa belajar mengajar tidak dapat disepelekan dan diabaikan dalam dunia pendidikan.
Salah satu usaha untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan perlu dibuat sebuah kurikulum pendidikan yang nilai relevansinya tinggi, atau kesesuaian antara pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan nasional. Kurikulum (curriculum) merupakan suatu rencana yang memberi pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan belajar mengajar (Sukmadinata, 2009:5). Kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan. Kurikulum juga merupakan komponen pendidikan yang mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan dan sebagai acuan dalam setiap satuan pendidikan. Karena kurikulum ini sifatnya urgen maka dibutuhkan perhatian khusus dalam pelaksanaan dan pengembangannya sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah, sosial budaya masyarakat dan karakteristik siswa. Upaya pengembangan kurikulum yang senantiasa dilakukan oleh pemerintah dari tahun ke tahun melahirkan sebuah kurikulum baru yang merupakan pengembangan kurikulum sebelumnya, yakni Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
KTSP adalah suatu ide tentang pengembangan kurikulum yang diletakkan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran yakni sekolah dan satuan pendidikan (Mulyasa, 2007:21). Paradigma baru ini memberikan otonomi luas pada setiap satuan pendidikan dan pelibatan masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajar mengajar di sekolah.
Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) ini seorang guru dituntut untuk mampu mengubah sumber pembelajaran (Learning Resource) menjadi bahan ajar (Teaching Material), sehingga materi yang diajarkan kepada peserta didik tidak monoton pada buku yang menjadi pegangan di sekolah tersebut serta hal ini akan mengurangi kejenuhan siswa saat belajar. Dengan demikian proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik, guru bisa memberikan pelajaran dengan bahan ajar dan metode yang variatif sehingga peserta didik merasa nyaman dan materi yang diajarkan menarik untuk dipahami yang pada akhirnya peserta didik bisa terhindar dari kejenuhan. Jika hal ini terjadi disetiap proses belajar mengajar diberbagai lembaga pendidikan maka tujuan pembelajaran bisa tercapai juga, yakni pemahaman optimal, penguasaan, aplikasi yang akurat sehingga tatanan kognitif, afektif dan psikomotorik akan stabil sebagaimana yang diharapkan tenaga edukatif pada umumnya.
Ketiga ranah penilaian tersebut merupakan faktor determinan untuk menentukan sukses tidaknya prestasi belajar siswa dalam sebuah pembelajaran yang mengacu pada sistem pembelajaran KTSP. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan strategi pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi. (Mulyasa, 2007:20).
B.     Identifikasi Masalah
Prestasi merupakan hasil yang memuaskan dari segala usaha yang dicapai manusia secara maksimal. Sedangkan belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor (Djamarah, 2008:13).
Sementara yang dimaksud dengan prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru (Tu’u, 2004:75). Sedangkan menurut W.J.S Purwadarminto (1976:767) menyatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai sebaik-baiknya menurut kemampuan anak pada waktu tertentu terhadap hal-hal yang dikerjakan atau dilakukan. Berdasarkan pendapat tersebut, dalam penelitian ini prestasi belajar siswa dapat diketahui dari nilai raport peserta didik yang meliputi ketiga aspek diatas sebagai hasil dari sebuah pembelajaran di sekolah.
C.    Batasan Masalah
Jadi peningkatan prestasi belajar siswa yang meliputi ketiga ranah tersebut (kognitif, afektif, psikomotorik), merupakan orientasi yang diprioritaskan dalam pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan diberbagai sekolah.
Sehingga penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian lebih mendalam dengan mengangkat judul “Pengaruh Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas VII, VIII, IX MTs Fatahilah Kecamatan Ciawigebang Tahun 2011 “.
D.    Rumusan Masalah

Merujuk pada paparan diatas, maka diambil beberapa rumusan masalah guna pembahasan sebagai batasan penelitian, antara lain :
1.      Apakah penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa kelas VII, VIII, IX MTs Fatahilah ?
2.      Sejauhmana pengaruh penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan terhadap prestasi belajar siswa kelas VII, VIII, IX MTs Fatahilah ?

E.     Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah rumusan tentang hal yang akan dicapai oleh kegiatan penelitian (Dhofir, 2000:21). Berdasarkan permasalahan diatas maka tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan proposal ini adalah :
1.      Ingin mengetahui ada tidaknya pengaruh penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan terhadap prestasi belajar siswa kelas VII, VIII, IX MTs Fatahilah
2.      Ingin mengetahui sejauhmana pengaruh penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan terhadap prestasi belajar siswa kelas VII, VIII, IX MTs Fatahilah

F.     Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian adalah follow up penggunaan informasi yang tertera dalam kesimpulan (Dhofir, 2000:21)
Dari setiap penelitian yang dilakukan dipastikan dapat memberi manfaat baik bagi objek, atau peneliti khususnya dan juga bagi seluruh komponen yang terlibat didalamnya. Manfaat atau nilai guna yang bisa diambil dari hasil penelitian ini adalah :
1.      Segi Teoritis
a.       Untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam disiplin pendidikan bahwa penerapan dan pengembangan kurikulum sangat dibutuhkan dalam proses belajar mengajar yang efektif di lembaga pendidikan sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
b.      Untuk memperkuat teori bahwa penerapan dan pengembangan kurikulum yang baik dapat memicu kreatifitas siswa dalam berprestasi
2.      Segi Praktis
a.       Dengan adanya penerapan dan pengembangan kurikulum yang baik dapat mewujudkan lembaga pendidikan yang efektif, produktif, dan berprestasi, serta dapat meningkatkan kreatifitas siswa dalam berprestasi khususnya di MTs Fatahilah.
b.      Sebagai rujukan untuk penelitian selanjutnya.


BAB II
LANDASAN TEORI , KERANGKA BERPIKIR DAN
PENGAJUAN HIPOTESIS

A.       Deskripsi Teori
1.      Tinjauan Teoritis tentang Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Sebelum penulis memaparkan pengertian kurikulum tingkat satuan pendidikan alangkah lebih baiknya apabila penulis mengutarakan pengertian kurikulum yang dikemukakan oleh para pakar pendidikan. Pada zaman yunani kuno, kurikulum dianggap sebagai kumpulan mata- mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari oleh siswa. Bahkan dalam ligkungan atau hubungan tertentu pandangan lama ini masih dipakai sampai sekarang. Banyak orang tua bahkan juga guru-guru kalau ditanya tentang kurikulum akan memberikan jawaban sekitar bidang studi atau mata-mata pelajaran. Lebih khusus mungkin kurikulum diartikan hanya sebagai isi pelajaran.
Pendapat-penadapat yang muncul selanjutnya dari sebagian ahli yang mengartikan kurikulum dalam pengertian yang lebih luas, yakni "Segala usaha yang dilakukan oleh sekolah untuk memperoleh hasil yang diharapkan dalam situasi didalam maupun diluar sekolah", atau sejumlah pengalaman yang potensial dapat diberikan oleh sekolah dengan tujuan agar anak dan pemuda dibiasakan berpikir dan berbuat menurut kelompok atau masyarakat tempat ia hidup", yang kemudian lebih dipersingkat sebagai "Suatu cara mempersiapkan anak-anak untuk berpartisipasi sebagai anggota yang produktif dalam masyarakat", atau "segala kegiatan dibawah tanggung jawab sekolah yang mempengaruhi anak dalam pendidikannya" (Alipandie, 1984:117).
Pengertian diatas dapat dipahami bahwa pendidikan tidak hanya terbatas pada dinding-dinding kelas belaka, melainkan lebih diperluas lagi pada luar sekolah. Bahkan ada pula yang berpendapat bahwa segala sesuatu yang mempunyai dampak positif terhadap tingkah laku peserta didik baik yang datang dari sekolah, keluarga maupun masyarakat dapat dipandang bagian dari kurikulum.  Hal ini selaras dengan penafsiran Ronald C. Doll (Dalam Sukmadinata, 2009:4) yang menyatakan :
“The commonly accepted definition of the curriculum has changed from content of courses of study and list of subjects and courses to all the experiences which are offered to learners under the auspices or direction of the school… “
Definisi Doll ini tidak hanya menunjukkan adanya perubahan penekanan dari isi kepada proses atau lebih memberikan tekanan pada pengalaman, tetapi juga menunjukkan adanya perubahan lingkup dari konsep yang sangat sempit kepada yang lebih luas. Hal ini menunjukkan bahwa yang dimaksud pengalaman siswa dalam belajar yang diajarkan ataupun menjadi tanggug jawab sekolah mengandung makna yang cukup luas, yakni mencakup berbagai upaya guru dalam mendorong terjadinya pengalaman tersebut dan memfasilitasinya.
Dalam kaitannya konsep kurikulum yang ditegaskan oleh Ronald Doll, Mauritz Johnson masih dalam buku yang sama mengajukan keberatan terhadap apa yang dikemukakan oleh Doll. Kemudian Johnson membedakan dengan tegas antara kurikulum dengan pengajaran. Semua yang berkenaan dengan perencanaan dan pelaksanaan, seperti perencanaan isi, kegiatan belajar-mengajar, evaluasi, termasuk pengajaran. Sedangkan kurikulum hanya berkenaan dengan hasil-hasil belajar yang diharapkan oleh siswa.
Berbeda dengan Hilda Taba, dia berpendapat bahwa ada perbedaan antara kurikulum dan pengajaran, menurutnya bukan terletak pada implementasinya tetapi pada keluasan cakupannya. Kurikulum berkenaan dengan cakupan tujuan isi dan metode yang lebih luas atau lebih umum sedangkan yang lebih sempit dan lebih khusus menjadi tugas pengajaran (Sukmadinata, 2009:6).
Bagaimanapun rumusan-rumusan pengertian kurikulum diatas, jelaslah bahwa kurikulum harus dipandang sebagai suatu program yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran.
Sedangkan menurut BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan), definisi kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (BNSP,2006:7).
A.    Pengertian Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 1 ayat 15, kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan dimasing-masing satuan pendidikan (Muslich, 2008:4).
KTSP merupakan singkatan dari kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik
KTSP juga merupakan acuan dan pedoman bagi pelaksanaan pendidikan untuk mengembangkan berbagai ranah pendidikan (kognitif, psikomotorik, dan afektif) dalam seluruh jenjang dan jalur pendidikan, khususnya pada jalur pendidikan sekolah. Disamping itu pengembangan kurikulum ini diupayakan dapat memberikan wawasan baru terhadap sistem yang berjalan selama ini, dan juga dapat membawa dampak terhadap peningkatan efisiensi dan efektivitas kinerja sekolah, khususnya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran diberbagai sekolahan.
Penerapan kurikulum 2006 (KTSP) ini menuntut aktivasi dan partisipasi para peserta didik yang lebih banyak dalam proses pembelajaran. Struktur kurikulum tingkat satuan pendidikan berbeda dengan kurikulum sebelumnya, KTSP dirancang sedemikian rupa, sehingga tidak ada lagi jam efektif yang begitu mencolok banyaknya. Kurikulum sebelumnya, sebagian mata pelajaran memiliki waktu yang banyak, sebagian mata pelajaran yang lain memiliki waktu sedikit dengan alasan urgen dan padatnya materi.
Penekanan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) bukan mengejar target materi tetapi memaksimalkan proses dalam pembelajaran dan mengembangkan kompetensi peserta didik, apalah arti bila materi tercapai dengan proses yang tidak maksimal akan tetapi dengan proses pembelajaran yang maksimal akan membuahkan hasil (out put) yang berkualitas.
Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) ini sengaja disusun oleh masing-masing satuan pendidikan supaya terasa lebih familiar dengan guru, karena mereka banyak dilibatkan dan akan merasa memiliki tanggung jawab yang memadai.
Dalam KTSP pengembangan kurikulum ini dilakukan oleh guru, kepala sekolah, serta komite sekolah dan dewan pendidikan. Dan dalam pengembangannya harus berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan (SKL), tanpa lepas dari Supervisi Dinas Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab dibidang pendidikan tersebut.
B.       Keterkaitan antara Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Penyempurnaan kurikulum yang berkelanjutan merupakan keharusan agar sistem pendidikan nasional selalu relevan dan kompetitif (Mulyasa, 2007:9).  Kurikulum tingkat satuan pendidikan merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya, yakni kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang diterapkan sejak tahun 2004, sehingga belum lama KBK diterapkan sudah diganti dengan KTSP yang dianggap sebagai kurikulum baru tahun 2006 ini. Karena itu muncul istilah plesetan dikalangan pengelola dan pelaku pendidikan di sekolah, seperti KBK singkatan dari kurikulum berbasis kebingungan dan lainnya. Dan terkait dengan kurikulum KTSP ini Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) telah menyusun panduan penyusunannya tersebut.  Sedangkan KBK merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar, serta memberdayakan sumber daya pendidikan. Kurikulum ini disebut KBK karena menggunakan pendekatan kompetensi, dan kemampuan minimal yang harus dicapai oleh peserta didik pada setiap tingkatan kelas dan pada akhir satuan pendidikan dirumuskan secara eksplisit. Disamping itu, dirumuskan pula materi standar untuk mendukung pencapaian kompetensi dan indikator sebagai tolak ukur terhadap pencapaian hasil pembelajaran.
Berdasarkan pemaparan diatas, perbedaan esensial antara KTSP dan KBK tidak ada. Kedua-duanya merupakan seperangkat rencana pendidikan yang berorientasi pada kompetensi dan hasil belajar peserta didik. Namun perbedaan nampak pada teknis pelaksanaannya saja. KBK disusun oleh pemerintah pusat yang dalam hal ini adalah Depdiknas, sedangkan KTSP disusun oleh tingkat satuan pendidikan masing-masing, yakni sekolah yang bersangkutan walaupun masih didasarkan pada rambu- rambu nasional panduan penyusunan KTSP yang disusun oleh Badan Independen, yakni Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Dengan harapan, jika pada tahun-tahun sebelumnya masing-masing satuan sekolah terkesan terlalu didikte dari atas, maka dengan otonomi yang luas ini penerapan dan pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan pada berbagai sekolahan mampu memberikan nuansa-nuansa baru sesuai dengan karakteristik sekolah itu sendiri, sehingga dapat melahirkan keunggulan-keunggulan kompetitif dan komparatif.
C.      Prinsip Pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Prinsip Pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dalam Mulyasa (2007:247) dijelaskan bahwa dalam pelaksanaannya, kurikulum tingkat satuan pendidikan sedikitnya memperhatikan tujuh prinsip, diantaranya :
1.      Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini peserta didik harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis dan menyenangkan.
2.      Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu :
a.       Belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
b.      Belajar untuk memahami dan menghayati,
c.       Belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,
d.      Belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain,
e.       Belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui prosespembelajaran yang efektif, aktif, kreatif, dan menyenangkan.
3.      Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.
4.      Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tulada (di belakang memberikan daya dan kekuatan, di tengah membangun semangat dan prakarsa, di depan memberikan contoh dan teladan).
5.      Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar.
6.      Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.
7.      Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan.
D.      Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang kompleks, dan melibatkan berbagai komponen, yang menuntut keterampilan teknis dari pihak pengembang terhadap pengembangan berbagai komponen kurikulum. Disamping itu dalam pengembangan KTSP ini harus memperhatikan tujuh prinsip pengembangan, diantaranya (Dalam Muhaimin, 2008:21) :
1.      Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
2.      Beragam dan terpadu. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan jender.
3.      Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis.
4.      Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk didalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja.
5.      Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan.
6.      Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat yang berkaitan dengan unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal.
7.      Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum dikembangkan dengan memerhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
E.       Pengembangan Program
Upaya pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan dapat dilakukan dengan berbagai macam pengembangan program. Dalam (Mulyasa, 2007:249) dijelaskan bahwa pengembangan KTSP mencakup pengembangan program tahunan, program semester, program modul (pokok bahasan), program mingguan dan harian, pengayaan dan remedial, serta program bimbingan dan konseling.
1.      Program Tahunan
Program tahunan merupakan program umum setiap mata pelajaran di setiap kelas yang dikembangkan oleh guru mata pelajaran  tersebut. Program ini perlu disusun dan dipersiapkan serta dikembangkan sebelum tahun ajaran, karena program ini merupakan pedoman bagi pengembangan program berikutnya.
2.      Program Semesteran
Program semesteran berisikan garis-garis mengenai hal-hal yang akan dilaksanakan dan dicapai dalam setiap semester. Program ini merupakan penjabaran dari program tahunan.

3.      Program Mingguan dan Harian
Program ini merupakan penjabaran dari program semesteran. Melalui program ini kita dapat mengetahui tujuan-tujuan yang telah dicapai dan yang perlu diulang, serta dapat mengidentifikasi kemajuan peserta didik dalam belajar dan kesulitannya. Sehingga nantinya kita dapat menemukan solusi pemecahannya dan kesulitan yang dihadapi peserta didik dapat teratasi.
4.      Program Pengayaan dan Remedia
Program ini dilaksanakan sebagai media tambahan dan tindak lanjut dari analisis yang dilakukan guru mata pelajaran untuk peserta didik dalam proses pembelajaran sekolah dan guru perlu memberikan perlakuan khusus bagi peserta didik yang mengalami kesulitan belajar dengan melalui kegiatan remedial. Dengan ini peserta didik akan tetap mendapat kesempatan untuk memahami pelajaran dengan lebih baik. Sedangkan pengayaan diberikan kepada siswa yang memiliki kemampuan cemerlang dalam menangkap pelajaran serta untuk mempertahankan kecepatan belajarnya.
5.      Program Bimbingan dan Konseling
Program ini merupakan suatu program yang disediakan sekolah untuk membantu mengoptimalkan perkembangan siswa (Sukmadinata, 2004:233). Program ini merupakan teknik bimbingan yang menjadi sasarannya bukan hanya terjadinya perubahan tingkah laku, tetapi hal yang lebih mendasar dari itu, yaitu perubahan sikap. Disamping itu bimbingan dan konseling ini berusaha membantu peserta didik dalam memahami dirinya, mengenal dan menunjukkan arah perkembangan dirinya, menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan serta mengatasi problema-problema yang dihadapinya.
6.      Pelaksanaan Pembelajaran
Dalam proses pendidikan, pembelajaran merupakan kegiatan yang sangat pokok. Sehingga dapat dikatakan bahwa sukses tidaknya tujuan pendidikan banyak bergantung kepada proses pembelajaran yang dirancang dan dijalankan secara profesional. Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik (Mulyasa, 2007:255). Keberhasilan suatu proses sangat didukung oleh faktor-faktor penunjang yang berada disekitar (lingkungan) proses, demikian juga sebaliknya lingkungan sekitar proses yang tidak baik dapat  mengganggu proses itu bekerja maksimal (Yamin, 2007:60). Proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik (guru), dan lingkungan sangat menentukan terhadap lancarnya pelaksanaan di sekolah. Dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor yang mempengaruhinya. Guru adalah komponen utama yang sangat berpengaruh dalam mengkondisikan lingkungan pembelajaran yang nenunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik. Dan pelaksanaan pembelajaran berbasis KTSP mencakup tiga hal, yakni pre tes (tes awal), pembentukan kompetensi, dan post test.
a.       Pre Tes (tes awal)
Pre tes merupakan kegiatan pendahuluan dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Pre tes ini memiliki banyak kegunaan selain untuk mengetahui kadar kemampuan dan pemahaman peserta didik pada materi yang lalu. Dalam Mulyasa (2007:255), dikemukakan beberapa kegunaan dari pre tes tersebut, diantaranya:
1.      Untuk menyiapkan peserta didik dalam proses belajar, karena dengan pre tes maka pikiran mereka akan terfokus pada soal-soal yang harus mereka kerjakan.
2.      Untuk mengetahui tingkat kemajuan peserta didik sehubungan dengan proses pembelajaran yang dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan membandingkan hasil pre tes dengan post test.
3.      Untuk mengetahui kemampuan awal yang telah dimiliki peserta didik mengenai kompetensi dasar yang akan dijadikan topik dalam proses pembelajaran.
4.      Untuk mengetahui dari mana seharusnya proses pembelajaran dimulai, kompetensi dasar mana yang telah dikuasai peserta didik, serta kompetensi dasar mana yang perlu mendapat penekanan dan perhatian khusus.
Untuk mencapai hasil yang ketiga dan yang keempat dari hasil pre tes, maka harus segera dilaksanakan pemeriksaan secara cepat dan cermat sebelum proses pembelajaran dilaksanakan.
b.      Pembentukan Kompetensi
Pembentukan kompetensi merupakan kegiatan inti dari pelaksanaan proses pembelajaran, yakni bagaimana kompetensi dibentuk pada peserta didik, dan bagaimana tujuan-tujuan belajar direalisasikan (Mulyasa, 2007:256).
Dalam pembentukan kompetensi ini harus dilakukan dengan tenang dan menyenangkan. Dan hal ini menuntut keaktifan dan kekreatifan guru dalam menciptakan suasana yang kondusif.
Kualitas pembentukan kompetensi dapat dilihat dari segi proses dan dari segi hasil. Dapat dikatakan berhasil dari segi proses apabila seluruh atau sebagian besar peserta didik dapat terlibat secara aktif baik fisik, mental dan sosial dalam proses pembentukan  kompetensi dasar. Sedangkan dari segi hasil dapat dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan perilaku pada diri peserta didik secara keseluruhan atau sebagian besar.
Proses pembelajaran yang dilakukan hendaknya disampaikan dengan menggunakan metode dan strategi pembelajaran yang kondusif, agar peserta didik dapat mengembangkan kompetensi dasar dan potensinya secara optimal. Sehingga akan dengan mudah peserta didik menyesuaikan diri dengan masyarakat setelah lulus dari jenjang pendidikan tertentu.
c.       Post Test
Setelah pembentukan kompetensi terwujud, maka langkah yang harus dilakukan oleh guru adalah melaksanakan post test untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman peserta didik dalam menyerap ilmu selama berlangsungnya suatu pembelajaran. Dalam melaksanakan post test seorang pendidik/guru bisa memberikan pertanyaan-pertanyaan secara langsung kepada peserta didik atau dengan cara mempresentasikan kembali apa-apa yang sudah dijelaskan atau diterangkan selama proses pembelajaran berlangsung.
Dibawah ini terdapat beberapa fungsi post test yang dikemukakan oleh Mulyasa (2007:257) sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditentukan, baik secara individu maupun kelompok. Hal ini dapat diketahui dengan membandingkan antara hasil pre tes dan post tes.
2.      Untuk mengetahui kompetensi dan tujuan-tujuan yang dapat dikuasai oleh peserta didik, serta kompetensi dan tujuan-tujuan yang belum dikuasainya. Sehubungan dengan ini, apabila sebagian besar peserta didik belum menguasainya maka dilakukan pembelajaran kembali (remedial teaching).
3.      Untuk mengetahui peserta didik yang perlu mengikuti kegiatan remedial, dan yang perlu mengikuti kegiatan pengayaan, serta untuk mengetahui tingkat kesulitan belajar yang dihadapi.
4.      Sebagai bahan acuan untuk melakukan perbaikan terhadap kegiatan pembelajaran dan pembentukan kompetensi yang telah dilaksanakan, baik terhadap perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi.
2.      Tinjauan Teoritis tentang Prestasi Belajar
Sebagai landasan untuk memahami tentang pengertian prestasi belajar, disini perlu penulis paparkan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan prestasi, dan apa yang dimaksud dengan belajar, serta berbagai definisi tentang prestasi belajar yang dikemukakan oleh para pakar pendidikan (ilmuwan).
a.       Pengertian Prestasi
Kebutuhan untuk berprestasi adalah merupakan harapan dan cita- cita setiap peserta didik dalam sebuah pembelajaran.  W.J.S Winkel Purwadarminto (1976:768) mengartikan, "Prestasi adalah hasil yang dicapai". Sedangkan sebagian ahli mendefinisikan prestasi adalah hasil yang telah dicapai seseorang dalam melakukan kegiatan.
Dari pendefinisian prestasi diatas, dapat penulis simpulkan bahwa prestasi adalah segala usaha yang dicapai seseorang secara maksimal dan memuaskan sebagai hasil dalam melakukan suatu kegiatan.
b.      Pengertian Belajar
Terkait dengan pengertian belajar, banyak para ahli yang mendefinisikannya. Salah satunya adalah Cronbach dalam (Djamarah, 2008:13) berpendapat bahwa belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Sedangkan Howard L. Kingskey mengatakan bahwa belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan. Dua pendapat tersebut serujuk dengan apa yang dikatakan oleh Ahmadi (2005:17), bahwa belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan pelatihan. Sedangkan M. Sobry Sutikno (Dalam Fathurrohman, 2007:5) mengartikan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Dari beberapa penafsiran tentang belajar yang dikemukakan oleh oleh para pakar pendidikan diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses usaha seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang dihasilkan dari pengalaman dan praktek (pelatihan) didalam berinteraksi dengan lingkungannya. Tentunya perubahan tersebut menyangkut ranah kognitif, afektif, danpsi komotorik.
c.       Pengertian Prestasi belajar
Prestasi belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata yaitu prestasi dan belajar. Antara kata prestasi dan belajar mempunyai arti yang berbeda. Oleh karena itu, sebelum pengertian prestasi belajar, ada baiknya pembahasan ini diarahkan pada masing-masing permasalahan terlebih dahulu untuk mendapatkan pemahaman lebih jauh mengenai makna kata prestasi dan belajar. Hal ini juga untuk memudahkan dalam memahami lebih mendalam tentang pengertian prestasi belajar itu sendiri. Di bawah ini akan dikemukakan beberapa pengertian prestasi dan belajar menurut para ahli.
Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individu maupun secara kelompok (Djamarah, 1994:19). Sedangkan menurut Mas’ud Hasan Abdul Dahar dalam Djamarah (1994:21) bahwa prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja.
Dari pengertian yang dikemukakan tersebut di atas, jelas terlihat perbedaan pada kata-kata tertentu sebagai penekanan, namun  intinya sama yaitu hasil yang dicapai dari suatu kegiatan.  Untuk itu, dapat dipahami bahwa prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, yang menyenangkan hati, yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja, baik secara individual maupun secara kelompok dalam bidang kegiatan tertentu.
Menurut Slameto (1995 : 2) bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Secara sederhana dari pengertian belajar sebagaimana yang dikemukakan oleh pendapat di atas, dapat diambil suatu pemahaman tentang hakekat dari aktivitas belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri individu. Sedangkan menurut Nurkencana (1986 : 62) mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai atau diperoleh anak berupa nilai mata pelajaran. Ditambahkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar.
Setelah menelusuri uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa prestasi belajar adalah hasil atau taraf kemampuan yang telah dicapai siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar dalam waktu tertentu baik berupa perubahan tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan dan kemudian akan diukur dan dinilai yang kemudian diwujudkan dalam angka atau pernyataan.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
1.         Faktor dari dalam diri siswa (intern)
Sehubungan dengan faktor intern ini ada tingkat yang perlu dibahas menurut Slameto (1995 : 54) yaitu faktor jasmani, faktor psikologi dan faktor kelelahan.
a.       Faktor Jasmani
Dalam faktor jasmaniah ini dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor kesehatan dan faktor cacat tubuh.
1.      Faktor kesehatan
Faktor kesehatan sangat berpengaruh terhadap proses belajar siswa, jika kesehatan seseorang terganggu atau cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, ngantuk, jika keadaan badannya lemah dan kurang darah ataupun ada gangguan kelainan alat inderanya.
2.      Cacat tubuh
Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurnanya mengenai tubuh atau badan. Cacat ini berupa buta, setengah buta, tulis, patah kaki, patah tangan, lumpuh, dan lain-lain (Slameto, 2003 : 55).
b.      Faktor psikologis
Dapat berupa intelegensi, perhatian, bakat, minat, motivasi, kematangan, kesiapan.
1.      Intelegensi
Slameto (2003: 56) mengemukakan bahwa intelegensi atau kecakapan terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dan cepat efektif mengetahui/menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat.
2.      Perhatian
Menurut al-Ghazali dalam Slameto (2003 : 56) bahwa perhatian adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi jiwa itupun bertujuan semata-mata kepada suatu benda atau hal atau sekumpulan obyek.
Untuk menjamin belajar yang lebih baik maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya. Jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka timbullah kebosanan, sehingga ia tidak lagi suka belajar. Agar siswa belajar dengan baik, usahakan buku pelajaran itu sesuai dengan hobi dan bakatnya.
3.      Bakat
Menurut Hilgard dalam Slameto (2003 : 57) bahwa bakat adalah the capacity to learn. Dengan kata lain, bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu akan terealisasi pencapaian kecakapan yang nyata sesudah belajar atau terlatih. Kemudian menurut Muhibbin (2003 : 136) bahwa bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki oleh seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.
4.      Minat
Menurut Jersild dan Taisch dalam Nurkencana (1996 : 214) bahwa minat adalah menyakut aktivitas-aktivitas yang dipilih secara bebas oleh individu. Minat besar pengaruhnya terhadap aktivitas belajar siswa, siswa yang gemar membaca akan dapat memperoleh berbagai pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian, wawasan akan bertambah luas sehingga akan sangat mempengaruhi peningkatan atau pencapaian prestasi belajar siswa yang seoptimal mungkin karena siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu pelajaran akan mempelajari dengan sungguh-sungguh karena ada daya tarik baginya.
5.      Motivasi
Menurut Slameto (2003 : 58) bahwa motivasi erat sekali hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai dalam belajar, di dalam menentukan tujuan itu dapat disadari atau tidak, akan tetapi untuk mencapai tujuan itu perlu berbuat, sedangkan yang menjadi penyebab berbuat adalah motivasi itu sendiri sebagai daya penggerak atau pendorongnya.
6.      Kematangan
Menurut Slameto (2003 : 58) bahwa kematangan adalah sesuatu tingkah atau fase dalam pertumbuhan seseorang di mana alat-alat tubuhnya sudah siap melaksanakan kecakapan baru.
Berdasarkan pendapat di atas, maka kematangan adalah suatu organ atau alat tubuhnya dikatakan sudah matang apabila dalam diri makhluk telah mencapai kesanggupan untuk menjalankan fungsinya masing-masing kematang itu datang atau tiba waktunya dengan sendirinya, sehingga dalam belajarnya akan lebih berhasil jika anak itu sudah siap atau matang untuk mengikuti proses belajar mengajar.
7.      Kesiapan  
Kesiapan menurut James Drever seperti yang dikutip oleh Slameto (2003 : 59) adalah preparedes to respon or react, artinya kesediaan untuk memberikan respon atau reaksi.
Jadi, dari pendapat di atas dapat diasumsikan bahwa kesiapan siswa dalam proses belajar mengajar, sangat mempengaruhi prestasi belajar siswa, dengan demikian prestasi belajar siswa dapat berdampak positif bilamana siswa itu sendiri mempunyai kesiapan dalam menerima suatu mata pelajaran dengan baik.
c.       Faktor kelelahan
Ada beberapa faktor kelelahan yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa antara lain dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. Sebagaimana dikemukakan oleh Slameto (1995:59) sebagai berikut:
Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecendrungan untuk membaringkan tubuh. Kelelahan jasmani terjadi karena ada substansi sisa pembakaran di dalam tubuh, sehingga darah kurang lancar pada bagian tertentu. Sedangkan kelelahan rohani dapat terus menerus karena memikirkan masalah yang berarti tanpa istirahat, mengerjakan sesuatu karena terpaksa, tidak sesuai dengan minat dan perhatian”.
Dari uraian di atas maka kelelahan jasmani dan rohani dapat mempengaruhi prestasi belajar dan agar siswa belajar dengan baik haruslah menghindari jangan sampai terjadi kelelahan dalam belajarnya seperti lemah lunglainya tubuh. Sehingga perlu diusahakan kondisi yang bebas dari kelelahan rohani seperti memikirkan masalah yang berarti tanpa istirahat, mengerjakan sesuatu karena terpaksa tidak sesuai dengan minat dan perhatian. Ini semua besar sekali pengaruhnya terhadap pencapaian prestasi belajar siswa. Agar siswa selaku pelajar dengan baik harus tidak terjadi kelelahan fisik dan psikis.
2.         Faktor yang berasal dari luar (faktor  ekstern)
Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap prestasi belajar dapatlah dikelompokkan menjadi tiga faktor yaitu faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat (Slameto, 1995 : 60).
a.      Faktor keluarga
Faktor keluarga sangat berperan aktif bagi siswa dan dapat mempengaruhi dari keluarga antara lain: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, keadaan keluarga, pengertian orang tua, keadaan ekonomi keluarga, latar belakang kebudayaan dan suasana rumah.
1.      Cara orang tua mendidik
Cara orang tua mendidik besar sekali pengaruhnya terhadap prestasi belajar anak, hal ini dipertegas oleh Wirowidjojo dalam Slameto (2003 : 60) mengemukakan bahwa keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga yang sehat besar artinya untuk mendidik dalam ukuran kecil, tetapi bersifat menentukan mutu pendidikan dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa dan negara.
Dari pendapat di atas dapat dipahami betapa pentingnya peranan keluarga di dalam pendidikan anaknya. Cara orang mendidik anaknya akan berpengaruh terhadap belajarnya. 

2.      Relasi antar anggota keluarga
Menurut Slameto (2003 : 60) bahwa yang penting dalam keluarga adalah relasi orang tua dan anaknya. Selain itu juga relasi anak dengan saudaranya atau dengan keluarga yang lain turut mempengaruhi belajar anak. Wujud dari relasi adalah apakah ada kasih sayang atau kebencian, sikap terlalu keras atau sikap acuh tak acuh, dan sebagainya.
3.      Keadaan keluarga
Menurut Hamalik (2002 : 160) mengemukakan bahwa keadaan keluarga sangat mempengaruhi prestasi belajar anak karena dipengaruhi oleh beberapa faktor dari keluarga yang dapat menimbulkan perbedaan individu seperti kultur keluarga, pendidikan orang tua, tingkat ekonomi, hubungan antara orang tua, sikap keluarga terhadap masalah sosial dan realitas kehidupan.
Berdasarkan pendapat di atas bahwa keadaan keluarga dapa mempengaruhi prestasi belajar anak sehingga faktor inilah yang memberikan pengalaman kepada anak untuk dapat menimbulkan prestasi, minat, sikap dan pemahamannya sehingga proses belajar yang dicapai oleh anak itu dapat dipengaruhi oleh orang tua yang tidak berpendidikan atau kurang ilmu pengetahuannya.

4.      Pengertian orang tua
Menurut Slameto (2003 : 64) bahwa anak belajar perlu dorongan dan pengertian orang tua. Bila anak sedang belajar jangan diganggu dengan tugas-tugas rumah. Kadang-kadang anak mengalami lemah semangat, orang tua wajib memberi pengertian dan mendorongnya sedapat mungkin untuk mengatasi kesulitan yang dialaminya.
5.      Keadaan ekonomi keluarga
Menurut Slameto (2003 : 63) bahwa keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar selain terpenuhi kebutuhan pokoknya, misalnya makanan, pakaian, perlindungan kesehatan, dan lain-lain, juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulis menulis, dan sebagainya.

6.      Latar belakang kebudayaan
Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam belajar (Roestiyah, 1989:  156). Oleh karena itu perlu kepada anak ditanamkan kebiasaan-kebiasaan baik, agar mendorong tercapainya hasil belajar yang optimal.

7.      Suasana rumah
Suasana rumah sangat mempengaruhi prestasi belajar, hal ini sesuai dengan pendapat Slameto (2003 : 63) yang mengemukakan bahwa suasana rumah merupakan situasi atau kejadian yang sering terjadi di dalam keluarga di mana anak-anak berada dan belajar. Suasana rumah yang gaduh, bising dan semwarut tidak akan memberikan ketenangan terhadap diri anak untuk belajar.
Suasana ini dapat terjadi pada keluarga yang besar terlalu banyak penghuninya. Suasana yang tegang, ribut dan sering terjadi cekcok, pertengkaran antara anggota keluarga yang lain yang menyebabkan anak bosan tinggal di rumah, suka keluar rumah yang akibatnya belajarnya kacau serta prestasinya rendah.

b.      Faktor Sekolah
Faktor sekolah dapat berupa cara guru mengajar, ala-alat pelajaran, kurikulum, waktu sekolah, interaksi guru dan murid, disiplin sekolah, dan media pendidikan, yaitu :

1.      Guru dan cara mengajar
Menurut Purwanto (2004 : 104) faktor guru dan cara mengajarnya merupakan faktor penting, bagaimana sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki oleh guru, dan bagaimana cara guru itu mengajarkan pengetahuan itu kepada anak-anak didiknya turut menentukan hasil belajar yang akan dicapai oleh siswa. Sedangkan menurut Nana Sudjana dalam Djamarah  (2006 : 39) mengajar pada hakikatnya adalah suatu proses , yaitu  proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar.

Dalam kegiatan belajar, guru berperan sebagai pembimbing. Dalam perannya sebagai pembimbing, guru harus berusaha menhidupkan dan memberikan motivasi, agar terjadi proses interaksi yang kondusif. Dengan demikian cara mengajar guru harus efektif dan dimengerti oleh anak didiknya, baik dalam menggunakan model, tehnik ataupun metode dalam mengajar yang akan disampaikan kepada anak didiknya dalam proses belajar mengajar dan disesuaikan dengan konsep yang diajarkan berdasarkan kebutuhan siswa dalam proses belajar mengajar

2.      Model Pembelajaran
Model atau metode pembelajaran sangat penting dan berpengaruh sekali terhadap prestasi belajar siswa, terutama pada pelajaran matematika. Dalam hal ini model atau metode pembelajaran yang  digunakan oleh guru tidak hanya terpaku pada satu model pembelajaran saja, akan tetapi harus bervariasi yang disesuaikan dengan konsep yang diajarkan dan sesuai dengan kebutuhan siswa, terutama pada guru matematika. Dimana guru matematika harus bisa menilih dan menentukan metode pembelajaran yang tepat untuk digunakan dalam pembelajaran. Adapun model-model pembelajaran itu, misalnya : model pembelajaran kooperatif, pembelajaran kontekstual, realistik matematika problem solving dan lain sebagainya. Dalam hal ini, model yang diterapkan adalah model kooperatif tipe STAD, dimana model atau metode ini berpengaruh terhadap proses belajar siswa dan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa
3.       Alat-alat pelajaran
Untuk dapat hasil yang sempurna dalam belajar, alat-alat belajar adalah suatu hal yang tidak kalah pentingnya dalam meningkatkan prestasi belajar siswa, misalnya perpustakaan, laboratorium, dan sebagaianya.
Menurut Purwanto (2004 : 105) menjelaskan bahwa sekolah yang cukup memiliki alat-alat dan perlengkapan yang diperlukan untuk belajar ditambah dengan cara mengajar yang baik dari guru-gurunya, kecakapan guru dalam menggunakan alat-alat itu, akan mempermudah dan mempercepat belajar anak.
4.      Kurikulum
Kurikulum diartikan sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa, kegiatan itu sebagian besar menyajikan bahan pelajaran agar siswa menerima, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu. Menurut Slameto (2003 : 63) bahwa kurikulum yang tidak baik akan berpengaruh tidak baik terhadap proses belajar maupun prestasi belajar siswa.
5.      Waktu sekolah
Waktu sekolah adalah waktu terjadinya proses belajar mengajar di sekolah, waktu sekolah dapat pagi hari, siang, sore bahkan malam hari. Waktu sekolah juga mempengaruhi belajar siswa (Slameto, 2003 : 68).
6.      Interaksi guru dan murid
Menurut Roestiyah (1989 : 151) bahwa guru yang kurang berinteraksi dengan murid secara intim, menyebabkan proses belajar mengajar itu kurang lancar. Oleh karena itu, siswa merasa jenuh dari guru, maka segan berpartisipasi secara aktif di dalam belajar.

7.      Disiplin sekolah
Kedisiplinan sekolah erat hubungannya dengan kerajinan siswa dalam sekolah dan juga dalam belajar (Slameto, 2003 : 67). Kedisiplinan sekolah ini misalnya mencakup kedisiplinan guru dalam mengajar dengan pelaksanaan tata tertib, kedisiplinan pengawas atau karyawan dalam pekerjaan administrasi dan keberhasilan atau keteraturan kelas, gedung sekolah, halaman, dan lain-lain.
8.      Media pendidikan
Kenyataan saat ini dengan banyaknya jumlah anak yang masuk sekolah, maka memerlukan alat-alat yang membantu lancarnya belaajr anak dalam jumlah yang besar pula (Roestiyah, 1989 : 152). Media pendidikan ini misalnya seperti buku-buku di perpustakaan, laboratorium atau media lainnya yang dapat mendukung tercapainya prestasi belajar dengan baik.
3.         Faktor Lingkungan Masyarakat
Faktor yang mempengaruhi terhadap prestasi belajar siswa antara lain teman bergaul, kegiatan lain di luar sekolah dan cara hidup di lingkungan keluarganya.
a.       Kegiatan siswa dalam masyarakat
Menurut Slameto (2003 : 70) mengatakan bahwa kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap perkembangan pribadinya. Tetapi jika siswa ambil bagian dalam kegiatan masyarakat yang telalu banyak misalnya berorganisasi, kegiatan sosial, keagamaan dan lain-lain, belajarnya akan terganggu, lebih-lebih jika tidak bijaksana dalam mengatur waktunya.

b.      Teman Bergaul
Anak perlu bergaul dengan anak lain, untik mengembangkan sosialisasinya. Tetapi perlu dijaga jangan sampai mendapatkan teman bergaul yang buruk perangainya. Perbuatan tidak baik mudah berpengaruh terhadap orang lain, maka perlu dikontrol dengan siapa mereka bergaul.  
Menurut Slameto (2003 : 73) agar siswa dapat belajar, teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri siswa, begitu juga sebaliknya, teman bergaul yang jelek perangainya pasti mempengaruhi sifat buruknya juga, maka perlu diusahakan agar siswa memiliki teman bergaul yang baik-baik dan pembinaan pergaulan yang baik serta pengawasan dari orang tua dan pendidik harus bijaksana.
c.       Cara Hidup Lingkungan
Cara hidup tetangga disekitar rumah di mana anak tinggal, besar pengaruh terhadap pertumbuhan anak (Roestiyah, 1989 : 155). Hal ini misalnya anak tinggal di lingkungan orang-orang rajib belajar, otomatis anak tersebut akan berpengaruh rajin juga tanpa disuruh.

Faktor eksternal ini dapat menimbulkan pengaruh positif antara lain dilihat dari 
1.         Ekonomi keluarga
Menurut Slameto (1993 : 63), bahwa keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar selain terpenuhi kebutuhan pokoknya, misalnya makanan, pakaian, perlindungan kesehatan dan lain-lain. Juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulis menulis, buku dan lain-lain. Fasilitas belajar itu hanya dapat terpenuhi jika keluarga mempunyai cukup uang.

2.          Guru dan cara mengajar
Guru dan cara mengajar merupakan faktor yang penting bagaimana sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru, dan bagaimana cara guru itu menyampaikan pengatahuan itu kepada anak-anak didiknya. Ini sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa karena guru yang berpengetahuan tinggi dan cara mengajar yang bagus akan memperlancar proses belajar mengajar sehingga siswa dengan mudah menerima pengetahuan yang disampaikan oleh gurunya.

3.         Interaksi guru dan murid
Interaksi guru dan murid dapat mempengaruhi juga dengan prestasi belajar, karena interaksi yang lancar akan membuat siswa itu tidak merasa segan berpartisipasi secara aktif di dalam proses belajar mengajar.

4.         Kegiatan siswa dalam masyarakat
Kegaiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap perkembangan pribadinya misalnya berorganisasi, kegiatan-kegiatan sosial, kegiatan keagamaan, dan lain-lain.

5.         Teman bergaul
Anak perlu bergaul dengan anak lain untuk mengembangkan sosialisainya karena siswa dapat belajar dengan baik apabila teman bergaulnya baik tetapi perlu dijaga jangan sampai mendapatkan teman bergaul yang buruk perangainya.
6.         Cara hidup lingkungan
Cara hidup tetangga di sekitar rumah besar pengaruhnya pada pertumbuhan anak (Roestiyah 1989 : 155). Hal ini misalnya anak yang tinggal di lingkungan orang-orang  yang rajin belajar otomatis anak tersebut akan berpengaruh rajin belajar tanpa disuruh.

Faktor eksternal yang dapat menimbulkan pengaruh negatif bagi prestasi anak adalah:
1.      Cara mendidik
Orang tua yang memanjakan anaknya, maka setelah anaknya sekolah akan menjadi anak yang kurang bertanggung jawab dan takut menghadapi tantangan atau kesulitan. Juga orang tua yang mendidik anaknya secara keras maka anak tersebut manjadi penakut dan tidak percaya diri.
2.      Interaksi guru dan murid
Guru yang kurang berinteraksi dengan murid secara intern menyebabkan proses balajar mengajar menjadi kurang lancar juga anak merasa jauh dari guru maka segan berpartisipasi secara aktif dalam belajarnya. Guru yang mengajar bukan pada keahliannya, serta sekolah yang memiliki fasilitas dan sarana yang kurang memadai maka bisa menyebabkan prestasi belajarnya rendah.

Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang sifatnya dari luar diri peserta didik (siswa), yang meliputi :
1.      Keadaan Keluarga
Keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pertama, sebab dalam lingkungan inilah pertama-tama anak mendapatkan pendidikan, bimbingan, asuhan, pembiasaan, dan latihan. Keluarga bukan hanya menjadi tempat anak dipelihara dan dibesarkan tetapi juga tempat anak hidup dan dididik pertama kali (Sukmadinata, 2004:6)
2.      Keadaan Sekolah
Sekolah sering disebut sebagai lingkungan kedua setelah keluarga. Disamping itu sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa. Karena tidak seperti dalam lingkungan keluarga, di sekolah ada kurikulum sebagai rencana pendidikan dan pengajaran, ada guru-guru yang lebih profesional, ada sarana- prasarana dan fasilitas pendidikan khusus sebagai pendukung proses pendidikan, serta ada pengelolaan pendidikan yang khusus pula yang semua itu dapat memacu dan memicu siswa untuk belajar yang lebih giat lagi.
3.      Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat merupakan lingkungan ketiga setelah keluarga dan sekolah. Lingkungan masyarakat juga merupakan salah satu faktor yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa dalam proses pelaksanaan pendidikan. Sebab dalam kehidupan sehari-hari anak lebih dominan bergaul dengan lingkungan alam sekitar dimana anak berada, sehingga hal ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan pribadi anak.
B.     Kerangka Berpikir
Madrasah Tsanawiyah adalah lembaga pendidikan sekolah di bawah naungan Kementrian Agama, Operasinalnya mempertebal pengetahuan Agama Islam. Pendidikan dan pengajaran pada Madrasah Tsanawiyah bertujuan untuk meningkatkan pembinaan ajaran Ketuhanan Yang Maha Esa, dan untuk memberikan tambahan pengetahuan Agama Islam kepada peserta didik yang merasa kurang menerima pelajaran agama di sekolah-sekolah umum
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini, maka penulis perlu membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1.       Ruang Lingkup Materi
Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) terhadap prestasi belajar siswa kelas VII, VIII, IX MTs Fatahilah Desa Pangkalan Kecamatan Ciawigebang Kabupaten Kuningan.
Maka untuk mempermudah penelitian ini, perlu kiranya penulis membuat batasan ruang lingkup materi. Adapun permasalahan yang menjadi kajian pokok dalam penelitian ini adalah terdiri dari dua variable, yakni :
 Variabel X : Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
No
Sub variable
Indicator
01
Penerapan KTSP
  1. prinsip pelaksanaan
  2. prinsip pengembangan KTSP
  3. pengembangan program
02
Pelaksanaan pembelajaran
  1. pre test
  2. pembentukan kompetensi
  3. post test
  Variable Y : Prestasi Belajar
No
Sub variable
Indicator
01
Hasil rapot
Dicari angka dalam rapot

2.        Ruang Lingkup Subjek
Subjek penelitian adalah sesuatu yang menjadi kajian pokok penelitian. Maka
dari ini yang menjadi subjek adalah siswa kelas siswa kelas VII, VIII, IX MTs Fatahilah Desa Pangkalan Kecamatan Ciawigebang Kabupaten Kuningan.
3.        Ruang Lingkup Lokasi
Lokasi adalah tempat sesuatu berada. Maka dalam hal ini adalah tempat
subjek berada. Jadi lokasi penelitian ini adalah di Desa Pangkalan Kecamatan Ciawigebang Kabupaten Kuningan.
4.        Ruang Lingkup Waktu
Waktu adalah masa kapan terjadinya sesuatu. Dalam hal ini waktu penelitian
adalah pada tahun 2011 M.
Kata dan istilah yang perlu penulis ketengahkan sebagai berikut :
1.           Pengaruh : Daya yang ada atau yang timbul dari sesuatu (orang, benda dsb) yang berkuasa atau yang berkekuatan (ghaib dsb). (Purwadarminto, 1976:731).
2.           KTSP : Adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan dimasing-masing satuan pendidikan (BNSP, 2006:10)
3.           Prestasi : Adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan dan sebagainya) (Purwadarminto, 1976:768).
4.           Belajar : Adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan ``lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor (Djamarah, 2008:13).
C.    Hipotesis
Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu gambaran yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 1998:67).
Karena masalah yang diteliti ini merupakan usaha untuk mencari ada tidaknya pengaruh, maka ada dua hipotesis yang muncul, yakni :
1.      Hipotesis Kerja (Ha)
Adanya pengaruh penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan terhadap prestasi belajar siswa kelas VII, VIII, IX MTs Fatahilah Desa Pangkalan Kecamatan Ciawigebang Kabupaten Kuningan
2.      Hipotesis Nihil (Hi)
Tidak ada pengaruh penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan terhadap prestasi belajar siswa kelas VII, VIII, IX MTs Fatahilah Desa Pangkalan Kecamatan Ciawigebang Kabupaten Kuningan

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
                               
A.      Rancangan Penelitian
Dalam kegiatan penelitian, kerangka atau rancangan penelitian merupakan unsur pokok yang harus ada sebelum proses penelitian dilaksanakan. Karena dengan sebuah rancangan yang baik pelaksanaan penelitian menjadi terarah, jelas, dan maksimal.
Terkait dengan penelitian ini, maka penulis menggunakan jenis penelitian korelasional kuantitatif, yaitu sebuah penelitian yang menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data, serta penampilan dari hasilnya yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan antara dua variabel (Arikunto, 2006:270).
B.       Populasi Dan Sample
Penelitian ini adalah penelitian populasi, dimana seluruh populasi merupakan sample
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang mencakup semua elemen dan unsur-unsur (Dhofir, 2000:36). Sedangkan sampel masih dalam buku yang sama, adalah sebagian subjek penelitian yang memiliki kemampuan mewakili seluruh data (populasi).
Dalam hal ini yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas.  VII, VIII, IX MTs Fatahilah Desa Pangkalan Kecamatan Ciawigebang Kabupaten Kuningan
No
Kelas
Populasi
Sample
1
VII
14
3
2
VIII
13
3
3
IX
16
3

C.      Instrumen Penelitian
Menurut maleong bahwa dalam penelitian kuantitatif, sumber data utama adalah kata-kata dan tindakan. Adapun selebihnya, seperti dokumen dan lain-lain adalah tambahan. Dari keterangan diatas, dapat dipahami bahwa sumber data dalam penelitian ini terdiri dari :
1.      Kata-kata dan tindakan
Sumber data yang diperoleh dari kata – kata atau lisan adalah sumber data yang diperoleh melalui wawancara dan informan. Dalam hal ini dilakukan wawancara dengan kepala sekolah,  wakil kepala sekolah, dan guru bidang studi. Sumber data tindakan yaitu sumber data yang diperoleh melalui pengamatan. Dalam hal ini, dilakukan pengamatan terhadap kondisi di MTs Fatahilah Pangkalan Ciawigebang Kuningan dan waktu pelaksanaan kegiatan pembelajaran
2.      Sumber data tertulis
Sumber data tertulis yaitu sumber data selain kata – kata dan tindakan yang merupakan sumber data ketiga. Walaupun demikian sumber data tertulis tidak bisa diabaikan. Sumber data tertulis bisa berupa majalah, arsip, dokumen, dan sejarah pendirian lembaga

D.      Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara yang dipakai untuk mengumpulkan data dengan menggunakan metode-metode tertentu. Metode- metode yang akan digunakan dalam penelitian ini, antara lain :
1.      Metode Angket
Angket adalah suatu teknik atau alat pengumpul data yang berbentuk pertanyaan-pertanyaan tertulis yang harus dijawab secara tertulis pula (Sukmadinata, 2004:271). Metode ini digunakan untuk mencari dan menyaring data yang bersumber dari responden.

2.      Metode Wawancara
Wawancara atau interview merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan secara tatap muka, pertanyaan diberikan secara lisan dan jawabannyapun diterima secara lisan pula (Sukmadinata, 2004:222). Dengan metode ini peneliti dapat langsung mengetahui reaksi yang ada pada responden dalam waktu yang relatif singkat.

3.      Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah “mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, rapat, legger, agenda dan sebagainya” (Arikunto, 1998:236).
Metode dokumenter ini digunakan untuk memperoleh data di MTs Fatahilah, baik dari segi jumlah siswa, nilai raport, struktur sekolah, denah sekolah, yang kesemuanya itu menunjang terhadap proses penelitian ini.

E.       Teknik Analisis Data
Teknik analisis data merupakan pengelolaan data dari data-data yang sudah terkumpul. Diharapkan dari pengelolaan data tersebut dapat diperoleh gambaran yang akurat dan konkrit dari subjek penelitian. Penulis juga menggunakan statistik guna membantu analisa data sebagai hasil dari penelitian ini.
Dalam penelitian ini yang menjadi Variabel X adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, sedangkan Variabel Y adalah Prestasi Belajar Siswa siswa kelas VII, VIII, IX MTs Fatahilah Desa Pangkalan Kecamatan Ciawigebang Kabupaten Kuningan 2011. Adapun rumus korelasi yang digunakan adalah Product Moment, dengan alasan karena penelitian ini terdiri dari dua variabel yang interval.
Rumus product momentnya adalah sebagai berikut :
∑xy
πxy =√(∑x²) (∑y²)
Keterangan :
πxy= Kofisien korelasi antara gejala X dan gejala Y
∑xy= Jumlah product X dan Y
∑x²= Jumlah gejala x kecil kuadrat
∑y²= Jumlah gejala y kecil kuadrat

DAFTAR PUSTAKA

§  Ahmadi, Abu; 2005. Strategi Belajar Mengajar, Bandung: Pustaka Setia
§  Alipandie, Imansjah; 1984. Didaktik Metodik Pendidikan Umum, Surabaya: Usaha Nasional BNSP; 2006. Panduan Penyusunan KTSP
§  Dhofir, Syarqowi; 2000. Pengantar Metodologi Riset Denagn Spektrum Islami, Prenduan: Iman Bela
§  Djamarah, Syaiful Bahri; 2008. Psikologi Belajar, Jakarta: Renika Cipta
Fathurrohman, Pupuh; 2007. Strategi Belajar Mengajar, Bandung: Refika Aditama
§  Http://sunartombs.wordpress.com /2009/05/15/PAKEM Science fu
§  Muhaimin et. Al; 2008. Pengembangan Model KTSP Pada Sekolah & Madrasah, Jakarta: Rajawali Press \
§  Mulyasa, E; 2007. KTSP Suatu Panduan Praktis, Bandung: Remaja Rosdakarya
§  Muslich, Masnur; 2008. KTSP Dasar Pemahaman dan Pengembangan, Jakarta: Bumi Aksara
§  Purwadarminto, W.J.S Winkel; 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka
§  Sudjana, Nana; 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Rosdakarya
§  Sukmadinata, Nana Syaodih; 2004. Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya
§  Sukmadinata, Nana Syaodih; 2009. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya
§  Tu’u, Tulus; Peran Disiplin Pada Perilaku Dan Prestasi Siswa, Jakarta: PT. Grasindo
§  Yamin, Martinis; 2007. Desain Pembelajaran Berbasis KTSP, Jakarta: GP Press
§  Zuhairini; 2004. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara
§  Lexy J. Moleong. Metode Penelitian Kuantitaif. Bandung : Remaja Rosdakarya. 1990



                                   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar